Pengalaman menderita sakit Narasi Sub Narasi Pengalaman Krisis

B. SUBYEK 2

1. Narasi Keseluruhan

RANGKUMAN Pada cerita awal, subyek menceritakan mengenai pengalaman masa kecilnya.Subyek banyak menceritakan mengenai pengalaman masa kecilnya di dalam keluarga dan lingkungan.Selain itu, subyek juga menceritakan bagaimana pengalaman tersebut mempengaruhi perkembangan dirinya. Sejak kecil subyek hidup dalam keluarga yang kurang harmonis, kedua orang tua subyek bercerai ketika subyek masih dalam kandungan, dan Ayah subyek juga melakukan kawin cerai, sehingga subyek memiliki banyak ibu tiri. Latar belakang agama, awalnya subyek dan keluarga bukan penganut agama Katolik.Kondisi demikian yang akhirnya membuat subyek mengalami konflik sejak masa kecilnya.Subyek menceritakan beberapa konflik masa kecil atau pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dalam kehidupan masa kecilnya.Pola pengasuhan yang dirasakan oleh subyek pun tidak banyak bersumber dari keluarga intinya, subyek diasuh oleh nenek dan orang-orang yang ada di dalam lingkungan keseharian masa kecilnya.Perjumpaan dengan orang-orang di sekitarnya inilah yang mempertemukan subyek dalam lembar kehidupan yang baru. Subyek bertemu seorang pastor dan mulai merasakan kedekatan perhatian dengan orang-orang Katolik yang ada di lingkungannya. Namun, hal ini tidak langsung membuat subyek jatuh hati untuk menjadi seorang Katolik.Hingga pada akhirnya subyek secara perlahan mulai terpanggil untuk menjadi seorang Katolik.Pengalaman sebagai seorang Katolik, ternyata tidak serta merta membuat subyek langsung merasa terpanggil untuk menjadi Pastor.Subyek menceritakan bagaimana awalnya subyek memutuskan diri untuk masuk ke Seminari.Keputusan itu diakui subyek juga bukan karena motivasi yang tinggi, hanya motivasi biasa yang bahkan dikatakan subyek sebagai motivasi yang tidak jelas atau main- main.Keputusan itu juga tidaklah mudah dialami subyek, subyek menceritakan bagaimana tantangan yang dialaminya ketika dirinya hendak memutuskan untuk hidup di Seminari.Setelah subyek diterima dan akhirnya masuk di Seminari, subyek pun menjalankan kehidupannya sebagai seorang calon Pastor.Ketika di Seminari Menengah, tantangan dirasakan tidak terlalu berat, namun ketika di Seminari Tinggi, subyek merasakan bagaimana panggilannya ditempa. Pribadi subyek yang terbentuk sebagai seorang yang bebas dan keras membuat subyek merasa tidak kerasan dan kurang puas atas apa yang diterimanya di Seminari Tinggi, hal ini yang membuat subyek memutuskan untuk keluar dari Seminari selama hampir 2 tahun dan akhirnya kembali setelah merasakan kehidupan di luar selama 2 tahun tersebut. Tantangan yang terus dilalui subyek membawanya dalam jalan yang penting, dimana akhirnya subyek dapat ditahbiskan menjadi seorang pastor. Pengalaman dan tantangan pada masa pembentukan atau formasi di Seminari ternyata tidak menjauhkan subyek dari usahanya mempertahankan imamat sebagai seorang pastor. Pengalaman sebagai seorang pastor, subyek menceritakan beberapa kisah yang membuat dirinya berusaha mempertahankan imamatnya di tengah tantangan yang dialami.Tantangan terberat subyek adalah pengalaman masa lalu subyek, masa lalu subyek yang dirasakan dan diakuinya kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarga, sehingga membuat dirinya belum bisa berdamai dengan keluarganya. Hal ini yang membuat subyek berpikir apakah subyek dengan masa lalu yang kurang baik dapat menjadi seorang pastor yang baik? Pertanyaan ini yang menjadi permenungan terberat subyek. Namun hal ini tidak dibiarkan begitu saja oleh subyek, subyek mencoba untuk perlahan-lahan berdamai dengan masa lalu dan keluarganya, tentunya dengan bimbingan dari orang yang