SUBYEK 2 KESIMPULAN DAN SARAN

bisa kq, buat anak banyak masak ga bisa, malah saya yang harus ikut nanggung, bapak saya ya diam dan tanda tangan aja, hingga saya tidak tau bahwa bapak saya tidak pernah ikhlas, baru saya tau setelah saya tahbisan diakon tahun 1981- 1980 okt baru bapak saya setuju, saya diberitahu tante saya. Ya ini dulu motivasi saya begini DAV: ya tidak terlihat seperti yang lainnya, ya begitu bukan seperti mewartakan kabar apa gt Lalu ketika sudah diterima dan masuk ke seminari menengah apakah ada pergulatan lainnya? Ga kerasa…ga kerasa…ya diasrama itukan…ya saya biasa liar gitu kan,biasa, ya kalau diasrama itukan harus ikut acara jam sekian, lalu ada apa, lalu jam berapa harus tidur siang, susah saya, lalu kalau apa itu, eee remi ketahuan itu dosa, ya saya selalu kena hukuman yang saya tidak tahu menau kalau itu salah, ya remi sanatai jam 9 malam dikelas itu, kan waktu itu ada jam rekreasi sendiri, tapi saya sama teman2 remi dikelaas, jaman dulu ada masih ada pembagian gitu diasrama, yang gede, lalu madya, lalu yang kecil, gt di mertoyudan, kan ga boleh kl ke bagian yang lain, nah saya sering dulu ke bagian anak2yang kecil2, karena dulu saya sering mendampingi anak2kecil dirumah, nah ituuu dosa, lalu jalan itu sentuhan gitu ada aturan regula status namanya, gandengan itu ga boleh, karena ditakutkan aakan adanya persahabatan yang intim gitu ya, tapi ya saya ga mikir itu, saya jalan2 gandengan itu yaa dosa, ya itu akhirnya saya mendapatkan hukuman yang tidak jelas, lalu kalau menipu itu ya pernah gt, kalau ada undangan pesta dirumah teman, ijinnya pulang, padahal ga ada pesta, lalu ketika waktunya harus kembali, ternyata kembalinya ga bareng2 dan akhirnya ketahuan, ya di mertoyudan sebagai seorang remaja ya konfliknya sepertiitu, hal2 yang menurut saya biasa liar ya bebas lalu hidup dengan system 44:27 Hanya saja saya suka merasa apa ya, merasa sedih kalau ada teman yang keluar mengundurkan diri dari seminari. Padahal saya liat mereka yang keluar itu pinter2, rajin, tekun, sopan ya dibandingkan dengan saya. Makanya ketika ada yang keluar saya lalu lari ke kapel. Doa dan bertanya kenapa teman saya yg seperti itu bias keluar, sys ring melakukan pelanggaran tetapi teman saya yang baik seperti itu kenapa keluar? Suatu saat pernah saya tanyakan hal ini kepada salah satu staff, dan staff itu mengtakan bahwa saya memiliki ketaatan. Tapi saya tetap tidak mengerti Waktu di seminari mertoyudan berarti Romo KPA? Waktu itu BCA belum ada KPA kl yang dari SMA, kl yg dari SMP itu BCP, di BCA itu 2 th, tapi dulu kl yang nilainya oke oke itu bs 1 th, sy bs 1 th, tp saat itu saya merasa belum siap yak arena rohani saya belum siap, jd saya minta wktu itu ikut yang biasa2 saja. Ceritakan Romo ketika di seminari tinggi hingga Romo ditahbiskan? Saya mulai ditingkat satu wktu itu,masuk ya gitu…ya saya memang saya tidak suka dengan suasana disiplin ya begitu misalnya jam malam begitu,saya kan apa ya ga pernah puas begitu, tidak pernah puas dengan bimbingan, kuliah ya kuliah begitu saja,rohani ya renungan meditasi sendiri,semua ada jamnya, sehingga suatu saat saya punya kelompok, kelompok kecil bertiga orang, klo uda malam itu lampu mati, dulu belum ada listrik PLN jd cahaya menggunakan lilin, kami ambil lilin di kapel, lalu pergi kebawah meja lalu kami tutupi dengan kain dan cahaya lilin itu,kami lalu membaca kitab suci, klo ketahuan itu pelanggaran lo kl jaman dulu,hehehe…padahal baca kitab suci,heeeehe,ya saya tidak puas dengan yang diberlakukan itu, jd saya tidak pernah puas dengan aturan yang diberlakukan disana itu,lalu dari segi fasilitas saya merasa kurang,ingin nuntut ini,nuntut itu…na ketika tingkat satu itu saya merasa