Gambar 15. Peta sebaran kecepatan arus di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa 88
4.4.5. Hidrodinamika Pola Arus
Berdasarkan penelitian BRKP 2010 menunjukkan bahwa hasil simulasi arus yang dibangkitkan oleh pasut secara umum menunjukkan bahwa arus yang
memasuki Teluk Saleh berasal dari Laut Flores yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa. Massa air tersebut mengalir melewati dua selat yang masing-
masing berada di sebelah barat daya dan timur Pulau Moyo. Simulasi hidrodinamika menunjukkan bahwa arus yang mengalir melewati
Selat Batahai Sebelah Timur P. Moyo lebih dominan dibandingkan dengan Selat Saleh Sebelah Barat Daya P. Moyo. Hal ini terjadi karena batimetri perairan di
Selat Batahai lebih dalam, sedangkan batimetri perairan di Selat Saleh jauh lebih landai. Pertemuan dua arus utama yang berasal dari kedua selat tersebut
mengakibatkan terbentuknya beberapa arus memutar eddy yang terkonsentrasi di bagian utara perairan, sehingga mengakibatkan perairan Teluk Saleh bagian utara
jauh lebih dinamis dibandingkan bagian selatan perairan.
Pola Arus Pasut Kondisi Perbani
Pola arus pasut hasil simulasi model pada kondisi pasut Purnama Neap Tide Condition adalah sebagai berikut:
a. Pola arus saat air menjelang surut menunjukkan bahwa arus bergerak memasuki Teluk Saleh dari kedua selat dengan kecepatan relatif rendah 0,5 –
1 mdetik, dimana arus yang masuk melewati Selat Batahai memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan arus yang masuk dari Selat Saleh.
Gambar 17. A memperlihatkan beberapa eddy dengan diameter terbesar mencapai 1 km. Eddy ini terbentuk di zona pertemuan arus yang terletak tepat
di sebelah selatan Pulau Moyo. Terlihat pula bahwa muka laut perairan bagian selatan Teluk Saleh memiliki elevasi yang lebih tinggi dibanding
muka laut bagian utara. b. Saat air surut pada kondisi pasut Perbani Gambar 17. B memperlihatkan
bahwa secara umum elevasi perairan Teluk Saleh bagian selatan lebih tinggi dibanding elevasi muka laut bagian utara. Hal ini menimbulkan arus
bergerak keluar dari Teluk Saleh melalui kedua selat, dimana kecepatan arus yang melewati Selat Batahai lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan arus
yang melewati Selat Saleh. Kecepatan arus di Teluk Saleh pun melemah,
sehingga eddy yang terbentuk baik pada saat menjelang surut kehilangan gaya penggeraknya yang mengakibatkan kecepatan dan diameter eddy
berkurang. c. Saat air menjelang pasang pada kondisi pasut Perbani Gambar 17. C
memperlihatkan bahwa secara umum elevasi muka laut perairan Teluk Saleh relatif lebih rendah dibandingkan perairan sekitarnya. Akibatnya timbul arus
berkecepatan tinggi ~ 6 mdetik yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat Batahai. Terlihat pula adanya arus berkecepatan lebih rendah yang
meninggalkan Teluk Saleh melalui selat tersebut. Di bagian Selat Saleh, terdapat pula aliran arus yang meninggalkan Teluk Saleh dengan kecepatan
yang lebih rendah dibandingkan kecepatan arus yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat Batahai. Kondisi arus ini mengakibatkan eddy melemah.
d. Saat air pasang pada kondisi pasut Perbani Gambar 17. D memperlihatkan adanya aliran arus yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat Batahai dan
meninggalkan Teluk Saleh melalui Selat Saleh. Elevasi muka air rata-rata meningkat dengan ketinggian yang hampir seragam di seluruh perairan Teluk
Saleh dan eddy kembali terbentuk dengan baik
Pola Arus Pasut Kondisi Purnama
Pola arus pasut hasil simulasi model pada kondisi pasut Purnama Spring Tide Condition adalah sebagai berikut:
a. Pola arus saat air menjelang surut menunjukkan adanya arus berkecepatan tinggi ~10 mdetik yang bergerak memasuki Teluk Saleh melewati Selat
Batahai. Pada selat bagian barat terlihat adanya arus berkecepatan relatif rendah yang bergerak meninggalkan Teluk Saleh ~ 2 mdetik Gambar 18.