dapat dipercaya oleh subyek. Dalam aktivitas sebagai seorang pastor, subyek juga merasakan bagaimana karya yang dilakukan subyek mendapat tentangan dari pihak lain, bahkan dengan kondisi fisik subyek yang berbeda dengan para pastor lainnya, membuat subyek mendapatkan masukkan dari teman-teman sesama pastor. Namun hal ini, dapat dilalui subyek dengan prinsip hidup yang dimilikinya. Sebagai seorang pastor dan dengan tipe pribadi yang bebas, terkadang subyek juga tergoda dengan jalinan relasi dengan lawan jenis wanita. Hal inilah yang juga menjadi pengalaman subyek dalam mempertahankan panggilannya. Subyek menceritakan mengenai relasinya dengan lawan jenis wanita. Subyek merasa awalnya biasa saja, tetapi tanpa disadari ternyata membawa pengertian yang salah dari pihak wanita. Akibatnya mulai terjadi ketergantungan dari pihak wanita kepada subyek. Pengalaman ini dialami tidak hanya sekali, karena subyek merasa kasihan pada awalnya. Tetapi subyek mulai menyadari ketika kondisi seperti ini subyek merasakan bagaimana dirinya dikuasi oleh situasi. Subyek pun mencoba untuk mengambil jarak dan merenungkan apa yang terjadi. Perlahan dalam situasi merenung subyek mengambil sikap untuk mengatasi permasalahan ini dan setiap pengalaman serupa muncul kembali subyek dapat mengatasinya. Pengalaman-pengalaman yang telah dilalui subyek, menjadikan subyek lebih dapat menyelesaikan permasalahan hidup panggilannya dengan baik.Diusia panggilan yang ke 23 diakui subyek mulai dapat menguasai diri terlebih dalam permasalahan mengenai hubungannya dengan lawan jenis. PEMBAGIAN CERITA AWAL Pada cerita awal, subyek menceritakan mengenai pengalaman masa kecilnya.Subyek banyak menceritakan mengenai pengalaman masa kecilnya di dalam keluarga dan lingkungan.Selain itu, subyek juga menceritakan bagaimana pengalaman tersebut mempengaruhi perkembangan dirinya. Sejak kecil subyek hidup dalam keluarga yang kurang harmonis, kedua orang tua subyek bercerai ketika subyek masih dalam kandungan, dan Ayah subyek juga melakukan kawin cerai, sehingga subyek memiliki banyak ibu tiri. Latar belakang agama, awalnya subyek dan keluarga bukan penganut agama Katolik.Kondisi demikian yang akhirnya membuat subyek mengalami konflik sejak masa kecilnya. “Eenngg saya lahir di dusun Berbah Kalasan ke selatan” “Masuk kabupaten sleman, 30 januari 1951,eeee ketika saya masih di dalam kandungan bapak- ibu saya cerai,bukan dari keluarga katolik saya.” “nama saya kalau orang jawa ga normal situasi kondisinya lalu apa ya diberi nama yang aneh juga lalu nama saya sudarwanti gitu, terussss lalu diganti sudarwanto, artinya anak yang ditegakan seperti itu, lalu umur setahunan bisa jalan katanya dulu saya sakit panas terus disuntik eee lalu malah ga bisa jalan, kemudian saya diambil bapak saya, diasuh oleh nenek saya. Ibu saya dari desa tapi anak penewu waktu itu, lalu bapak saya ini di pojok benteng itu ya, masih keturunan ningrat, lalu saya diambil bapak saya, kemudian umur 5 tahun saya bisa jalan, lalu memang na ma diganti, kalo di jawa kan…..lalu nama saya menjadi bambang sutrisno hingga sekarang, sehingga maksudnya menjadi anak yang dicintai mendapat kasih sayang yang lebih. Ya lalu saya menjadi anak tunggal, jadi bapak saya itu kawin cerai, jadi saya mengalami beberapa ibu tiri, paling ga 4 ibu tiri, dari ini tidak punya anak selain saya. Ya begini saya dibesarkan dikeluarga yang yaaa tidak harmonislah.Saya mengalami hidup konflik ya sejak kecil.” “Jadi saya TK 2 tahun, SR di Bopkri tapi ya kerap dihukum lalu ya ga sekolah 2 bulan lalu dipindah ke negeri, SMP sebenarnya diterima di depan panti rapih itu, SMP N 1, tapi dulu itu to saya ga mau diantar maunya sendiri, akhirnya dicarikan sekolah dipinggiran