PENGUMPULAN DATA METODE PENELITIAN

menempuh pendidikan formasi di Seminari Tinggi. Satu pengalaman krisis terjadi setelah YI ditahbiskan menjadi pastor. Pengalaman krisis yang dialami YI selama masa formasi berkaitan dengan relasi YI dengan keluarga dan relasi YI dengan institusi Seminari Tinggi. Relasi YI dengan keluarga berkaitan dengan status YI sebagai anak pertama. Sedangkan pengalaman krisis setelah subyek ditahbiskan berkaitan dengan pengalaman sakit.

1. Krisis Relasi dengan Keluarga Peran sebagai Anak Pertama

Narasi YI menceritakan bagaimana posisi dirinya sebagai anak pertama sulung dari 6 bersaudara mempengaruhi pemikirannya. Drs. Agus Sujanto, dkk dalam Psikologi kepribadian 2006 mengungkapkan bahwa anggapan umum yang kurang tepat ialah anak sulung tentu membawa beban terberat diantara saudara-saudaranya. Pendapat semacam itu timbul sehingga terkesan bahwa anak sulung nantinya akan memiliki tanggung jawab terhadap adik-adiknya setelah kedua orangtua tidak ada. “Ya mungkin, karena saya melihat dan merasakan tidak sampai hati perjuangan orang tua seperti itu, ada perasaan prihatin sebagai anak pertama. Sebagai anak pertama saya merasa tidak bisa hanya tinggal diam seperti ini, tergugah hati saya sebagai anak pertama untuk wajib membantu orang tua” Hal ini yang mempengaruhi pemikiran YI untuk keluar dari panggilannya menjadi Pastor. “Saya sebagai anak pertama dari enam bersaudara - keluarga guru SD merasa tergugah untuk ikut meringankan beban orang tua ketika melihat adik-adik saya sudah ada dua orang memasuki Perguruan Tinggi. Sering kali muncul pikiran niat untuk keluar dan bekerja membantu orangtua” Kondisi demikian memberikan dampak emosi kecemasan pada YI, sehingga memunculkan keinginan untuk menggundurkan diri sebagai calon Pastor dan ingin pulang untuk membantu orangtua. Selain itu, kondisi ini mempengaruhi hidup rohani subyek, misalnya mengganggu konsentrasi subyek dalam berdoa. Berdasarkan narasi pengalaman ini dapat diselesaikan subyek dengan cara mengambil waktu untuk merenung. Merenung sampai batas kesadaran dimana subyek mampu berefleksi mengenai langkah yang akan diambil. “Pikiran tersebut coba kuolah dalam permenungan dan doa…..” “Setelah melewati pergulatan yang cukup, akhirnya saya sampai kepada kesadaran berupa pertanyaan refleksif “Apakah ada jaminan, kalau saya keluar pasti akan menyelesaikan masalah yang dihadapai orang tua? Atau malah peristiwa keluarnya saya dari Seminari malah akan menambah beban orang tua?” “Proses pengolahan pertanyaan refleksif itu membawa saya kembali kemotivasi dasar dan pengalaman sebelumnya sewaktu saya ingin menjadi seorang Pastor….” “Dari motivasi itu juga yang mengarahkan kembali ke jalan atau tujuan saya menjadi imam, sehingga jika ada arah menyimpang dari tujuan itu, saya harus kembali ke tujuan itu” Disini terlihat bagaimana kondisi subyek ketika menghadapi konflik dengan dirinya. Ketika konflik terjadi subyek tidak membuat sebuah keputusan. Subyek mencoba mengambil waktu untuk hening merenung. Proses hening yang terjadi disini merupakan komunikasi intrapersonal. Subyek menenangkan hatinya dan berbicara dengan dirinya mengenai kondisi yang mungkin terjadi seandainya subyek memutuskan untuk mengundurkan diri dari panggilannya. Ternyata proses hening ini membantu subyek untuk berbicara dan bertanya dalam diri sehingga memunculkan sebuah pilihan. Pilihan yang diambil subyek juga tidak lepas dari faktor lainnya, seperti motivasi awal subyek untuk menjadi