....
2 2
1 2
2 1
2 2
1
+ −
+ −
+ −
= z
z y
y x
x d
………….2 5
Membuat ordinasi baik untuk seluruh dimensi dan seluruh atribut berdasarkan algoritme analisis MDS. Dalam analisis MDS, dimensi
atribut yang semula sebanyak p direduksi menjadi 2 dua dimensi saja yang akan menjadi sumbu x dan sumbu y. Selanjutnya menghitung
kembali jarak antara titik-titik acuan tetapi menggunakan dua dimensi; Dalam menilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk
komoditi rumput laut dan ikan kerapu di KJA, masing-masing kategori yang terdiri atas beberapa atribut di skor. Skor secara umum dirangking
antara 0 sampai 3. Hasil skor dimasukkan ke dalam tabel matrik dengan i baris yang mempresentasikan kategori pengelolaan budidaya rumput
laut dan j kolom yang mempresentasikan skor atribut. Data dalam matrik adalah data interval yang menunjukkan skoring baik
dan buruk. Skor data tersebut kemudian dinormalkan untuk meminimalkan stress Davison dan Skay, 1991. Salah satu pendekatan
untuk menormalkan data adalah dengan nilai Z Alder et al. 2001. Z = x- µ
σ .......................................................................................3 6
Menghiting nilai “stress” standarlize residual sum of square, dengan menggunakan nilai jarak pada saat dua dimensi dan hasil analisis
regresi antara dua dimensi dengan nilai jarakk pada saat p dimensi nilai harapan jarak pada saat dua dimensi. Analisis MDS berhenti jika nilai
“stress” telah memenuhi persyaratan yang dikehendaki, dalam hal ini 0,20 atau jika “stress” tidak turun lagi di dalam iterasi.
Kruskal dalam Johnson dan Wichern 1992 mengajukan sebuah ukuran luas secara geometris yang mempresentasikan kecocokan. Ukuran
tersebut diistilahkan dengan stress. Stress didefinisikan sebagai :
[ ]
− =
∑ ∑ ∑ ∑
k i
q ik
k i
q ik
q ik
d d
d q
Stres
2 2
………………….4 Stress
c. Proses Rotasi
Tahap keempat dari analisis ini adalah proses “rotasi” dan proses “flipping” dilakukan agar posisi titik acuan utama “buruk” dan “baik” berada sejajar
dengan sumbu x, sedangkan “atas” berada di atas sumbu x dan “bawah’ berada di bawah sumbu x. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada
garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim “buruk” yang diberi nilai skor 0 dan titik ekstrim yang “baik” diberi nilai skor 100.
Untuk menjamin tidak terjadinya kesalahan dalam posisi titik yang bersifat kebalikan cermin maka dilakukan proses ”flip” untuk titik-titik tertentu yang
mengalami kesalahan. Posisi status keberlanjutan yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan indeks keberlanjutan
pengelolaan budidaya rumput laut di wilayah penelitian saat ini.
d. Skala Indeks Keberlanjutan
Tahap kelima adalah pembuatan skala indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk komoditi rumput laut dan ikan kerapu di KJA yang
mempunyai selang 0 - 100. Jika sistem yang dikaji mempunyai indeks 50 maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan, dan sebaliknya jika
nilainya 50, maka sistem tersebut dikategorikan belum berkelanjutan. Kategori status keberlanjutan pegelolaan budidaya rumput laut dapat juga di
buat dalam empat kategori Susilo, 2003. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar 0 – 100
seperti disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kategori status keberlanjutan pengelolaan budidaya laut untuk komoditi
rumput laut dan ikan kerapu di KJA berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus-Seaweed
Indeks Kategori
≤ 24,9 Buruk
25 – 49,9 Kurang
50 – 74,9 Cukup
75 Baik
Sumber: Susilo 2003
e. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Insus-Seaweed dan Insus-Grouper
di wilayah penelitian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks keberlanjutan dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat
perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square
RMS ordinasi khususnya pada sumbu x atau pada skala accountability. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu
maka semakin besar pula peranan atribut di dalam pembentukan nilai Insus- Seaweed dan Insus-Grouper pada skala keberlanjutan, atau semakin sensitif
atribut tersebut dalam pengelolaan budidaya rumput laut. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan sensitivitas tinggi dari hasil analisis
keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut ini, akan digunakan sebagai dasar penetapan atribut dalam analisis simulasi model dinamik
keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut berkelanjutan.
f. Analisis Monte Carlo
Untuk mengevaluasi pengaruh galat error acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi pengelolaan ekosistem terumbu karang digunakan
analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh 2001, analisis “Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau
kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut.
2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.
3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang iterasi. 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang missing
data; 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap-
Insus-Grouper nilai stress dapat diterima jika 25.
Secara skamatis, tahapan analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap-Insus- Grouper menggunakan metode MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Tahapan analisis Rap-Insus-Seaweed dan Rap-Insus-Grouper menggunakan MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish
3.7. Strategi Pengelolaan Budidaya Laut Berkelanjutan
Dalam rangka memformulasikan rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong pengelolaan budidaya laut berkelanjutan, maka diperlukan strategi
pengelolaan yang memperhatikan atribut-atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya laut. Strategi pengelolaan, dimulai dengan mengurut
prioritas dimensi dan atribut prioritas dalam setiap dimensi yang perlu diperbaiki. Untuk mengetahui prioritas yang perlu diperbaiki, maka dilakukan penentuan
prioritas dimensi dengan melakukan pengurutan nilai dari indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi, kemudian dimensi yang memiliki nilai indeks lebih
rendah dianggap sebagai dimensi yang harus dikelola atau diperbaiki Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka atribut-atribut dari ke lima dimensi
selanjutnya disusun berdasarkan urutan prioritas dengan indikator nilai RMS. Prioritas urutan di mulai dari atribut yang memiliki nilai RMS yang paling besar.
Mulai
Kondisi Pengelolaan Budidaya Laut ini
Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian
MDS Ordinasi Setiap Atribut Penilaian skor Setiap Atribut
Analisis sensitivitas Analisis Monte Carlo
Analisis Keberlanjutan