A, memperlihatkan beberapa eddy dengan diameter terbesar mencapai 1 km. Eddy ini terbentuk di zona pertemuan arus yang terletak tepat di sebelah
selatan Pulau Moyo. Terlihat pula bahwa elevasi muka laut perairan Teluk Saleh memiliki harga yang nyaris seragam 1–1,5 m, sementara pada daerah
terbentuknya eddy timbul zona depresi yang memiliki elevasi lebih rendah dari perairan sekitarnya 0,5 – 1 m.
b. Saat air surut pada kondisi pasut Purnama Gambar 18. B, memperlihatkan bahwa secara umum elevasi perairan Teluk Saleh memiliki harga yang relatif
seragam. Hal ini mengakibatkan arus yang bergerak keluar dari Teluk Saleh melalui Selat Batahai dan arus yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat
Batahai memiliki kecepatan yang rendah. c. Saat air menjelang pasang pada kondisi pasut Purnama Gambar 18. C,
memperlihatkan bahwa secara umum elevasi muka laut perairan Teluk Saleh relatif lebih rendah dibandingkan perairan sekitarnya. Akibatnya timbul arus
berkecepatan tinggi ~10 mdetik yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat Batahai. Terlihat pula adanya arus berkecepatan lebih rendah yang
meninggalkan Teluk Saleh melalui selat tersebut. Di bagian Selat Saleh, terdapat pula aliran arus yang meninggalkan Teluk Saleh dengan kecepatan
yang lebih rendah dibandingkan kecepatan arus yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat Batahai. Kondisi arus ini mengakibatkan eddy melemah.
d. Saat air pasang pada kondisi pasut Purnama Gambar 18. D, terlihat adanya aliran arus berkecepatan tinggi yang memasuki Teluk Saleh melalui Selat
Batahai dan arus berkecepatan lebih rendah yang meninggalkan Teluk Saleh melalui Selat Saleh. Elevasi muka air rata-rata meningkat dan eddy kembali
terbentuk dengan baik, mengakibatkan timbulnya zona depresi yang memiliki elevasi lebih rendah dari perairan sekitarnya. Berbeda dari kondisi surutnya,
zona depresi yang terbentuk pada saat pasang memiliki luasan yang lebih besar.
Secara spasial pola arus pasang surut pada kondisi perbani dan purnama di
wilayah perairan Teluk Saleh disajikan pada Gambar 16 dan 17.
