Proses Ordinasi METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

.... 2 2 1 2 2 1 2 2 1 + − + − + − = z z y y x x d ………….2 5 Membuat ordinasi baik untuk seluruh dimensi dan seluruh atribut berdasarkan algoritme analisis MDS. Dalam analisis MDS, dimensi atribut yang semula sebanyak p direduksi menjadi 2 dua dimensi saja yang akan menjadi sumbu x dan sumbu y. Selanjutnya menghitung kembali jarak antara titik-titik acuan tetapi menggunakan dua dimensi; Dalam menilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk komoditi rumput laut dan ikan kerapu di KJA, masing-masing kategori yang terdiri atas beberapa atribut di skor. Skor secara umum dirangking antara 0 sampai 3. Hasil skor dimasukkan ke dalam tabel matrik dengan i baris yang mempresentasikan kategori pengelolaan budidaya rumput laut dan j kolom yang mempresentasikan skor atribut. Data dalam matrik adalah data interval yang menunjukkan skoring baik dan buruk. Skor data tersebut kemudian dinormalkan untuk meminimalkan stress Davison dan Skay, 1991. Salah satu pendekatan untuk menormalkan data adalah dengan nilai Z Alder et al. 2001. Z = x- µ σ .......................................................................................3 6 Menghiting nilai “stress” standarlize residual sum of square, dengan menggunakan nilai jarak pada saat dua dimensi dan hasil analisis regresi antara dua dimensi dengan nilai jarakk pada saat p dimensi nilai harapan jarak pada saat dua dimensi. Analisis MDS berhenti jika nilai “stress” telah memenuhi persyaratan yang dikehendaki, dalam hal ini 0,20 atau jika “stress” tidak turun lagi di dalam iterasi. Kruskal dalam Johnson dan Wichern 1992 mengajukan sebuah ukuran luas secara geometris yang mempresentasikan kecocokan. Ukuran tersebut diistilahkan dengan stress. Stress didefinisikan sebagai : [ ]           − = ∑ ∑ ∑ ∑ k i q ik k i q ik q ik d d d q Stres 2 2 ………………….4 Stress

c. Proses Rotasi

Tahap keempat dari analisis ini adalah proses “rotasi” dan proses “flipping” dilakukan agar posisi titik acuan utama “buruk” dan “baik” berada sejajar dengan sumbu x, sedangkan “atas” berada di atas sumbu x dan “bawah’ berada di bawah sumbu x. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim “buruk” yang diberi nilai skor 0 dan titik ekstrim yang “baik” diberi nilai skor 100. Untuk menjamin tidak terjadinya kesalahan dalam posisi titik yang bersifat kebalikan cermin maka dilakukan proses ”flip” untuk titik-titik tertentu yang mengalami kesalahan. Posisi status keberlanjutan yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di wilayah penelitian saat ini.

d. Skala Indeks Keberlanjutan

Tahap kelima adalah pembuatan skala indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk komoditi rumput laut dan ikan kerapu di KJA yang mempunyai selang 0 - 100. Jika sistem yang dikaji mempunyai indeks 50 maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan, dan sebaliknya jika nilainya 50, maka sistem tersebut dikategorikan belum berkelanjutan. Kategori status keberlanjutan pegelolaan budidaya rumput laut dapat juga di buat dalam empat kategori Susilo, 2003. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar 0 – 100 seperti disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kategori status keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk komoditi rumput laut dan ikan kerapu di KJA berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus-Seaweed Indeks Kategori ≤ 24,9 Buruk 25 – 49,9 Kurang 50 – 74,9 Cukup 75 Baik Sumber: Susilo 2003

e. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Insus-Seaweed dan Insus-Grouper di wilayah penelitian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks keberlanjutan dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square RMS ordinasi khususnya pada sumbu x atau pada skala accountability. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut di dalam pembentukan nilai Insus- Seaweed dan Insus-Grouper pada skala keberlanjutan, atau semakin sensitif atribut tersebut dalam pengelolaan budidaya rumput laut. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan sensitivitas tinggi dari hasil analisis keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut ini, akan digunakan sebagai dasar penetapan atribut dalam analisis simulasi model dinamik keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut berkelanjutan.

f. Analisis Monte Carlo

Untuk mengevaluasi pengaruh galat error acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi pengelolaan ekosistem terumbu karang digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh 2001, analisis “Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari hal-hal sebagai berikut: 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut. 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda. 3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang iterasi. 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang missing data; 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap- Insus-Grouper nilai stress dapat diterima jika 25. Secara skamatis, tahapan analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap-Insus- Grouper menggunakan metode MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Tahapan analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap-Insus-Grouper menggunakan MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish

3.7. Strategi Pengelolaan Budidaya Laut Berkelanjutan

Dalam rangka memformulasikan rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong pengelolaan budidaya laut berkelanjutan, maka diperlukan strategi pengelolaan yang memperhatikan atribut-atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya laut. Strategi pengelolaan, dimulai dengan mengurut prioritas dimensi dan atribut prioritas dalam setiap dimensi yang perlu diperbaiki. Untuk mengetahui prioritas yang perlu diperbaiki, maka dilakukan penentuan prioritas dimensi dengan melakukan pengurutan nilai dari indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi, kemudian dimensi yang memiliki nilai indeks lebih rendah dianggap sebagai dimensi yang harus dikelola atau diperbaiki Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka atribut-atribut dari ke lima dimensi selanjutnya disusun berdasarkan urutan prioritas dengan indikator nilai RMS. Prioritas urutan di mulai dari atribut yang memiliki nilai RMS yang paling besar. Mulai Kondisi Pengelolaan Budidaya Laut ini Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian MDS Ordinasi Setiap Atribut Penilaian skor Setiap Atribut Analisis sensitivitas Analisis Monte Carlo Analisis Keberlanjutan