kq hanya seperti ini, hanya itu saja, sehingga saya ingin apa…ingin sakit, sakit pakai opname..biar bebas gt,heheee..kl di mertoyudan dulu opname itu gara2sakit mata itu belekan,ya itu diasingkan,jd bebas dari rutinitas,saya juga pengen nah pas kebetulan saya sakit opname,jd sehari-hari jika teman2 kuliah saya hanya melihat mereka berangkat kuliah. Perasaan kurang itu membuat saya terus berpikir, saya tidak bisa hidup jika tidak dari keringat saya sendiri, jadi karena itu saya memiliki alasan kuat untuk mengundurkan diri. Saya ingin hidup dari kerja saya sendiri.lalu saya menghadap dan mengatakan saya keluar, jika selama 2 tahun saya tidak kembali ke seminari, berarti saya tidak terus melanjutkan di seminari. Dah saya keluar, sejak saat itu saya belajar hidup tidak dibantu orang tua, saya kembali ke paroki, sebetulnya saya keluar itu saya mengajar di SMA…saya mengajar di SMA itu,lalu bapak saya bertanya kepada saya,”kamu masih mau menjadi pastor ga?” lalu saya menjawab “masih”,lalu bapak saya bilang “kalau masih mau menjadi pastor, jangan jadi pegawai” nah saya akhirnya tidak mengajar lagi, karena bapak saya ga boleh,tp saya tetap aktif di paroki,lalu saya ikut training ancounser untuk rekaman2an sandiwara,lalu saya rekaman dan dapat uang,lalu ada pentas di ambarukmo, saya ikut pemain gamelannya, ikut aja gt lalu ada salah satu pemain yang kosong, saya ditanya kamu bisa, klo gamelan saya bisa, akhirnya saya main gamelannya. Lalu setelah itu ada wayangnya saya coba main2kan,ada orang bilang bisa main wayang dek, saya jawab bisa padahal waktu itu lakonnya asal2an, saya main fragmen 1 jam, lalu saya dijadikan dalang diberikan jadwal main,ya dalang yang asal2an aja, ya dari situ saya hidup saya ambil honor saya 30 ya saya bisa beli makan, beli kebutuhan sehari-hari, lama-lama saya hidup ya kaya sepeerti itu, tapi dari hidup yg seperti ini lama2 ada yang tidak bisa hilang, saya ingin kembali ke seminari. Padahal dulu saya asal2an,tertahan gitu,lalu karena itu setelah 2 tahun saya daftar lagi ke seminari, masuk lagi..dah ya setelah itu konfliknya itu biasa seperti berani dengan staf. Lalu konflik terbesar saya sadar saya itu adalah saya tidak punya cinta itu, karena saya dengan orang tua tidak bisa mesra, bawasanya saya konflik dengan teman dan staf itu biasa ya, tapi konflik batin terbesar ya itu saya tidak bisa mesra dengan orang tua, sehingga saya harusnya tidak boleh ikut topper tahun orientasi pastoral itu. Saya lalu mengalami kecelakan, saya tidak ikut ujian dan berharap ada penundaan tingkat setahun, ternyata eeee saya disuruh naik tingkat, ternyata ujian saya dibuat dobel, tingkat 5 dan tingkat 6, ya lulus aduuuuhh..saya berjuang untuk menunda tapi ternyata tidak bisa,ya saya masih tidak bisa mesra dengan orang tua, tapi saya belajar untuk mencintai orang tua karena saya ingin menjadi imam, tapi karena mesra itu ukurannya mesra ya afektif ya, saya tidak ada.sampai sekarang. Dengan bapak saya sekarang sudah meninggal dengan ibu saya…saya ga bisa.lalu pada akhirnya saya mendapatkan bimbingan bahwa cinta itu tidak perlu mesra, cinta itu tidak perlu romantic, cinta itu bisa egosistis, nanti kalau ga cocok nanti ga mau lalu Rm.Mangun mengatakan cinta itu tidak melulu dengan orang tua, kalau tidak tau orang tuanya lalu dicariin itu wayang…ya ga mesti begitu ..ya saya selalu mendapa tkan bimbingan itu saya mencoba…ya begitu,dan 2 bulan sebelum sy tahbisan bapak sy meninggal. Dan saya bau tau bahwa selama ini bapak saya tidak pernah setuju saya jadi Pastor, sampai pada tahbisan diakon beliau bilang pada tante saya ya sudah kalau memang itu panggilannya dia, saya rela. Sehingga kalau waktu itu libur saya tinggal di rumah bapak