Bagi Subyek Bagi Formator

LAMPIRAN I: NARASI SUBYEK

A. SUBYEK 1

Ceritakan bagaimana masa kecil Romo? Saya dilahirkan 21 Juli 1962, sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Bapak dan ibu berasal dari Klaten, Jawa Tengah. Bapak, ibu tinggal dan bekerja sebagai guru SD di daerah majenang, cilacap, Jawa Barat sejak tahun 1955. Sejak kecil orangtua saya mengajarkan iman katolik. Waktu SD saya satu-satunya siswa yang beragama katolik, namun demikian bapak selalu mengajarkan doa dan menjadikan hari minggu sebagai hari khusus ke gereja. Setiap pagi saya diajarkan untuk doa pagi, kebiasaan ini mungkin terbawa oleh bapak yang lulusan asrama guru di ambarawa. Lalu bagaimana kehidupan menggereja Romo saat itu? Kehidupan menggereja saat itu memang sangat sulit. Paroki saya adalah paroki cilacap, dan saya biasanya gereja di stasi. Misa pun tidak setiap minggu diadakan di stasi. Saya juga aktif ikut misdinar dan sering ikut pastor ke stasi- stasi. Karena kebiasaan itu, saya memiliki kebiasaan untuk doa Malaikat Tuhan jam 6 pagi, jam 12 siang, dan jam 6 sore dan doa Rosario di sore hari juga. Ceritakan bagaimana Romo awalnya merasakan panggilan untuk menjadi Pastor? Kalau dibilang sejak SD tidak ya, hanya saya merasa dan kelihatannya dasar- dasar panggilan itu sudah ada di dalam keluarga yang diberikan kepada saya sejak kecil. Dengan diajarkan untuk rutin berdoa dan aktif mengikuti kegiatan gereja seperti misdinar. Kebiasan-kebiasan itu berjalan terus hingga saya duduk di SMP sampai SMA. Saya merasa terpanggil untuk menjadi pastor saat itu duduk dibangku SMA, kalau tidak salah kelas 1 SMA. Dan saat itu muncul SK menteri tahun 77. SK itu berbunyi kira-kira demikian , bagi para misionaris yang berasal dari luar negara Indonesia diharapkan untuk meninggalkan negara Indonesia, namun jika tetap ingin tinggal di Indonesia, misionaris yang bersangkutan harus mengurus untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Karena adanya SK tersebut, banyak misionaris yang kembali ke negara asalnya, sedangkan saat itu paroki dan stasi-stasi di tempat saya dilayani oleh banyak misionaris yang berasal dari luar Indonesia. Otomatis dengan SK tersebut pelayanan di gereja dan stasi-stasi di tempat saya menjadi tidak terpenuhi akibat banyak misionaris yang kembali ke negara asalnya. Melihat keadaan ini, saya mulai bepikir dan merenungkan dalam hati “Stasi-stasi di tempat saya sudah misa hanya sebulan sekali, lalu para misionaris diminta untuk kembali ke negara asalnya, lalu bagaimana gereja dan stasi-stasi disini dapat dilayani? Apa yang bisa saya lakukan sebagai warga gereja?” saat itulah panggilan untuk menjadi pastor muncul. Apalagi saat itu ada minggu panggilan dan umat mendoakan agar pemuda gereja di tempat saya ada yang terpanggil untuk menjadi pastor, dengan adanya hal itu semakin terasa panggilan saya untuk menjadi pastor. Keinginan ini pun saya sampaikan kepada kedua orangtua saya.