A B
C D
Gambar 16. Pola arus dan elevasi muka air untuk keseluruhan perairan Teluk Saleh saat kondisi perbani pada: A menjelang surut, B surut, C menjelang pasang, D pasang. sumber: BRKP 2010
A B
C D
Gambar 17. Pola arus dan elevasi muka air untuk keseluruhan perairan Teluk Saleh saat kondisi purnama pada: A menjelang surut, B surut, C menjelang pasang, D pasang. sumber: BRKP 2010
93
4.4.6. Substrat Dasar Perairan
Menurut Dahuri 2003 substrat perairan berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air dan tempat
pengolahan serta pemasukan nutrien. Kehidupan biota sesuai dengan habitatnya, dimana pada substrat yang keras dihuni oleh hewan yang mampu melekat dan
pada substrat yang lunak dihuni oleh organisme yang mampu membuat lubang Odum, 1979. Jenis dan ukuran substrat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus tekstur tersebut semakin tinggi kemampuan untuk menjebak bahan organik
Nybakken, 1992. Substrat dasar suatu lokasi budidaya bervariasi dari bebatuan sampai lumpur
berpengaruh terhadap instalasi budidaya, pertukaran air, penumpukan hasil metabolisme dan kotoran Rejeki, 2001. Substrat dasar perairan berhubungan
dengan kebiasaan hidup dan sifat fisiologis. Rumput laut membutuhkan dasar perairan yang relatif stabil Dahuri, 2003. Sedangkan untuk ikan kerapu cocok
pada substrat berpasir dan pecahan karang Bakosurtanal, 1996 ; Radiarta et al. 2003. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa substrat
perairan di wilayah penelitian terdiri atas lumpur hingga karang. Secara spasial sebaran substrat perairan di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Peta sebaran substrat perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa
95
4.5. Kondisi Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian perairan untuk keberhasilan budidaya laut. Kualitas air dapat ditinjau melalui sifat
fisik, kimia dan biologis air atau kesatuan dari sifat-sifat tersebut. Pengukuran beberapa parameter kunci kualitas air di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa
dilakukan pada 16 titik stasiun pengukuran dan pengambilan sampel air. Secara rinci hasil pengukuran dan analisis laoratorium parameter kualitas air di Teluk
Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Tabel 14.
4.5.1. Suhu Air
Suhu perairan berpengaruh terhadap fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, metabolisme dan reproduksi. Sedangkan untuk budidaya
ikan kerapu di KJA, suhu air mempunyai pengaruh terhadap proses metabolisme, dimana semakin tinggi suhu maka proses metabolisme semakin meningkat dan
sebaliknya jika semakin rendah suhu, maka proses metabolisme akan terhambat. Radiarta et al. 2003 mengemukakan bahwa suhu optimal untuk
pertumbuhan rumput laut antara 24-30
o
C, dan memberikan laju pertumbuhan rata-rata 5 perhari Lee et al. 1999. Sedangkan untuk pertumbuhan dan
pertumbuhan optimal budidaya ikan kerapu di KJA membutuhkan suhu berkisar 28 – 30 ºC DKP, 2003. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan suhu air laut
di Perairan Teluk Saleh berada pada kisaran suhu yang baik untuk budidaya laut yaitu suhu berkisar 30,3– 33,2
o
4.5.2. Kecerahan
C. Secara spasial sebaran suhu perairan di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 19.
Kecerahan merupakan parameter kualitas air yang berhubungan dengan besarnya penetrasi cahaya kedalam perairan. Pada budidaya rumput laut
parameter kecerahan berperan dalam proses fotosintesis oleh tallus membutuhkan sinar matahari. Sedangkan pada budidaya ikan kerapu di KJA kecerahan perairan
berpengaruh terhadap kemampuan ikan kerapu di KJA untuk melihat dan mengambil makanan di perairan.
Kecerahan perairan untuk pertumbuhan optimal rumput laut berada pada nilai kecerahan 3 m, sedangkan pada budidaya ikan kerapu di KJA pertumbuhan
optimal berada pda nilai kecerahan 5 m Radiarta et al. 2003. Berdasarkan hasil
pengukuran lapangan di wilayah penelitian menunjukkan bahwa kecerahan perairan berkisar antar 2 - 7 m, sehingga nilai parameter kecerahan perairan di
Teluk Saleh berada pada kisaran pertumbuhan rumput laut dan ikan kerapu di KJA. Secara spasial sebaran kecerahan perairan di wilayah penelitian disajikan
pada Gambar 20.
4.5.3. Derajat Keasaman pH
Derajat keasaman pH merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut Luning, 1990. Pada budidaya
ikan kerapu di KJA parameter pH berdampak proses biokimia perairan dan komunitas biologi perairan. Hasil pengukuran nilai pH di wilayah penelitian
berkisar antara 7,0 – 8,4,. Nilai pH untuk pertumbuhan optimal rumput laut sistem long line dan budidaya ikan kerapu di KJA berkisar antara 6,5-8,5
Romomihtarto, 2003. Secara spasial sebaran nilai pH perairan di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 21.