saya tidak mempersoalkan itu. Saya sebelum mau ditahbiskan sempat berkonflik dengan bapak saya, saat itu keluarga saya merancang untuk mengadakan pesta tahbisan saya,tapi saya tidak mau,padahal saya dari keluarga yang cukup mampu, tapi saya tidak mau, karena saya diajarkan bapak saya untuk hidup sederhana, merasakan kesulitan orang lain, saya punya teman2 itu sekolahnya tidak tinggi2..smpe saya itu dulu dibuatkan sepatu khusus, karena kaki saya pincang..tapi saya bisa lulus perguruan tinggi dan ditahbisakan..distu saya tidak sampe hati melihat teman2 saya, nah itu konfik besar dengan keluarga. Sampai bapak saya sebelum meninggal menitipkan surat kepada pembantu saya, isi surat itu ya bapak saya minta maaf, maaf kl selama ini suka marah, melakukan tindakan yg tidak menyenangkan, bapak saya juga mengatakan bahwa dirinya bangga kepada saya karena telah mampu mengambil jalan hidup seperti ini. Saya konflik dengan keluarga saya samapai berani dengan om tante kakek saya saya katakan sini uangnya saya terima, nanti akan saya bagikan kepada mereka yang membutuhkan,karena apa saya tidak mau menjadi Romo yang mencari uang nantinya. Ketika mau tahbisan ada rame gitu sehingga saya mesra tidak beres apa itu kerohanian, tidak mesra dengan keluarga selalu konflik tidak disiplin dengan keluarga ya sudah jadi keyakinan itu ya pasti konflik tapi saya bertahan ,meskipun ya saya gelisah tapi saya bertahan yg sampai sekarang menurut saya itu sering muncul dalam mimpi, mimpinya masih dikentungan gt dikentungan studi gitu mimpinya,habis ujian ga bs,atau saya keluar dari Imamat karena tidak layak jd imam itu sering, sering itu saya alami, itu klarena tdk puas banyak ketidakpuasan, sering m,impinya itu gioyah lagi, belum tahbisan heheheh sy merasa ini..nti setelah tahbisan itui perkaranya warisan kan sy anak tunggal jd tahun pertama tahbisan saya ngurusin rumah karena banyak saudara mau menempati rumah dikontrakan mereka butuh uang tapi rumah dibiarkan gitu aja lamupu mati, yaaaa…akhirnya rumah saya jual,lalu ibu tiri itu selalu itu anak saya,ada 2 yang katolik sy tidak pernah memaksakan, ya saya mau mengurus mereka kl mereka ada yang sakit diluar itu saya ga mau.secara hukum kan sudah ga ada tanggung jawab lagi karena sudah dicerai, tp mereka selalu mengaku itu anak saya itu anak saya. Lalu kalau secara hirarkis itu nanti larinya konflik dengan temankan saya itu tidak pernah puas ya, lalu ketika saya merancang sesuatu, nanti dikatain kok cuman begitu saya kan terbentuk praktis, selalu ada ide yg lain cuma ikut2 nanti pas jadi kok cuma begitu, yang lain hanya berpikir konsepnya tapi tidak bisa dijalankan saya yang praktis2aja dan bisa dijalankan..apalagi kondisi saya yang pincang tidak sepereti yang lainnya, secara liturgis memang ada hambatan, ya saya ubah akhirnya hehehe saya hanya ikut Uskup dan melayani umat, tahun 88 kuliah di Manila Sosiologi dan semakin mendalami bahwa small is beautyfull hehehehe…konflik karya misal projo dengan SJ karya museum tenaga dari keuskupan karya SJ, jadi rebutan musiografi umum, musiologi menekankan nilai2nya lalu saya banyak kerjaan yang diberikan kepada saya yang belum jelas jaman itu karya inkonvensional karya missioner kemasyarakatan. Lalu saya berpikir merenung itu, saya lalu melihat apakah masalah ini frustasi atau derita. Kalau penderitaan ini salib, itu yang dari karya, kalau frustasi itu hanya perasaan beban bukan karena karya. Lalu dari karya itu ada ekses krn sering tampil yang mengagumi banyak termasuk perempuan yang terlibat sejak frater itu ada wuaaa ya itu susah, lalu saya berpikir ini derita atau frustasi. Suatu ketika frustasi itu, keselahan saya kalau sudah dekat perempuan jawa itu matriarki