Pastor. Selain itu, peran pembimbing rohani juga memberikan kekuatan subyek untuk mempertahankan panggilannya.
Narasi YI mengenai peran sebagai anak pertama menggambarkan narasi progresif. Narasi progresif adalah narasi yang menggambarkan
kehidupan sebagai suatu rangkaian tantangan yang mengandung kesempatan untuk maju. YI merefleksikan peristiwa yang dialaminya dan
menjadikan kesempatan ini untuk menguatkan melihat kembali motivasi awal panggilannya sebagai pastor.
Konflik dalam narasi ini masuk dalam krisis psikososial inisiatif versus rasa bersalah. YI merasa sebagai anak pertama ikut
bertanggungjawab membantu kedua orangtuanya. Hal ini membuat YI merasa cemas dan ingin mengundurkan diri dari masa formasi. Kekuatan
dasar dari konflik ini adalah tujuan. YI melihat kembali apa yang dialami melalui proses refleksi dan mengarahkan kembali tujuan melihat motivasi
awal panggilannya menjadi pastor.
2. Krisis Relasi dengan Instansi Formasi Seminari Tinggi
Narasi kedua menceritakan mengenai keraguan YI memilih seminari tinggi. YI merasa ragu ketika melihat dan merasakan perbedaan
gaya hidup di seminari tinggi dengan seminari menengah. “Saya melihat kehidupan di Seminari menengah dan disini Seminari
Ti nggi berbeda”
“Kalau di Seminari menengah semua di atur secara tertib dan disiplin, sedangkan disini tidak, misalnya pulang harus minggu malam, tapi ada
yang pulang senin pagi tapi tidak ditegur. Hal ini terjadi karena pendekatan Romo Rektor yang berbeda,
beliau berprinsip “ya kalau ada teman-teman yang melanggar nggak pernah ditegur barangsiapa yang
melanggar silahkan datang ngomong gitu dan mengakui kesalahan”
YI merasa ragu apakah pilihannya bergabung dengan tarekat OMI
merupakan pilihan yang tepat atau tidak. Bahkan dalam hidup rohani subyek juga mengalami penurunan. Hidup rohani yang dimaksud seperti
berdoa. “saya mulai merasa ragu-ragu”
Lalu melihat kehidupan keteraturan yang berbeda itu membuat saya ragu- ragu, “apakah saya tidak salah pilih?”
Saya m erasakan “kok hidup rohani rasanya turun ya dari seminari
menengah?” Apa yang dialami, oleh YI dibicarakan kepada pembimbing rohani. Peran
pembimbing rohani dalam memberikan masukkan cukup penting. YI tidak diberikan jawaban langsung oleh pembimbing rohani, namun diberikan
pertanyaan untuk direfleksikan. YI pun membanya dalam permenungan, mengambil waktu hening untuk merenungkan permasalahan yang dihadapi.
“Hal ini membawa saya pada permenungan” saya mulai berpikir membawa saya pada kesadaran ini “OMI ini hanya
salah satu dari OMI dan jika saya memilih OMI terus berpikir seperti ini berarti hanya emosionalku saja, belum tentu semua OMI seperti yang aku
rasakan” Kesadaran ini mengembalikan YI pada jalan panggilannya untuk menjadi
Pastor. Agar semakin dikuatkan subyek juga berdoa. Melalui pengalaman ini YI juga berpikir bahwa diri pribadi memiliki peran penting dalam
menghadapi situasi, tidak perlu menuntut orang lain. “Selain itu, masalah ini saya bawa juga dalam doa”
“kalau mau memperbaharui kehidupan bersama, jangan menuntut orang lain tetapi mulailah dari diri sendiri, mulailah merubah dari dirimu
sendiri
” waktu itulah saya mulai berubah dari dalam diri sendiri” Narasi YI mengenai relasi dengan instansi formasi menggambarkan
narasi progresif. Narasi progresif adalah narasi yang menggambarkan kehidupan sebagai suatu rangkaian tantangan yang mengandung
kesempatan untuk maju. YI merefleksikan peristiwa yang dialaminya dan menjadikan kesempatan ini untuk menguatkan panggilannya sebagai
pastor misionaris. Pengalaman masa lalu YI mengenai kondisi hidup menggereja dan kesadaran bahwa peristiwa tersebut hanyalah emosi saja
yang menjadikan YI semakin yakin akan panggilannya. Konflik dalam narasi ini masuk dalam krisis psikososial otonomi
versus rasa malu. YI merasa ragu-ragu terhadap keputusannya mengambil jalan sebagai seorang calon pastor misionaris. Kekuatan dasar dari konflik
ini adalah kemauan. Kemauan YI untuk berefleksi dengan mengingat kembali pengalaman hidup menggereja di masa lalu serta kemampuan YI
untuk menyatakan diri bahwa peristiwa ini hanyalah emosi menjadikan YI dapat melalui konflik ini.
3. Krisis Fisik Pengalaman Sakit
Narasi selanjutnya adalah pengalaman YI ketika mengalami ketidakberdayaan fisik. YI menderita sakit diawal masa-masa tahbisannya
dan terjadi kembali beberapa tahun kemudian. Pada awal YI didiagnosa penyakit kanker masih merasa biasa saja. Hal ini karena semangat menjadi
pastor baru masih tinggi dalam diri subyek. Seiring berjalannya waktu perubahan-perubahan fisikpun dialami subyek.