Estimasi Parameter Persamaan TDS Per Kapita

Variabel PDRB per kapita sebagai proksi pendapatan per kapita memiliki pengaruh terhadap jumlah TDS per kapita dengan tanda positif. Artinya, peningkatan pendapatan per kapita masih berdampak pada meningkatnya degradasi lingkungan. Jika dikaitkan dengan EKC, kondisi ini berada pada posisi sebelum mencapai titik balik. Pendapatan per kapita ini sangat responsif terhadap TDSp, bahwa jika pendapatan naik 1 persen maka TDSp naik sebesar 1.05 persen dalam jangka pendek dan 1.68 persen dalam jangka panjang. Hal ini mengisyaratkan bahwa aktivitas produksi yang menghasilkan output dan limbah harus diubah dengan pola produksi ramah lingkungan. TDS terkait dengan zat-zat beracun sebagai residu dari kegiatan produksi sektor industri pengolahan. TDS pun terkait dengan pembuangan dari limbah domestik seperti hotel, restoran, rumah sakit, dan aktivitas perkantoran. Tidak semua perusahaan melakukan pengolahan limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Sebelum perekonomian mengalami transformasi saja yakni tahun 1991, sedikitnya 40 industri di DAS Citarum terbukti mencemari sungai Citarum di Kawasan Bandung Sastrawijaya, 2000. Apalagi setelah sektor industri pengolahan mendominasi struktur ekonomi Jawa Barat. Sebagaimana dibahas dari awal, sejak tahun 1993 Jawa Barat sudah menjadi wilayah industri. Dominasi ini tidak lepas dari banyaknya kawasan industri yang berada di Jawa Barat sebagaimana bisa dilihat pada Tabel 17. Sementara jika dilihat dari jumlah, terdapat 4 564 industri di Jawa Barat yang didominasi oleh industri pakaian, tekstil, logam, kulit, makanan dan minuman, kayu, mineral, dan furniture. Distribusi jumlah industri per kabupatenkota dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 17. Daftar Kawasan Industri di Jawa Barat Tahun 2002 No Nama Kawasan Industri Lokasi 1 Kujang Industrial Estate Cikampek 2 Cikarang Industrial Estate Bekasi 3 Bekasi International Industrial Estate Bekasi 4 MM 2100 Industrial Town Bekasi 5 Bukit Indah City Karawang-Purwakarta 6 East Jakarta Industrial Park Bekasi 7 Cibinong Centre Industrial Estate Bogor 8 Lippo City Bekasi 9 Great Jakarta Industrial Estate Bekasi 10 Bekasi Fajar Industrial Estate Bekasi 11 Gobel Industrial Complex Bekasi 12 Amcol Electronic Industrial Estate Bekasi 13 Mitra Industrial Estate Karawang 14 Bukit Indah Industrial Park Purwakarta 15 Karawang International Industrial City Karawang Sumber: Disperindag Jabar, 2002 dalam BPLHD, 2004 Berdasarkan Tabel 17, nampak bahwa industri Jawa Barat terkonsentrasi di Kabupaten Bogor 10.7 persen, Kabupaten Bekasi 13.5 persen, Kota Bandung 12.9 persen, dan Kabupaten Bandung 17.6 persen. Arus urbanisasi ke wilayah tersebut sangat tinggi sehingga kepadatan penduduk melebihi kewajarannya. Tabel 18. Jumlah dan Jenis Industri Dominan di KabupatenKota di Jawa Barat Tahun 2002 No Lokasi Total Industri Industri Dominan Jenis Jumlah Buah 1 Kabupaten Cianjur 81 Makananminuman 29 36 Agroindustri 23 28 2 Kabupaten Subang 26 Makananminuman 6 23 Kayu olahan 5 19 3 Kabupaten Purwakarta 183 Mineralolahan 85 46 4 Kabupaten Majalengka 323 Mineralolahan 304 94 5 Kabupaten Garut 128 Kulitolahan 68 53 6 Kabupaten Kuningan 16 Makananminuman 12 75 7 Kabupaten Indramayu 23 Makananminuman 13 57 8 Kota Tasikmalaya 88 Makananminuman 28 32 Pakaian 27 31 9 Kabupaten Tasikmalaya 13 Makananminuman 9 69 10 Kabupaten Sumedang 58 Pakaian 19 33 Makananminuman 15 26 11 Kabupaten Sukabumi 203 Makananminuman 45 22 Mineralolahan 48 24 12 Kabupaten Karawang 222 Logam olahan 46 21 Makananminuman 38 17 Pakaian 31 14 13 Kabupaten Ciamis 88 Makananminuman 49 56 14 Kabupaten Bogor 487 Pakaian 79 16 Logam olahan 54 11 Makananminuman 50 10 15 Kota Bogor 98 Makananminuman 19 19 Pakaian 18 18 Furniture 16 16 16 Kota Depok 105 Makanan 15 14 Pakaian 13 12 17 Kabupaten Bekasi 618 Logam olahan 165 27 ElektronikaKomputer 99 16 18 Kota Bekasi 236 Pakaian 40 17 Logam olahan 37 16 19 Kota Cimahi 172 Pakaian 59 34 Tekstil 56 33 20 Kota Bandung 591 Pakaian 258 44 Tekstil 51 9 Makanan 63 11 21 Kabupaten Bandung 805 Pakaian 329 41 Tekstil 179 22 Sumber: Disperindag Jabar 2003 dalam BPLHD 2004. Sungai yang melewati daerah tersebut adalah Sungai Cisadane, Cileungsi, Ciliwung, dan Citarum. Sebagai dampak dari industrialisasi dan padatnya penduduk, keempat sungai tersebut masuk dalam kategori sebagai sungai dengan polusi air permukaan paling tinggi di Jawa Barat. Variabel berikutnya yang muncul dalam model adalah Gini Ratio yang menunjukan kemiskinan relatif. Kemiskinan secara ekonomi ditandai dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar hidup termasuk fasilitas sanitasi yang memadai. Data menunjukkan besarnya presentase rumahtangga yang penampungan tinjanya bukan septitank pada tahun 2003 mencapai 56.68 persen. Persentase ini memang menurun jika dibandingkan dengan tahun 1996 yang mencapai 69.45 persen BPS Jabar. Hasil regresi memperlihatkan bahwa GR selain signifikan juga memiliki tanda sesuai dugaan. Angka elastisitas jangka pendek sebesar 0.45 menunjukan bahwa jika angka GR naik 1 persen TDSp meningkat sebesar 0.45 persen dan 0.72 persen dalam jangka panjang. Variabel dummy kebijakan memiliki tanda sesuai harapan sekalipun tidak signifikan. Taraf nyata yang rendah dimana t-statistik -0.202 menunjukkan tidak ada perbedaan ketika ada kebijakan dengan tanpa ada kebijakan. Namun dengan tanda yang negatif memberi harapan jika pelaksanaan kebijakan tersebut lebih baik lagi maka jumlah TDSp akan lebih rendah. Tingkat kepedulian dalam persamaan ini memiliki tingkat signifikan yang tinggi dengan tanda negatif. Artinya, tingkat kepedulian akan sangat menentukan jumlah TDSp. Setiap terjadi peningkatan kepedulian yang ditunjukkan dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah sebesar 1 persen maka dapat menurunkan jumlah TDSp sebesar 0.6 persen dalam jangka pendek dan 0.96 persen dalam jangka panjang.