bukan patriaki, sehingga anak itu lebih dekat dengan garis ibu, saya belajar dari itu saya mulai belajar dari situ. Awalnya mulai diajak jajan, lalu ditawarin, mau saya bantu pijetin Romo?,ya gitu pelan sekali tidak sadar nanti kalau sudah gini saya mulai dikuasai satu sisi ga sampai hati nah inilah frustasi. Sampai kalau dipastoran itu ada yang tunggu saya, saya sengaja untuk ga pulang kepastoran dulu baru sampai dia pulang, ternyata belum pulang, itu konflik tidak hanya sekali tapi lebih, ya awalnya dari kasihan it terus secara tidak sadar ya itu nang ning nungn lama kelamaan sadar saya harus bisa menjaga diri sampai 20 tahun imamat masih kacau balau soal ini,hihihi….ya setelah apa itu mulai ambil jarak dari karya lebih banyak hening sebetulnya imamat ke 23 mulai peka ada kekebalan sekssologi, karena memang saya senang hehehehe….23 itu saya mulai peka saya kan terkenal enak kalau kotbah kalau formal saya ga suka..dulu saya sering dapat surat kaleng, ternyata umat menerima saya apa adanaya Konflik bagi saya sudah ada bagian dala m hidup…kalau disuruh positif thingking, kalau ga bisa kenapa harus positif thingking..konflik itu sah dihadapan Y esus, konflik itu sah itulah hidup….kalau hidup searah seimbang itu pasti mandek…nah itulah dinamika orang harus sadar pada dirinya sendiri dulu orang harus sadar biasnya dulu..kalau sudah sadar bisa hadir sebagai prbadi dengan persona…sadar keunikannya sadar akan biasnya 26 tahun imamat sudah mulai pinter,hehehehe…….ya itu yang bisa saya sharingkan.

C. SUBYEK 3

Slamat pagi Romo Ya slamat pagi terimakasihRomokarena telah menyediakan kesempatan utk wawancara kali ini. Pada kesempatan ini, saya terlebih dahulu ingin bertanya ttg biografi Romo, siapakah Rm kardi itu?lahir dimana, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yg seperti apa?Sekolah dimana?sampai akhirnya mau memutuskan untuk menjadi pastor Ya nama saya Yulius Sukardi, lahir di sangit Kulon progo, tanggal 18 November 1942, waktu kecil saya SD negeri karenawaktu itu ga ada SD Katolik di tempat saya. Setelah tamat SD saya masuk SMP PL boro tahun… eee Agustus 1955, waktu itu saya sudah kost, jadisetelah SD dari SMP saya kost sama kakak saya. Selesai tahun1958 dari situ ikut tes masuk ke Seminari Mertoyudan dan masuk kesana tahun 58. Disana lulusan SMP mengikuti pelajaran persaman dengan mereka yang dari SD, karena waktu itu masih ada anak Seminari yang dari SD. Lalu saya jadi satu kelas denganteman-teman yang dari SD tadi, disana masih 4 tahun, distu juga masuk persamaan SMA, jadi ijasah negeri ijasah umum, ujiannya dimagelang waktu itu, dari situlah kami memilih, ada beberapa pilihan komunitas imam atau imam itu berbagai macam, seperti SJ MSF, trapisatau Projo, yang lainnya ga begitu nampak karena kami tidak diberi gambaran yang lain. Lalu saya memilih Projo, ber 9 lalu masuk ke Seminari Tinggi di jalan code waktu itu. Nah itu perjalanan umum saja, kemudian ada perubahan-perubahan situasi di tahun 65 dan sebagainya akhirnya kami th 67 pindah ke kentungan, selesai disana th 70 tapi waktu itu saya sakit. Akhirnya ber 4 yang selesai dari yang masuk ber 16, 9 dari Seminari Menengah, yang ditahbiskan cuma ber 4, setelah 7 th pendidikan…yang 2 ditahbiskan akhir th 70 yang dua ditahbiskan 25 agustus 71, saya ditahbiskan 25 agustus 71, itu perjalanan di Seminari Menengah sampai Seminari tinggi, itu hanya umum…tapi sebenarnya kami ada perjuangan- perjuangan yang kami alami…Seminari Menengah, perjuangan yang kami alami sebagian besar adalah masalah studi, masalah lainnya tidak begitu terasa, memang masalah studi yang terlihat sangat berat, sehingga ada “fak faktor” yang memang terasa berat, harus ada perjuangan lah istilahnya