Krisis Relasi dengan Lawan Jenis

mengajukan argumentasi, sehingga argumentasi itula yang dibahas bersama untuk mencari titik temu. Narasi YS mengenai relasi dengan rekan pastor dalam satu paroki menggambarkan narasi progresif. Narasi progresif adalah narasi yang menggambarkan kehidupan sebagai suatu rangkaian tantangan yang mengandung kesempatan untuk maju. Perbedaan pendapat dengan rekan pastor dalam satu paroki menjadi kesempatan YS untuk tetap berkarya. YS merefleksikan peristiwa yang dialaminya dan menjadikan kesempatan ini untuk menguatkan panggilannya dan memperbaiki relasinya dengan rekan pastor tersebut. Konflik dalam narasi ini masuk dalam krisis otonomi versus rasa malu, keraguan. Kondisi yang mempengaruhi kehidupan bersama dan karya ini disebabkan karena tidak adanya kemampuan untuk menyatakan , mengungkapkan, dan mengendalikan diri tanpa kehilangan harga diri. Konflik dapat dihadapi karena adanya kekuatan dasar pada krisis ini, yaitu kemauan. Kemauan YS untuk memahami situasi dan mencari kecocokan dengan rekan pastor membantu dirinya dalam menghadapi konflik ini.

4. Krisis Relasi dengan Pimpinan

Pengalaman YS berikutnya merupakan pengalaman relasi dengan pimpinan Uskup. Dalam struktur hirarki, seorang pastor projo berada dibawah pimpinan seorang Uskup, begitu pula subyek 3. Karya pastoral gereja tidak lepas dari kebijakan-kebijakan pimpinan dalam hal ini Uskup. Namun, kebijakan-kebijakan itu tidak semuanya dapat diterima oleh para Pastor. Hal ini juga dialami YS, dirinya merasa ada beberapa kebijakan- kebijakan Uskup yang tidak satu pandangan dengan subyek. “ada kebijakan yang tidak cocok, tapi ya dijalankan, diem bukan berarti ga ada masalah” Kondisi ini tidak sampai mengakibatkan muncul pemberontakan diri subyek sebagai seorang pastor. YS mengatakan hubungan tetap baik dengan Uskup, hanya pandangan ide saja yang berbeda. Kebijakan tetap dijalankan meskipun setengah hati. “tapi ya kita baik-baik dengan uskup, ya kalau ga cocok ya jalani aja gitu to..tapi kita disini ga pernah berontak, walaupun ga cocok tp kita diem…” “ra cocok ya dilakoni, ngerasani, dilakoni tp ga sepenuh hati”…itu ada….” YS mengatakan bahwa saat tahbisan ada yang namanya janji imamat untuk taat pada pimpinan, sehingga jika terjadi ketidakcocokan dengan kebijakan pimpinan subyek harus tetap mendukung kebijakan tersebut. “…hanya saja kita telah janji untuk taat sama uskup waktu ditahbiskan kita harus taat…” Konflik yang terjadi adalah YS tidak memiliki pendapat yang sama dengan pimpinannya Uskup, tetapi sebagai pastor YS harus taat kaul ketaatan untuk melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh pimpinannya. Sumber konfliknya adalah perbedaan pendapat, YS dalam menghadapi konflik ini tidak menemukan titik temu, namun YS mencoba menerima perbedaan tersebut dan tetap menjalankan kebijakan tersebut Narasi YS mengenai relasi dengan pimpinan menggambarkan narasi progresif. Narasi progresif adalah narasi yang menggambarkan kehidupan sebagai suatu rangkaian tantangan yang mengandung kesempatan untuk maju. Pengalaman relasi dengan pimpinan menjadikan pembelajaran bagi YS serta merefleksikan peristiwa yang dialaminya untuk mengingatkan kembali kesetiaanya terhadap pimpinan. Konflik dalam narasi ini masuk dalam krisis psikososial identitas versus kebingungan identitas. YS mengatakan bahwa perbedaan pandangan terhadap kebijakan yang dibuat pimpinan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. YS mencoba untuk melihat identitas dirinya sebagai anggota yang dipimpin. Kesetiaan YS terhadap pimpinan menjadi langkah yang dapat memperbaiki relasi dengan pimpinan.

5. Kesimpulan

Ketiga narasi yang diceritakan menggambarkan narasi progresif. Narasi progresif menunjukkan bahwa pengalaman krisis merupakan suatu rangkaian tantangan yang mengandung kesempatan untuk maju. Kesempatan untuk mempertahankan panggilan sebagai seorang pastor. Berdasarkan tahap psikososialnya ada dua krisis yang dialami, yaitu otonomi versus rasa malu, keraguan dan identitas versus kebingungan identitas. Kekuatan yang muncul dari tahap krisis psikososial ini adalah kemauan dan kesetiaan. Krisis merupakan kesempatan untuk melihat kembali konflik yang dihadapi. Refleksi merupakan kesempatan untuk melihat kembali konflik yang dihadapi. Refleksi didukung kuat oleh motivasi dan pembelajaran pada pengalaman sebelumnya.

D. PEMBAHASAN

Hasil uraian pengalaman-pengalaman krisis dari ketiga subyek maka dapat dilihat bagaimana dinamika pengalaman krisis dalam kehidupan pastor. Dinamika pengalaman krisis dalam kehidupan pastor merupakan suatu titik balik dalam menghadapi pengalaman konflik yang terjadi sepanjang rentang kehidupan pribadi pastor tersebut. Pengalaman krisis sebagai suatu titik balik dapat dilihat dari narasi ketiga subyek yang menjelaskan bahwa pengalaman krisis merupakan waktu untuk mengambil jarak dari permasalahan yang ada. Pengalaman krisis yang dialami merupakan pengalaman sepanjang rentang kehidupan, hal ini dapat dilihat berdasarkan pernyataan ketiga subyek yang mengatakan bahwa pengalaman krisis dalam kehidupan pastor merupakan pengalaman yang biasa terjadi, wajar, dan semua orang termasuk para pastor dapat mengalaminya. Ada enam tahap krisis yang dialami oleh ketiga subyek dan di setiap tahap krisis ditandai adanya konflik-konflik. Tahapan krisis tersebut adalah percaya versus tidak percaya dalam narasi pola asuh subyek 2. Otonomi versus rasa malu dalam narasi relasi dengan institusi subyek 1, relasi dengan dewan paroki subyek 3, dan relasi dengan rekan pastor dalam satu paroki subyek 3. Inisiatif versus rasa bersalah dalam narasi peran sebagai anak pertama subyek 1. Rajin industri versus rasa kecil rendah diri dalam narasi konflik karya subyek 2. Identitas versus kebingungan identitas dalam narasi relasi dengan lawan jenis subyek 2 dan 3, relasi dengan pimpinan subyek 2 dan 3. Integritas dan keputusasaan dalam narasi menderita sakit