sawah di kota gede, jaman dulu masih desa lewat sawah ya walaupun nanti pulang sekolah dolan ke malioboro juga, SMA di de brito. Ini ini ya latarbelakangnya.” Subyek menceritakan beberapa konflik masa kecil atau pengalaman- pengalaman tidak menyenangkan dalam kehidupan masa kecilnya.Pola pengasuhan yang dirasakan oleh subyek pun tidak banyak bersumber dari keluarga intinya, subyek diasuh oleh nenek dan orang-orang yang ada di dalam lingkungan keseharian masa kecilnya. “Saya sejak SR ya Sekolah Rakyat sudah pernah mau membunuh ibu saya, ibu tiri saya..hehehe,ya ketahuan bapak saya saya dipukuli. Lalu ada tetangga saya memberikan sesuatu dan dia mengatakan ini dari ibu saya, ibu saya adalah tetangga saya, saya baru bertemu ibu saya itu setelah 17 tahun lamanya. Kalau legenda jawa itu, ibu tiri waaaa ibu tiri itu bisa nggodok waaaa .dengan nenek terlalu disayang, sehingga kalau saya main dengan anak umum itu dimarah, ya nenek ga mau, ya apa ya karena bangsawan itu ya ga boleh main dg anak kampung, tapi ya saya tetap nyemplung got, mandi dsungai dan pasti kena marah. Jadi saya sebetulnya mengalami itu, jadi saya SR itu Sekolah Rakyat mengalami itu ya, saya sudah disingkirkan dikaliurang, waktu itu saya sekolah itu di yogya naik bis didampingi psikiater saya masih ingat itu, saya mesti dipisah dari yang lain, lalu saya dititipkan ke orang lain.karena bapak saya pejabat jadi saya dititipkan orang lain sehingga saya SMP itu, ketika bapak saya menikah dengan ibu saya yang terakhir, lalu tanya ke saya apakah saya bapak boleh menikah lagi, lalu saya berkata boleh,lalu begitu menikah langsung ada 2 rumah, lalu saya bilang bapak mau tinggal dimana?kalau mau tinggal diambarukmo, saya tinggal di kemetiran, kalau bapak dikemetiran saya diambarukmo, pokoknya ga jadi satu gitu lo, lalu nenek saya dibawa jadi satu keluarga disana, sehingga saya sendiri. Lalu ya jadi anaknya tetangga, ya ini ini ee latarbelakang saya.Memang lalu bapak dan ibu saya yang terakhir itu akhirnya membangun keluarga katolik.” “saya sendiri lebih dibentuk oleh tetangga, saya itu baikan dengan kiri-kanan dengan anak2. Ya dulu malah pernah ada tetangga ya yang anak2nya ga boleh bgaul dengan saya, karena ya saya anak yang ga baik, tapi kan ya ada teman2 yang dekat dan saya tidak pernah sendirian di rumah itu, itu yang keluarganya juga tiri2 lalu ada tetangga di ambarukmo yang dekat yang lalu menganggap saya sebagai keluarganya sendiri. Dan bapak saya setelah bapak saya menjadi katolik ga pernah kasar kepada saya. Dulu memang ketika misalnya nanya siapa yang bilang kalo ibumu itu ibu tiri?saya ga mau jawab woooo itu saya ditempeleng, sampai saya dikencingi apa itu mulut saya, disuruh ngaku, tapi saya ga ngaku waktu itu, 3 SD wktu itu, sehingga saya keluarga itu ga, jkeluarga itu ga.” Perjumpaan dengan orang-orang di sekitarnya inilah yang mempertemukan subyek dalam lembar kehidupan yang baru.Subyek bertemu seorang pastor, awalnya tidak ada ketertarikan dengan ajaran katolik dan tidak langsung membuat subyek jatuh hati untuk menjadi seorang Katolik. Tetapi perjumpaan dan percakapan dengan seorang pastor menggerakan keinginan subyek untuk mengikuti pelajaran agama katolik dan dibaptis. Setelah itu, subyek merasakan kedekatan perhatian dengan orang-orang Katolik yang ada di lingkungannya yang berbeda dari suasana relasi dengan lingkungan sebelumnya. “Ya saya dulu semakin benci, kok jadi katolik padahal di agama saya yg lain saat itu sedang aktif. Lalu ada Rm.suto sering datang mengunjungi saya juga, lalu saya bilang kepada Romo. Saya tidak akan menjadi Kristen lo Romo. Lalu Romo mengatakan begini, ya ga pa2 kamu ikut agama apa saja, pokoknya ikut Tuhan itu bahagia. Lalu jawaban