begitu, dalam pergaulan memang juga sedikit terasa, dalam pergaulan itu ada, saya kan anak ndeso dengan teman-teman yang dari kota, istilah minder itu ada, jadi mereka yang dari ndeso ada perbedaan-perbedaan fasilitas yang diberikan dari keluarga, meskipun tidak mencolok, meskipun kita sama, asrama sama, makan sama semua sama tapi tetap ada yang mencolok perbedaannya, ya karena dari asal nya itu ya.Ya saya kira perjuangannya yang mencolok adalah studi dan asal. Keluarga saya katolik semua, kami ber 6 6 bersaudara, eee sebenarnya waktu itu ber7 tapi adik saya meninggal waktusaya di Seminari Menengah, jadi sekarang saya yang kelima. Kemudian masuk ke Seminari Tinggi hampir sama masalah studi butuh perjuangan, ya nilai saya dapat dikatakan tidak terlalu jelek tapi juga tidak terlalu bagus, ya butuh perjuangan tapi yang namanya her atau remidial saya tidak pernah mengalami meskipun nilai tidak baik, saya harus berubah. Tapi ada juga keluarga yang menggoda, adasalah satu anggota keluarga yang mengoda saya untuk tidak menjadi imam, saya tidak tau itu serius atau hanya lemparan untuk sayaagar berpikir, tapi itu yang membuat saya berpikir terus melanjutkan atau keluar. Tapi juga karena teman, ada ju ga teman yang mengajak “yo metu wae yo dari pada disini,ngapain disini?” tapi kalau keluar itu kan harus bertanggung jawab, meninggalkan panggilan itu kan harus bertanggung jawab. Memang ada waktu itu teman-teman yang mengajak keluar karena kehidupan di as rama itu waktu itu karena ga cocok dengan staff….ada kebijakan-kebijakan yang tidak disetujuikami itu ada …dari keluarga itu ada, meskipun tidak semua keluarga tapi ada salah satu dari keluarga, dan dari teman itu juga ada, tapi itu jadi pertimbangan, lalu lainnya ada, jadi waktu itu saya dipertengahan di Seminari Tinggi pada tahun orientasi ditempatkan pada pabrik 10 bulan, kami ber 2 orientasi tidak di paroki tapi di suatu lembaga untuk belajar tentang suatu kemasyarakatan nah temanku itu dibidang pertanian, sedangkan saya dibidang buruh, karena buruh saya harus kerja jumat sabtu, bekerja dipabrik seperti buruh itu, temanku bekerja di sawah, nah eeee rupanya saya ga tahan distu karena t4 kerja saya lembab saya tidak tahan distu dan menyerang paru-paru..diakhir tahun oreinatsi itu saya terkena sakit paru-paru, kemudian itu kembali pada akhir tahun studi, tahun terakhir studi saya kena sakit yang sama maka saya kena sakit yang sama 2x sehingga saya ditunda, itu masalah kesehatan yang mengganggu ataumenghambat saya. Masa penyembuhan itu membuat saya jenuh, karena disitu dokter selalu mengatakan kamu harus benar-benar sembuh, jadi ada flek di paru-paru itu, benar-benar penderitaan, begitu dan sangat mencolok yang membuat sedikit menghambat panggilan….Dari keluarga ada, dari teman ada, dari sakit yang aku alami.Kalau dari pergaulan tidak terlau mencolok.Saya punya kelompok membentuk kelompok dengan teman, yang pada akhirnya kelompok ini juga menguatkan panggilan. Kembali di awal apa yang memotivasi Romo untuk menjadi pastor? Awalnya tdk terlalu jelas, cuma pada waktu SMP saya kelas 2 SMP saya dipanggil Bruder Kepala sekolah, Bruder bertanya kamu pernah berpikir untuk masuk ke Seminari menjadi pastor ga? Ya lalu saya menjawab ga pernah, karena saya memang ga ada bayangan masuk ke Seminari, terus kelas 3 kembaliBruder bertanya kembali dan saya disuruh matur ke RomoParoki, lalu saya dipertemukan dengan RomoParoki dan distu saya bertanya apa itu Pastor? Bagaimana mejadi Pastor?dsb, tidak terlalu jelas cuma pada waktu SMP itu saya jadi misdinar itu senang ya pake jubah jalan di gereja waktu itu, ya begitu akhirnya saya daftar dan diterima saya masuk ya sudah saya masuk lama- kelamaan