Pengalaman relasi masa lalu dengan keluarga

patriaki,sehingga anak itu lebih dekat dengan garis ibu, saya belajar dari itu saya mulai belajar dari situ. Awalnya mulai diajak jajan, lalu ditawarin, mau saya bantu pijetin Romo?,ya gitupelan sekali tidak sadar nanti kalausudah gini saya mulai dikuasai satu sisi ga sampai hati nah inilah frustasi. Sampai kalau dipastoran itu ada yang tunggu saya, saya sengaja untuk ga pulang kepastoran dulu baru sampai dia pulang,ternyata belum pulang, itu konflik tidak hanya sekali tapi lebih, ya awalnya dari kasihan it terus secara tida k sadar” TENGAH namun seiring berjalannya waktu subyek menyadari dan mencoba merenungkan sehingga mampu untuk bertindak keluar dari permasalahan ini. “ya itu neng ning nung lama kelamaan sadar saya harus bisa menjaga diri sampai 20 tahun imamat masi h kacau balau soal ini,hihihi…” AKHIR Dengan pengalaman ini subyek pun mulai menjaga sikap, agar tidak terjadi lagi pengalaman serupa. Hal ini dilakukan subyek untuk menjaga panggilannya sebagai seorang pastor. “ya setelah apa itu mulai ambil jarak dari karya lebih banyak hening sebetulnya imamat ke 23 mulai peka ada kekebalan sekssologi”