4.5.4. Salinitas
Perubahan salinitas mencapai tingkat ekstrim pada budidaya rumput laut sistem long line dapat menyebabkan tallus pucat dan berwarna kuning. Menurut
Choi et al. 2010 rumput laut akan mengalami pertumbuhan yang lambat, apabila salinitas terlalu rendah kurang 15 ppt atau terlalu tinggi lebih 35 ppt dari
kisaran salinitas yang sesuai dengan syarat hidupnya hingga jangka waktu tertentu. Sedangkan perubahan salinitas yang ekstrim pada budidaya ikan kerapu
di KJA dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga akan menghambat pertumbuhan dan mudah terserang penyakit.
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di wilayah penelitian menunjukkan kadar salinitas berkisar antara 28 – 33 ppt. Kisaran salinitas untuk pertumbuhan
optimal rumput laut yaitu 32-34 ppt DKP, 2002. Sedangkan kisaran salinitas untuk pertumbuhan optimal ikan kerapu di KJA berkisar antara 30-35 ppt
Radiarta et al. 2005. Secara spasial sebaran nilai salinitas perairan di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 22.
Gambar 19. Peta sebaran suhu perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa 98
Gambar 20. Peta sebaran kecerahan perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa
99
Gambar 21. Peta sebaran pH perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa. 100
Gambar 22. Peta sebaran substrat perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa 101
4.5.5. Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen
Tingkat kelarutan oksigen yang ada di lingkungan perairan merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas air. Oksigen terlarut dalam air
bersumber dari difusi oksigen atmosfir dan hasil fotosintesis tumbuhan dalam air. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut disebabkan karena digunakan oleh
respirasi hewan dan tumbuhan, perombakan bahan-bahan organik secara biologis oleh mikroorganisme, reaksi kimia anorganik, serta hilang atau terlepaskan ke
atmosfir. Pada budidaya rumput laut sistem long line parameter oksigen terlarut di perairan tidak berpengaruh terlalu besar karena rumput laut hanya membutuhkan
oksigen pada kondisi tanpa cahaya. Pada budidaya ikan kerapu di KJA parameter oksigen terlarut berhubungan dengan proses respirasi dan berbagai proses
metabolism. Pada budidaya rumput laut sistem long line kadar oksigen terlarut untuk
pertumbuhan optimal 6 ppm DKP, 2002. Sedangkan untuk pertumbuhan optimal budidaya ikan kerapu di KJA memerlukan kadar oksigen terlarut 6 ppm
Bakosurtanal, 1996; Wibisono, 2005. Berdasarkan hasil pengukuran oksigen terlarut di wilayah penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut berkisar
antara 4,1 – 7,1 mgl. Secara spasial sebaran kandungan oksigen terlarut di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 23.
4.5.6. Nitrat NO
3
Parameter nitrat Pada budidaya rumput laut merupakan nutrien yang diperlukan bagi rumput laut dalam pembentukan protein maupun aktivitas
metabolisme. Sedangkan pada budidaya ikan kerapu di KJA parameter nitrat tidak memiliki hubungan langsung dengan ikan kerapu karena merupakan nutrien yang
diperlukan bagi fitoplankton. Budidaya rumput laut sistem long line dan budidaya ikan kerapu di KJA memerlukan nitrat berkisar antara 0,9 - 3,2 ppm DKP, 2002;
KLH, 2004. Berdasarkan hasil pengukuran nitrat di wilayah penelitian menunjukkan kandungan nitrat berkisar antara 0,33 – 0,75 mgl. Secara rinci
kandungan nitrat di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 14.