mengolah panggilan itu…ya saya hanya merasa kalau dipanggil ya bersyukur lah,awalnya begitu aja LalubagaimanaRomo yakin bahwa ini adalah panggilanku? Ya akhirnya saya merasa bahwa saya bisa menikmati, artinya gangguan- gangguan itu tidak terlalu menghalangi, kalau Tuhan tidak menghendaki ya pasti akanada sesuatu, tapi kalau tidak ada ya jalan terus apapun itu. Kalau saya berhenti saya harus bertanggung jawab sebab apa saya keluar, tapi kalau tidak ada alasan kuat ya saya terus, kalau pimpinan itu tidak memberikan peringatan yang mempertimbangkan saya keluar ya saya tidak keluar, ya meskipun pada akhirnya membawa pemikiran ngapain jadi Romo ya ituterus aja berjalan, berjalan sama ada pendampingan gitu aja Tadi waktudi Seminari Menengah sampai Tinggi itu ada halangan dari studi, teman, keluarga, tidak cocok dengan staff…Bagaimana caraRomomengatasi masalah tersebut? Ya mengatasinya kalau dikeluarga saya mempertimbangkan, saya bertanya siapa yang mengusulkan itu saya liat alasanya apa, sama teman juga gitu kita bicarakan alasan keluar apa?kita bicara akhirnya ga ketemu suatu alasan yang bisa dipertanggungjawabkan ya akhirnya karena rasa bosan, suasana yang begitu-begitu aja sepi ga ada tantangan ya gitu aja Untuk semua seperti kebijakan dari staf dan studi apakah sama menyelesaikanya? Ya gitu….sama saya liat kalau saya masih bisa terus dengan studi saya ya saya terus, memang ada yang karena masalah studi harus ada yang berhenti, ada yang karena masalah keluarga karena dia harus membantu keluarganya dan harus berhenti juga ada, terus ada yg kerja dulu keluar terus kembali lagi juga ada…ya kembali ada gayang bisa dipertanggungjawabkan dari alasan keluar dari Seminari itu? Biasanya ada pertimbangan dari teman dan pembimbing rohani, iu sangat mempenagaruhi terlebih pembimbing rohani, selain untuk itu juga untuk mengaku dosa, jadi harus ada pembimbing rohani. Lalu saya pernah mendengar kalau saat sebelum tahbisan itu saat-saat penting? Ya memang untuk sebelum tahbisan itu kita harus retret ya, karena memang harus memutuskan apakah iya atau tidak, ditahbiskan jadi daikon aja kita harus tahu bahwa penentuan selibat itu distu, itu biasanya gitu, itu juga dibantu dengan proses sebelumnya proses di Seminari…lalu kalau keluar juga ga hanya karena alasan selibat, meskipun akhirnya nanti kalau keluar ya menikah, tapi juga ada misalnya yang terlanjur akrab d an menikah…Ya itu dipersiapkan dengan retret…kami waktu itu ber 3 retret, kami lebihh dikuatkan dengan teman, yang 1 bruder, 2 imam kami lebih dikuatkan karena teman tapi memang harus kekuatan pribadi juga, tapi teman saat itu juga nampak. Sebagai Pastor, tugas-tugasapa yang pernah Romo lakukan? Saya selalu ditugaskan di Paroki, saya tidak pernah ditugaskan ditempat yang lain, jadi dari paroki ke paroki, dari satu paroki ke paroki lain, itu tugas saya. Jadi sampai sekarang saya itu sudah mengalami di 8 pa ya?mm wedi, kalasan, magelang, katedral….mmm ooo 9 sama yang sekarang ini. Bisa diceritakan pengalaman di paroki yang membuat Romo harus bertahan dengan imamat Romo? Ya kalau bertahan dari imam, memang ada gangguan banyak…kedekatan- kedekatan dengan wanita baik yang muda atau ibu- ibu…itu mengganggu kehidupan pribadi imam dan imamat dan pelayanan atau karya…kalau mau dibagi 2 ada hidup pribadi dan karya…kalau pergaulan dengan wanita itu rawan..saya selalu mengalami dekat dengan wanita, itu susah juga..saya juga berpikir kenapa kq mereka mau dekat? …disinilah jadi masalah…tapi saya belum pernah dipindah karena masalah itu, ini membuat doa jadi lemah, konsetrasi ga bisa, pelayanan umat jadi kurang karena harus memperhatikan orang itu, belum lagi isu gosip, sepanjang ini saya mengalami