Pengalaman karya Narasi Sub Narasi Pengalaman Krisis

dengan pastornya. Relasi dengan sesama rekan pastor di satu paroki, perbedaan ide, tidak adanya kesepakatan, dan komunikasi yang kurang mempengaruhi pelayanan di paroki tersebut.Begitu pula yang terjadi dengan relasi kepada pimpinan uskup.Tantangan yang dialami subyek ini, terkadang membuat suasana hidupnya menjadi bosan, dan hanya menjalankan sesuatu begitu saja. Hal ini yang mungkin juga dirasakan oleh para pastor. Subyek mengatakan jika hal ini dibiarkan begitu saja, ada kemungkinan seorang pastor akan mencari pelampiasan rasa bosannya dan keluar dari imamatnya. Tantangan yang begitu berat ini dapat dilalui subyek, namun subyek tidak tau apa yang membuatnya dapat bertahan dalam panggilannya sebagai seorang pastor. Subyek hanya meyakini bahwa masih ada umat yang mendoakan, mendukung, dan membantu dirinya. Menurut subyek hal ini juga yang diyakini para pastor lainnya ketika mengalami krisis dalam hidupnya. Di akhir cerita Subyek juga menjelaskan apakah krisis dalam kehidupan pastor itu, berdasarkan dari pengalaman dirinya dan pengalaman dari beberapa rekan pastor lainnya. Apa yang dialami dan dirasakan subyek, kini dalam benaknya tidak memikirkan “apa yang perlu dicari?” Pengalaman hidup yang telah dialami menjadikan subyek semakin kuat dalam panggilan dan semakin ingin menyempurnakan panggilan yang disyukurinya. PEMBAGIAN CERITA AWAL Subyek menceritakan mengenai latar belakang kehidupan keluarganya. Subyek seharusnya 6 bersaudara, akan tetapi ketika subyek berada di Seminari Menengah, adiknya meninggal, sehingga subyek kini menjadi anak ke 5. Subyek berasal dari keluarga Katolik dan sejak SMP sudah tinggal di kos bersama kakaknya. Subyek berasal dari sebuah desa di daerah Kulonprogo. “Ya nama saya Yulius Sukardi, lahir di sangit Kulon progo, tanggal 18 November 1942, waktu kecil saya SD negeri karena waktu itu ga ada SD Katolik di tempat saya. Setelah tamat SD saya masuk SMP PL boro tahun… eee Agustus 1955, waktu itu saya sudah kost, jadi setelah SD dari SMP saya kost sama kakak saya.” “Keluarga saya katolik semua, kami ber 6 6 bersaudara, eee sebenarnya waktu itu ber 7 tapi adik saya meninggal waktu saya di Seminari Menengah, jadi sekarang saya yang kelima.” Awal panggilannya diakui tidak begitu jelas, sebab subyek sejak awal belum berpikir untuk menjadi pastor, bahkan informasi mengenai seluk beluk pastor belum banyak didapatkan. Hanya karena tawaran dan pertanyaan dari seorang bruder yang juga kepala sekolah subyek, akhirnya subyek dipertemukan dengan pastor paroki. Pertemuan inilah subyek mendapatkan informasi mengenai seluk beluk menjadi pastor. “Awalnya tdk terlalu jelas, cuma pada waktu SMP saya kelas 2 SMP saya dipanggil Bruder Kepala sekolah, Bruder bertanya kamu pernah berpikir untuk masuk ke Seminari menjadi pastor ga? Ya lalu saya menjawab ga pernah, karena saya memang ga ada bayangan masuk ke Seminari, terus kelas 3 kembali Bruder bertanya kembali dan saya disuruh matur ke Romo Paroki, lalu saya dipertemukan dengan Romo Paroki dan distu saya bertanya apa itu Pastor? Bagaim ana mejadi Pastor?dsb, tidak terlalu jelas” Meskipun demikian subyek memang masih belum mengerti panggilannya, hanya saja subyek saat itu merasa senang jika tugas misdinar dan mengenakan jubah. “cuma pada waktu SMP itu saya jadi misdinar itu senang ya pake jubah jalan di gereja waktu itu,” Pada akhirnya subyek pun mencoba untuk mendaftarkan diri dan diterima di Seminari Mertoyudan. Subyek memang merasa motivasi awal untuk menjadi seorang pastor biasa saja, dan mencoba untuk mensyukuri jika memang panggilan itu ada dalam dirinya. “ya begitu akhirnya saya daftar dan diterima saya masuk ya sudah saya masuk lama- kelamaan mengolah panggilan itu…ya saya hanya merasa kalau dipanggil ya bersyukur lah, awalnya begitu aja” Subyek masuk sebagai seorang seminaris sebutan untuk para siswa di Seminari Menengah.Kehidupan sebagai seorang seminaris dirasakan subyek memiliki tantangan.Sekian banyak tantangan yang dihadapi, subyek menceritakan dua tantangan terbesar yang dialaminya ketika di Seminari