5.1.10. Parameter Persamaan BOD Per Kapita

Untuk memperdalam masalah pencemaran air, dimunculkan parameter lain yakni BOD. BOD merupakan parameter kimia dalam menentukan kualitas air yang hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis biodegradable. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji starch, glukosa, aldehida, ester, dan sebagainya. Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri. Hasil estimasi persamaan BODp selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan BODp Variable Parameter Standard Error Prob |T| Elastisitas SR LR INTERCEP -0.002203 0.003899 0.5772 PDRB 0.00185 0.000498 0.0011 0.9742 2.9646 PR 0.000042572 0.000030127 0.1705 0.1336 0.4067 GR 0.005313 0.007303 0.474 0.2823 0.8590 DLA -0.000026527 0.00029 0.9278 -0.0021 -0.0063 ED -0.000721 0.000559 0.2093 -0.6344 -1.9307 LBOD 0.671399 0.134131 0.0001 ProbF 0.0001 Adj R 2 = 0.9742 DW = 1.262 Sama halnya dengan persamaan TDSp, dalam persamaan ini pun PDRB sebagai proksi pendapatan per kapita memiliki tingkat signifikan yang tinggi dengan tanda positif. Artinya, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat cenderung berdampak pada semakin tingginya pencemaran air. Total output BOD yang dihasilkan dari beberapa sektor di Jawa Barat terutama bersumber dari sektor pertanian dan manufaktur. Tingginya kadar BOD yang dihasilkan dari sektor pertanian merupakan hasil pembusukan materi organik pada hasil-hasil pertanian. Sedangkan dari industri manufaktur tingginya BOD dihasilkan dari limbah yang mengandung bahan organik tinggi. Angka elasitistasnya untuk jangka pendek mendekati 1 bahwa setiap kenaikan PDRB sebesar 1 persen akan menaikan BOD sebesar 0.97 persen dan 2.96 persen dalam jangka panjang. Temuan untuk kedua kasus pencemaran air memperkuat dugaan bahwa aktivitas ekonomi yang tercermin dengan meningkatnya PDRB sangat menentukan pencemaran air. Sama halnya dengan persamaan TDSp, dalam persamaan BODp pun variabel kemiskinan PR berdampak positif bahwa ketika kemiskinan meningkat jumlah BODp akan semakin besar. Namun angka elastisitasnya lebih besar untuk varaibel GR. Setiap kenaikan GR sebesar 1 persen akan menaikan BODp sebesar 0.28 persen dalam jangka pendek dan 0.86 persen dalam jangka panjang. Variabel kebijakan memiliki tingkat signifikan yang sangat rendah. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa implementasi kebijakan pengendalian pencemaran air belum berjalan efektif. Sementara hasil estimasi untuk variabel tingkat kepedulian yang diproxy dengan rata-rata lamanya sekolah masyarakat Jawa Barat, ternyata signifikan pada taraf 20 persen dengan tanda sesuai harapan. Besarnya elastisitas untuk variabel ini cukup besar yakni 0.63 persen dalam jangka pendek dan 1.93 persen untuk jangka panjang, bahwa dalam jangka panjang setiap kenaikan tingkat kepedulian lingkungan sebesar 1 persen akan menurunkan BODp sebesar 1.93 persen. Respon ini memberi peluang bahwa upaya peningkatan kepedulian lingkungan akan memberikan efek positif pada perbaikan lingkungan.