masalah-masalah itu, walaupun belum sampai saya dipindah karena kasus itu, tapi kalau mengalami saya mengalamai dan eeee memang tidak mudah ya untuk menghindar, berusaha menghindar tapi berat juga karena eman-eman punya kenalan baik begini, tapi dihindari gimana…setiap paroki itu ada…itu bs mengganggu kehidupan pribadi…kalau kehidupan pribadi terganggu berarti bisa mengganggu ke karya kan….itu saya akui ada dan cukup banyak….apalagi sekarang itu ada sms dsb itu sangat mengganggu…tapi ya itu pergaulan…kemudian kerja sama dengan mitra kerjaparoki misal dewan paroki…saya pernah mengalami disuatu paroki dengan dewan paroki..nah ini harus hati-hati menurut saya, karena pada waktu itu semua dewan paroki memgundurkan diri, ini pengalaman paling pahit saya, melalui surat tertulis mereka mengundurkan diri dan dengan dilengkapi alasan dan caci maki terhadapatRomo, kemudian ditempelkan dipengumuman gereja dan disebarkan ke umat….wah itu paling menyakitkan ini. Mundur dengan tulisan yang menyakit kan itu berat…saya akhirnya pindah ketempat yang jauh agar tidak membebani…itu bisa terjadi dengan dewan pengurus gereja, umumnya karena ide yang tidak cocok, masalah kebijakan-kebijakan keuangan rawan itu dengan dewan, biasa masalah disitu bentrok disitu. Itu dengan dewan, mmm lalu dengan rekan sesama Pastor dengan rekan ini eeee seharusnya kita dalam satu pastoran ini kompak seharusnya. Permasalahan yang paling berat diparoki adalah kalau dia tidak cocok dengan kawan…ini lebih berat dari pada dengan dewan tadi.. selama saya 9 paroki, saya pernah mengalami 1 paroki yang tidak nyaman…eeee 2 lah 2 paroki yang membuat saya tidak nyaman, dia cari cara sendiri, tidak berkomunikasi, saya waktu itu pastor pembantu, itu awal dulu 3,5 thn dari 1971-1975 an, lalu saya jadi pastor kepala paroki terus, sampai terakhir kemarin, saya diminta pindah ke sini, saya minta kepada Bapak Uskup agar tidak menjadi pastor kepala paroki di tempat yang baru. Sehingga saya di Mlati ini tidak menjadi pastor kepala paroki. Nah kembali tadi, meskipun saya jadi wakil kepala paroki, tetapi temanya tidak oke ini penderitaan disuatu paroki dan itu jelek, terus terang aja itu jelek untuk pelayanan umat karena umat itu tau Romonya tidak klop umat tau merasa, lalu kita membuat apa ya a saya dekat dengan ini, dia dekat dengan itu sehingga membuat umat bentrok karena diwarnai oleh Romo, ya saya kan kadang cerita ya karena kesel dan muncul di paroki..ini jelek tapi ini muncul..yang sana juga cerita dengan umat lain, akhirnya muncul cerita ini itu ya jeleknya disitu, lalu waktu diparoki tidak kompak sama sekali, ga enak di rumah ke yang lainnya juga. Jadi selama 9 paroki saya mengalami yang ekstrim 1 dan yang ga enak 1, ga enak misalnya satu contoh kita makan pagi, tiba-tiba dia ga ngomong tanpa kita tau sebab apa dia tidak ngomong, itu ga enak sama sekali makan bareng itu ga enak…itu beban yg berat bagi imam diparoki, ga kompak dengan temannya gaaaa uenak banget. Apalagi kalau jumlahnya sedikit 2 orang gitu…ngeri itu, ngeri…tapi kalau 3 yang ini cerita sama si a yang sini juga sama a, kasihan yang a itu..untung ditempat saya tadi itu yang dewan itu, pastornya kompak jadi masih aman…coba dewan ga kompak sesama teman ga kompak wuih ngeri itu…ya biasa nya tantangan seperti tu diparoki…bagaimana mengajak berpikir bersama, membuat kebijakan bersama, aturan bersama itu tidak mudah…kl tidak cocok harus cocok dulu… Ada lagiRomo…tantangan lainnya? Ya dengan pimpinan, kalau projo harus taat sama uskup ya, tapi ya kita baik-baik dengan uskup, ya kalau ga cocok ya jalani aja gitu to..tapi kita disini ga pernah berontak, walaupun ga cocok tp kita diem, ada kebijakan yang tidak cocok, tapi ya