Gambar 23. Peta sebaran DO perairan di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa 103
Tabel 14. Hasil pangukuran oceanografi dan kualitas air di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa
No Stasiun Koordinat
Hasil Pengukuran Parameter
BT LS
Kedalaman m
Arus cmdt
Kecerahan m
pH Salinitas
ppt DO
ppm Suhu
°C NO
mgl
3
ST 01 117° 35 44,12 E
8° 25 8,16 S 10
24 4
7.01 31
9.2 31.2
0.50 ST 02
117° 41 56,30 E 8° 28 35,90 S
13 17
6 8.41
30 9.5
30.3 0.52
ST 03 117° 40 49,30 E
8° 28 49,60 S 14
19 4
8.41 32
10.1 31.0
0.54 ST 04
117° 40 12,70 E 8° 31 20,00 S
7 26
3 8.42
30 6.3
31.6 0.75
ST 05 117° 40 10,17 E
8° 32 27,73 S 12
18 5
7.31 32
11.1 31.3
0.64 ST 06
117° 39 40,90 E 8° 33 52,90 S
4 33
2 8.29
32 9.4
32.1 0.47
ST 07 117° 39 45,70 E
8° 34 3,70 S 9
27 4
8.10 31
7.1 32.0
0.48 ST 08
117° 46 26,76 E 8° 38 49,46 S
12 16
5 7.21
32 6.4
32.0 0.41
ST 09 117° 47 5,32 E
8° 41 46,83 S 7
20 3
7.18 31
6.6 31.0
0.43 ST 10
117° 52 3,20 E 8° 36 23,80 S
16 14
7 8.46
30 7.1
32.0 0.50
ST 11 117° 53 12,90 E
8° 39 35,40 S 12
17 6
8.47 29
7.3 33.2
0.57 ST 12
117° 55 48,43 E 8° 42 39,53 S
8 21
4 7.23
32 5.7
32.0 0.44
ST 13 117° 54 5,90 E
8° 42 53,50 S 4
30 2
8.20 33
5.5 33.0
0.30 ST 14
117° 53 30,30 E 8° 43 13,90 S
7 22
4 8.30
33 6.5
32.4 0.40
ST 15 117° 53 27,80 E
8° 43 43,50 S 9
20 4
8.20 28
4.4 31.0
0.48 ST 16
117° 53 49,10 E 8° 43 50,10 S
12 18
6 8.38
32 4.1
31.0 0.33
Sumber: Hasil Pengukuran 2011
104
4.6. Kondisi Eksisting Budidaya Air Payau
Wilayah pesisir daratan di sekitar Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa sebagian telah dimanfaatkan untuk budidaya air payau. Budidaya air payau yang
berkembang yaitu budidaya tambak untuk komoditi ikan bandeng Chanos chanos, sp, udang vaname Litopenaeus vannamei, sp, dan udang windu
Penaeus monodon, sp. Budidaya udang vaname dan udang windu dikelola oleh investor di Kecamatan Maronge, Kecamatan Plampang, dan Kecamatan Tarano.
Budidaya tambak sistem monokultur bandeng maupun polikultur bandeng dan udang windu dikelola oleh masyarakat dengan menerapkan teknologi sederhana
sistem tradisional. Untuk memenuhi kebutuhan benur, di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa terdapat hatchery udang sebanyak 2 perusahaan yang terletak di
Labuhan Jambu Kecamatan Tarano. Kapasitas produksi masing- masing Hatchery
mencapai 5-25 juta ekor udang per tahun.
