Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu

budidaya; 6 mudah dijangkau sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar; 7 dekat dengan sumber tenaga kerja. Wilayah perairan Teluk Saleh, secara umum memenuhi syarat untuk pertumbuhan rumput laut, karena perairan teluk yang terlindung dari hempasan gelombang dan ombak. Pertumbuhan optimal rumput laut harus didukung oleh kondisi kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Secara rinci beberapa parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter kualitas air untuk pertumbuhan optimal budidaya rumput laut. Parameter Kisaran Optimal Sumber Kedalaman Perairan m 1-10 Radiarta et al. 2003 Kecerahan Perairan m 3 Radiarta et al. 2003 Kecepatan Arus cmdetik 20-30 Radiarta et al. 2003 ; DKP 2002 Salinitas Perairan ppt 32-34 DKP 2002 Suhu Perairan o C 24-30 DKP 2002 Romimohtarto 2003 Material Dasar Perairan Berkarang DKP 2002 Oksigen Terlarut mgl 6 DKP 2002 pH 6,5-8,5 Romimohtarto, 2003 Nitrat mgl 0,9-3,2 DKP 2002

2.3. Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu

Teknologi Keramba Jaring Apung KJA adalah salah satu teknik budidaya yang cukup produktif dan intensif dengan konstruksi yang tersusun dari keramba-keramba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai Sunyoto, 1994. Salah satu keuntungan budidaya ikan di KJA dibandingkan teknologi selain KJA yaitu, ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi tanpa khawatir akan kekurangan oksigen Basyarie, 2001, hemat perairan, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus, sehingga dapat menekan input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal Pongsapan et al. 2001, jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak perlu pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah dipanen Sunyoto, 1994. Di Jepang budidaya ikan di KJA telah dimulai sejak tahun 1954 dengan membudidayakan ikan ekor kuning Seriola quinqueradiata, selanjutnya teknologi ini berkembang dan menyebar sampai ke Malaysia, dimana pada tahun 1973 mulai dibudidayakan ikan kerapu jenis E. Salmoides dalam KJA. Di Indonesia teknologi KJA sudah dimulai tahun 1976 di daerah Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten teknologi KJA dimulai tahun 1979 Basyarie, 2001 Wardana 1994 menyebutkan agar usaha budidaya ikan kerapu di KJA dapat berjalan dengan baik maka lokasi areal pembesaran ikan dimana KJA ditempatkan harus dikaji kesesuaiannya. Pemilihan lokasi yang tepat berkaitan erat dengan pertimbangan ekologis merupakan hal yang sangat menentukan mengingat kegagalan dalam pemilihan lokasi akan beresiko permanen dalam kegiatan produksi Ismail et al. 1993. Menurut Pramono et al. 2005 beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi budidaya ikan kerapu di KJA antara lain lokasi harus terhindar dari badai dan gelombang besar atau gelombang terus menerus, bebas dari bahan pencemaran yang menganggu kehidupan ikan, terhindar dari gangguan predator yang harus dihindari adalah hewan laut busa seperti ikan buntal dan ikan besar dan ganas yang dapat merusak KJA. Wilayah perairan Teluk Saleh, secara umum juga memenuhi syarat untuk lokasi budidaya ikan kerapu di KJA, karena perairan teluk yang terlindung dari hempasan gelombang dan ombak. Ikan kerapu di KJA akan tumbuh optimal pada kondisi kualitas perairan yang sesuai untuk pertumbuhan ikan kerapu. Secara rinci beberapa parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter kualitas air untuk pertumbuhan optimal budidaya ikan kerapu di KJA. Parameter Kisaran Optimal Sumber Kecepatan Arus cmdetik 20-50 Gufron dan Kordi 2005 ; DKP 2002 Kedalaman Perairan m 15-25 DKP 2003 Radiarta et al. 2003 Material Dasar Perairan Berpasir dan Pecahan Karang Radiarta et al. 2003 Oksigen Terlarut mgl 6 Bakosurtanal 1996 ; Wibisono 2005 Kecerahan Perairan m 5 DKP 2003 Radiarta et al. 2003 Suhu Perairan o 28-30 C DKP 2002 ; DKP 2003 ; Romimohtarto 2003 Salinitas Perairan ppt 30-35 Radiarta et al. 2003 ; SNI : 01 – 6487.3 - 2000 pH 6,5-8,5 Bakosurtanal 1996 ; Romimohtarto, 2003 Nitrat mgl 0,9-3,2

2.4. Dampak Lingkungan Pengembangan Budidaya Laut