dijalankan, diem bukan berarti ga ada masalah, hanya saja kita telah janji untuk taat sama uskup waktu ditahbiskan kita har us taat,“ra cocok ya dilakoni, ngerasani, dilakoni tp ga sepenuh hati”…itu ada…. Dari tantangan itu ada ga pengaruh dengan imamat?? Ya Cuma dilakoni gitu aja karena ga cocok…imamat itu tidak diukung oleh lainnya…hidup imamat itu kan tumbuh juga karena didukung oleh hidup pribadi, teman-teman oleh pimpinan, itu kan semakin berserah imannya, semakin kuat imannya inilah jalan hidupku aku semakin bahagia itu kan seharusnya begitu….nah tapi dengan tantangan itu akhirnya jadi bosan “kq gt ya” nah kl ga kuat gitu kan akhirnya ditinggalkan ada orang pastor yang ga cocok dengan Uskupnya dia keluar itu ada, karena dengan pimpinan ga cocok Bagaimana Romo bisa kuat menghadapi permasalahan-permasalahan itu? Saya tidak tau mungkin karena banyak orang yang mendoakan…saya yakin mereka mendoakan, umat paroki juga sudah mendoakan imam nya itu yang dipercayai tiap Romo,bahwa umat paroki mendoakan imam atau pastornya dan juga pasti ada yang mendukung tidak semua yang membenci, pasti ada yang mendukung dikuatkan oleh mereka yang medukung Suatu contoh, waktu yang dewan paroki mengundurkan diri, tiba-tiba banyak orang yang datang dan memberikan bantuan kepada gereja untuk membangun gereja…kami heran kq begitu orang-orang itu mundur banyak yang datang membantu…jadi walupun ada masalah pasti ada juga mendukung…mungkin doa itu juga….atau juga pulang kerumah misalnya ada pemberkatan rumah saudara, pernikahan saudara itu juga, menguatkan ya ibaratnya masih ada pengakuan, jadi pasti doa…lalu orang-orang yang mendukung itu, ya saya kira umumnya itu saya sendiri yang mengalamai itu. Berdasarkan pengalaman-pengalamn tersebut dan usia imamat hingga kini, apa yang Romo dapatakam? Saya telah dikuatkan, saya sudah mencapai imamat yang kesekian…apalagi yang saya cari?? Ya dengan segala perjuangan masalah-masalah yang saya lewatkan akhirnya bisa mengatasi…mau cari jalan apa lagi?bukan apa boleh buat?…tapi dari masalah yang bisa diatasi…berarti jalan ini jalan yang harus disempurnakan syukur sampe nanti dipanggil Tuhan, semoga mati tetap menjadi imam ya seperti itu…akhirnya kalau berpikir mau mencari jalan lain, dulu sudah pernah mengalami, kenapa ga dulu aja keluar ya to?kenapa kq sekian lama baru mau keluar…tetapi paling tidak sudah melewati bebarapa tahun ya harus kuat. Menuru Romo krisis panggilan itu apa sih Romo? Krisis panggilan suatu hal yang biasa terjadi hal inikarena kita kurang memelihara dengan tugasdan kewajiban yang harus dibuat, refleksi prbadi atau harian, perjumpaan dengan teman sharing dengan teman ini kadang-kadang menjadi apa ya kalau itu ga dipelihara krisis itu muncul…jadi kita ga kuat menjalankannya. Kalauuda imamat tahbisan itu harus yakinnn. Misalnya seperti menikah sebelum itu kan ada perisapan sehingga akhirnya yakin memutuskan untuk menikah, jika di tengah jalan ada sesuatu dan tidak diteruskan berarti kan dia tidak memelihara janji yang pernah diucapkan, sama seperti itu panggilan menjadi imam, maka sebenarnya kalau dipelihara dengan baik maka akan selamat…kenapa kq bs jatuh karena ya tidak dipelihara gitu…jadi saya kira masalahnya kurang merawat kurang memelihara, nah memeliharanya dengan macam-macam antaralain, misalnya punya teman untuk sharing, kumpul dengan teman itu karena ada ditempat kami, kalau sendiri kan ga didukung…kalau merasa ga didukung nanti cari pelampiasan ke yang lain, ya nantinya berpengaruh pada pelayanan, misa seadanya,cuma sekedar baca aja…ya semua pastor pasti mengalami hanya besar kecilnya krisis yang dialami…krisis imamat, iman nya penyerahan kepada Tuhan yang menjadi kurang, gitu.