C. SUBYEK 3

1. Narasi Keseluruhan

RANGKUMAN Subyek menceritakan mengenai latar belakang kehidupan keluarganya. Subyek seharusnya 6 bersaudara, akan tetapi ketika subyek berada di Seminari Menengah, adiknya meninggal, sehingga subyek kini menjadi anak ke 5. Subyek berasal dari keluarga Katolik dan sejak SMP sudah tinggal di kos bersama kakaknya. Subyek berasal dari sebuah desa di daerah Kulonprogo. Awal panggilannya diakui tidak begitu jelas, sebab subyek sejak awal belum berpikir untuk menjadi pastor, bahkan informasi mengenai seluk beluk Pastor belum banyak didapatkan. Hanya karena tawaran dan pertanyaan dari seorang Bruder yang juga Kepala Sekolah subyek, akhirnya subyek dipertemukan dengan pastor paroki. Pertemuan inilah subyek mendapatkan informasi mengenai seluk beluk menjadi pastor. Meskipun demikian subyek memang masih belum mengerti panggilannya, hanya saja subyek saat itu merasa senang jika tugas misdinar dan mengenakan jubah. Pada akhirnya subyek pun mencoba untuk mendaftarkan diri dan diterima di Seminari Mertoyudan. Subyek memang merasa motivasi awal untuk menjadi seorang Pastor biasa saja, dan mencoba untuk mensyukuri jika memang panggilan itu ada dalam dirinya. Subyek masuk sebagai seorang seminaris sebutan untuk para siswa di Seminari Menengah.Kehidupan sebagai seorang seminaris dirasakan subyek memiliki tantangan. Sekian banyak tantangan yang dihadapi, subyek menceritakan dua tantangan terbesar yang dialaminya ketika di Seminari Menengah. Tantangan yang dihadapi subyek adalah tentang studi da nasal atau latar belakang kehidupan subyek. Subyek menceritakan bagaimana dirinya mengalami kesulitan dalam hal studi, akan tetapi nilai yang rata-rata tersebut selalu menjadi usaha subyek untuk terus berusaha. Sedangkan latar belakang kehidupan subyek diceritakan bahwa ada perasaan minder, karena subyek yang berasal dari desa bertemu dengan teman-teman yang dari kota. Subyek merasa ada perbedaan fasilitas yang diberikan keluarga masing-masing, meskipun dalam kehidupan di asrama semuanya sama. Hal inilah yang membuat subyek merasa minder dengan teman-teman seminaris yang berasal dari kota. Tantangan yang dialami subyek di Seminari Menengah ini tidak menyurutkan panggilan subyek untuk tetap melanjutkan studinya ke Seminari Tinggi. Di Seminari Tinggi, tantangan yang dirasakan subyek juga tidak banyak berbeda ketika di Semniari menengah. Masalah studi tetap dirasakan subyek, sebagai suatu tantangan yang menjadi usaha subyek untuk dapat diperbaiki.Selain itu, relasi subyek dengan teman-teman sepanggilan dan adanya salah satu keluarga yang menggoda untuk mengajak subyek keluar dari panggilannya juga mewarnai perjalanan di Seminari Tinggi. Subyek juga menceritakan bagaimana panggilannya pernah terhambat karena subyek mengalami sakit radang paru-pari.Namun hal ini, dapat disikapi subyek dengan kemampuan dirinya, dukungan teman dan bimbingan dari pembimbing rohani. Langkah subyek untuk menjadi seorang pastor pun semakin jelas. Jika awalnya subyek belum memilki motivasi yang jelas untuk menjadi seorang pastor, perjalanan dan tantangan pada masa formasi Seminari Menengah dan Seminari Tinggi menjadikan subyek memiliki keyakinan bahwa menjadi pastor adalah jalan panggilan subyek. Akhirnya subyek pun ditahbiskan menjadi pastor. Setelah ditahbiskan subyek pun menjalankan kehidupannya sebagai seorang pastor. Sepanjang perjalanan hidup menjadi seorang pastor, subyek selalu berkarya di Paroki.Hingga saat ini, sudah ada 9 Paroki yang pernah menjadi tempat berkarya subyek. Subyek menceritakan bagaimana karya yang dilakukannya memiliki tantangan berat yang membuatnya terus berusaha untuk mempertahankan panggilannya. Ada 4 tantangan yang dirasakan oleh subyek dalam karyanya di paroki yaitu, relasi dengan lawan jenis wanita, relasi dengan dewan paroki, relasi dengan sesama rekan pastor, dan relasi dengan pimpinan Uskup. Relasi dengan lawan jenis wanita, menurut subyek ini merupakan tantangan yang cukup mengganggu, karena di setiap Paroki pasti ada, apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini. Relasi dengan dewan paroki, subyek menceritakan salah satu pengalamannya di sebuah paroki, dimana dewan parokinya tidak memiliki kesepahaman yang sama dengan pastornya. Relasi dengan sesama rekan pastor di satu paroki, perbedaan ide, tidak adanya kesepakatan, dan komunikasi yang kurang mempengaruhi pelayanan di paroki tersebut.Begitu pula yang terjadi dengan relasi kepada pimpinan uskup.Tantangan yang dialami subyek ini, terkadang membuat suasana hidupnya menjadi bosan, dan hanya menjalankan sesuatu begitu saja. Hal ini yang mungkin juga dirasakan oleh para pastor. Subyek mengatakan jika hal ini dibiarkan begitu saja, ada kemungkinan seorang pastor akan mencari pelampiasan rasa bosannya dan keluar dari imamatnya. Tantangan yang begitu berat ini dapat dilalui subyek, namun subyek tidak tau apa yang membuatnya dapat bertahan dalam panggilannya sebagai seorang pastor. Subyek hanya meyakini bahwa masih ada umat yang mendoakan, mendukung, dan membantu dirinya. Menurut subyek hal ini juga yang diyakini para pastor lainnya ketika mengalami krisis dalam hidupnya. Di akhir cerita Subyek juga menjelaskan apakah krisis dalam kehidupan pastor itu, berdasarkan dari pengalaman dirinya dan pengalaman dari beberapa rekan pastor lainnya. Apa yang dialami dan dirasakan subyek, kini dalam benaknya tidak memikirkan “apa yang perlu dicari?” Pengalaman hidup yang telah dialami menjadikan subyek semakin kuat dalam panggilan dan semakin ingin menyempurnakan panggilan yang disyukurinya. PEMBAGIAN CERITA AWAL Subyek menceritakan mengenai latar belakang kehidupan keluarganya. Subyek seharusnya 6 bersaudara, akan tetapi ketika subyek berada di Seminari Menengah, adiknya meninggal, sehingga subyek kini menjadi anak ke 5. Subyek berasal dari keluarga Katolik dan sejak SMP sudah tinggal di kos bersama kakaknya. Subyek berasal dari sebuah desa di daerah Kulonprogo. “Ya nama saya Yulius Sukardi, lahir di sangit Kulon progo, tanggal 18 November 1942, waktu kecil saya SD negeri karena waktu itu ga ada SD Katolik di tempat saya. Setelah tamat SD saya masuk SMP PL boro tahun… eee Agustus 1955, waktu itu saya sudah kost, jadi setelah SD dari SMP saya kost sama kakak saya.”