itu membuat saya terkejut, sebab di ajaran agama saya dulu, yang berbuat baik akan mendapatkan pahala surga, sedangkan yang buruk masuk neraka, neraka itu kan ngeri- ngeri, padahal saya tidak bisa tanpa keburukan. Kalau tidur itu mimpinya takut masuk neraka,maka saya bingung kenapa Rm mengatakan demikian. Lalu diam2 saya mengikuti pelajaran agama katolik, saat itu bapak saya ngajar agama juga.Ya ngikut2 gitu ya lama2 saya SMA dibaptis.Hampir 17 thun saya saat itu dipermandikan ya anatara kelas 1 atau kls 2 SMA.Jadi itu disini kekatolikan saya sudah gede, pelajaran agama saya lama.Ya duluya pokonya dapet kumpulan2gitu. Karena saya cacat ya, saya cacat sejak kecil, kaki saya pincang, karena dulu waktu saya sakit tidak bisa jalan dokter bilang obat yang diberikan itu apa ya kadaluarsa sehingga membuat pertumbuhan kaki ga ga sehat. Lalu dulu dengan orang umum itu saya malu aaaa apa ya terlalu dibedakan ya, misalnya mau main pingpong,dibilang nanti ini untuk yang ga cacat dulu, mau bantu ngusung meja dibilang jangan nanti jatuh. Tapi waktu ikut kumpul2an itu waktu pelajaran agama itu, saya ikut, jadi ada pelaajaran agama dimana saya ikut. Ya dulu waktu itu saya hanya takut 2 hal satu tidak dihargai kepincangan saya itu, kedua kalau ditanya ibumu siapa to sebetulnya yg mana?ibumu itu yang mana? Dua hal ini yang cukup mewarnai saya, maka didalam dikomunitas katolik itu, di lingkungan saya merasa welcome, karena hal itu tidak pernah disoalkan. Klo itu kan mesti ditetangga selalu ditanya ibumu yg mana to?ibumu siapa?lalu itu kan semakin membuat saya malu, saya takut kalao jalan nanti diejek-ejek lalu diejek kayak musik gamelan eeeee tek tak tek ya itu dua hal itu. Tapi ya untungnya saya bukan orang yang introvert, saya kasar saya mungkin karena saya anak tunggal, begitu diluar ada ribut ya saya kelahi, apalagi jaman dulu jaman partai saya kebetulan ikut PNI marheans ya lalu ikut beladiri ya pokoknya saya kasar dulu, nghajar apa kalah ga jadi soal yang penting berani. Ini yang bentuk saya, saya bukan orang yang halus, santun, ya itu.Namun dalam gereja saya tidak kelahi2 seperti itu, mungkin ya itu tidak pernah disoalkan, sebetulnya sudah banyak orang yang tau lo ibu saya yang mana itu orang sudah tau, tapi di lingk.Itu tidak pernah, bahkan kaki pincang saya itu.Pokoknya kumpul saya dapat peran nanyi, dekte teks, jaman dulu ga ada alat itu jadi harus didekte teks lagunya, lalu saya jadi seksi dekte karena suara saya keras, suatu ketika justru saya tugas digereja, waktu itu belum baptis itu. Ya saya lakukan meski belum baptis Jaman dulu kan belum ada macem2. akhirnya waktu itu ketua lingkungan apa itu nanya saya dirumah, kamu ga mau tukmembaca digereja?akhirnya saya jujur, saya malu nanti dari bangku harus maju. Ya itu kalo jadi pembaca atau lektor itukan maju nanti kalo diliatin orang kaki saya, saya malu, ya akhirnya ketua lingkungan memahami, tapi yang baca tetap kamu ya, suaramu keras, kan baca tidak pake kaki.” Pengalaman sebagai seorang Katolik, ternyata tidak serta merta membuat subyek langsung merasa terpanggil untuk menjadi pastor. Subyek menceritakan bagaimana awalnya subyek memutuskan diri untuk masuk ke Seminari. Keputusan itu diakui subyek juga bukan karena motivasi yang tinggi, hanya motivasi biasa yang bahkan dikatakan subyek sebagai motivasi yang tidak jelas atau main-main. “Ya..ada yang mengatakan motivasi panggilan saya dangkal sekali. Ya mungkin seorang anak yang dibesarkan dengan keluarga seperti ini lalu dalam sini punya apa ya seks maniak dalam tanda kutip dipikiran hanya adaperempuan saja itu sudah saya katakan sejak smp moto wedokan, ya saya senang, lalu teman perempuan saya banyak ya dulu saya pincang gitu, saat SMA”