D. PEMBAHASAN
Hasil uraian pengalaman-pengalaman krisis dari ketiga subyek maka dapat dilihat bagaimana dinamika pengalaman krisis dalam kehidupan
pastor. Dinamika pengalaman krisis dalam kehidupan pastor merupakan suatu titik balik dalam menghadapi pengalaman konflik yang terjadi
sepanjang rentang kehidupan pribadi pastor tersebut. Pengalaman krisis sebagai suatu titik balik dapat dilihat dari narasi ketiga subyek yang
menjelaskan bahwa pengalaman krisis merupakan waktu untuk mengambil jarak dari permasalahan yang ada. Pengalaman krisis yang dialami
merupakan pengalaman sepanjang rentang kehidupan, hal ini dapat dilihat berdasarkan pernyataan ketiga subyek yang mengatakan bahwa pengalaman
krisis dalam kehidupan pastor merupakan pengalaman yang biasa terjadi, wajar, dan semua orang termasuk para pastor dapat mengalaminya.
Ada enam tahap krisis yang dialami oleh ketiga subyek dan di setiap tahap krisis ditandai adanya konflik-konflik. Tahapan krisis tersebut adalah
percaya versus tidak percaya dalam narasi pola asuh subyek 2. Otonomi versus rasa malu dalam narasi relasi dengan institusi subyek 1, relasi dengan
dewan paroki subyek 3, dan relasi dengan rekan pastor dalam satu paroki subyek 3. Inisiatif versus rasa bersalah dalam narasi peran sebagai anak
pertama subyek 1. Rajin industri versus rasa kecil rendah diri dalam narasi konflik karya subyek 2. Identitas versus kebingungan identitas dalam
narasi relasi dengan lawan jenis subyek 2 dan 3, relasi dengan pimpinan subyek 2 dan 3. Integritas dan keputusasaan dalam narasi menderita sakit
subyek 1. Konflik yang diceritakan bersumber dari masa lalu, peran sebagai anak dan konsekuensi dari interaksi antara subyek dengan lingkungan
sosialnya. Konflik yang bersumber dari masa lalu berkaitan dengan relasi
keluarga pola asuh. Pola asuh yang ditanamkan dalam diri seorang calon pastor, membentuk kepribadian dan cara berpikir dalam menghadapi
permasalahan hidup. Peran sebagai anak pertama mempengaruhi kognisi teringat orangtua dan sebagai anak pertama ada keinginan untuk menolong
orangtua dan afeksi rasa cemas, bersalah seorang calon pastor. Sedangkan konflik yang berkaitan dengan interaksi sosial yang menojol adalah
pengalaman relasi dengan lawan jenis. Relasi dengan lawan jenis wanita memang merupakan tantangan bagi subyek sebagai seorang pastor. Pada
umumnya manusia hidup untuk berkembang dan mempertahankan keturunan. Bagi para pastor pilihan hidup yang diambil adalah hidup selibat dan tidak
menikah. Tentunya sangat sulit ketika kebutuhan untuk mencari pasangan hidup harus disesuaikan dengan pilihan hidup selibat, sehingga ketika relasi
dengan wanita terjadi tentunya banyak godaan yang terjadi. Sebagai seorang pastor relasi diri pribadi dengan orang lain selalu terjadi. Perjumpaan dengan
orang-orang yang memiliki karakter berbeda tidak jarang memunculkan perbedaan pendapat pula. Perbedaan pendapat ini juga yang akhirnya
menimbulkan konflik. Pengalaman-pengalaman krisis yang dinarasikan oleh ketiga subyek
menunjukkan bahwa pengalaman masa lalu berpengaruh terhadap terjadinya
krisis. Pengaruh masa lalu bisa menjadi penyebab dan bisa menjadi pembelajaran ketika subyek menghadapi pengalaman krisis selanjutnya.
Narasi salah satu subyek menceritakan bagaimana masa lalu menyebabkan krisis yang dihadapi. Begitu pula dengan bagaimana subyek menghadapi
krisis, bahwa pengalaman masa lalu menjadi pembelajaran subyek untuk menghadapi krisis. Kekuatan yang dihasilkan dari krisis tersebut adalah
harapan, kemauan, tujuan, keahlian, kesetiaan, dan kebijaksanaan. Penelitian sebelumnya menganjurkan untuk tidak hanya terfokus
pada problematik di masa usia pertengahan. Oleh karena itu, penelitian ini mengulas kehidupan masa kecil, remaja, masa muda, hingga lanjut usia.
Hasilnya adalah seperti pada penelitian sebelumnya seluruh subyek berupaya mengatasi konflik yang dialami untuk mempertahankan panggilannya.
Semua narasi subyek ketika menghadapi konflik-konflik merupakan struktur narasi progresif. Struktur narasi progresif menunjukkan adanya
keinginan subyek untuk perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Setiap subyek berusaha untuk beraktualisasi diri dalam menghadapi konflik. Setiap
subyek terbuka terhadap pengalaman, berusaha dengan kemampuan diri, bebas, dan kreatif., memiliki kebutuhan akan privasi dan independensi, dan
resistensi terhadap inkultursi. Aspek psikologi afeksi subyek muncul dalam perasaan-perasaan sedih, sepi, merasa dikuasai situasi, sakit, pahit, tidak
nyaman, dan sebagainya. Apa yang dirasakan para subyek mencoba untuk dipikirkan dalam hal ini aspek kognisi spiritual-rasional berperan, subyek
mengolah pengalaman dan perasaan dengan cara menciptakan keheningan.