Luas potensi areal untuk budidaya tambak di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa adalah 6.310 Ha 61 dari luas potensi tambak Kabupaten Sumbawa,
tersebar di 7 tujuh kecamatan. Dari luas areal tersebut hingga tahun 2011 telah dimanfaatan sekitar 1.744,85 Ha 28, terdiri atas tambak bandeng seluas 922,50
ha dan 822,35 ha tambak udang. Volume produksi tambak bandeng sebesar 2.076,03 ton dan nilai produktivitas sebesar 2,25 tonha. Secara rinci luas tambak
dan produksi tambak di Teluk Saleh pada tahun 2011 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Luas tambak dan volume produksi tambak di Teluk Saleh Kabupaten
Sumbawa
No Kecamatan
Luas Lahan ha Produksi ton
T. Bandeng T. Udang
Bandeng Udang
1 Moyo Hilir
25,00 -
56,25 -
2 Moyo Utara
185,50 132,90
417,78 418,23
3 Lape
378,00 20,00
850,50 29,63
4 Maronge
35,00 116,50
78,75 1.925,06
5 Plampang
171,00 381,00
384,75 8,.262,66
6 Empang
15,00 28,50
33,75 139,18
7 Tarano
113,00 143,45
254,25 3.055,91
Total Teluk Saleh 922,50
822,35 2.076,03
13.830,67 Sumber: Hasil Analisis 2013
Perkembangan budidaya tambak di Teluk Saleh berkembang pesat selama lima tahun terakhir 2007 sd 2011. Luas lahan tambak untuk budidaya ikan
bandeng dan udang meningkat sebesar 1,34 pertahun dan peningkatan produksi sebesar 26,93 pertahun serta peningkatan produktivitas sebesar 0,11
pertahun. Secara rinci perkembangan luas, volume produksi dan produktivitas tambak di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa selama 5 tahun terakhir disajikan
pada Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan luas, volume produksi dan produktivitas tambak di
Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Tahun 2007 sd 2011
Tahun Luas Lahan Tambak
ha Volume Produksi Tambak
ton Volume Produksi
B dan U ton Bandeng
B Udang
U 2007
2.136,00 1.782,44
14.348,12 16.130,56
2008 2.280,40
1.333,70 18.214,60
19.548,30 2009
2.383,01 1.959,00
25.531,37 27.490,37
2010 2.720,26
2.016,13 32.902,69
34.918,82 2011
2.807,16 2.511,45
39.819,84 42.331,29
Sumber: Hasil Analisis 2013
4.7. Kondisi Eksisting Budidaya Laut
Berdasarkan karakteristik biofisik, perairan Teluk Saleh memiliki potensi perikanan budidaya laut yang relatif luas dan terdapat beberapa teluk atau lokasi
yang terlindung oleh aksi gelombang besar dan arus kuat. Potensi laut untuk menunjang pengembangan perikanan budidaya terdapat di seluruh wilayah
pesisir. Perairan pesisir Teluk Saleh sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya ikan kerapu dalam karamba jaring apung dan budidaya rumput
laut.
4.7.1. Budidaya Rumput Laut 4.7.1.1. Perkembangan Budidaya Rumput Laut
Luas areal perairan yang telah dimanfaataatkan untuk budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa hingga Tahun 2011 adalah seluas 4.866,00
ha 68 dari luas areal pemanfaatan untuk budidaya rumput laut Kabupaten Sumbawa, tersebar di lima kecamatan. Volume produksi rumput laut basah untuk
sebesar 65.824,03 ton 72 dari luas areal pemanfaatan untuk total produksi
rumput laut Kabupaten Sumbawa dan nilai produktivitas sebesar 13,53 tonha, sedangkan produktivitas rumput laut di Kabupaten Sumbawa sebesar 13,45
tonha. Secara rinci luas dan volume produksi rumput laut basah di Teluk Saleh pada tahun 2011 disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Luas pemanfaatan perairan dan volume produksi rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa
No Kecamatan
Jumlah RTP
Luas Pemanfaatan ha
Volume Produksi ton
1 Moyo Hilir
367 852
11.811 2
Lape 245
979 8.028
3 Maronge
195 880
11.084 4
Plampang 281
988 12.109
5 Tarano
317 1.167
22.789 Total Teluk Saleh
1.405 4.866
65.824 Sumber: Hasil Analisis 2013
Perkembangan budidaya rumput laut di Teluk Saleh berkembang pesat selama lima tahun terakhir 2007 sd 2011. Luas pemanfaatan perairan untuk
budidaya rumput laut rata-rata meningkat sebesar 288 hatahun dan peningkatan volume produksi rumput laut basah 11.618 tontahun. Perkembangan jumlah RTP
selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 173 RTPtahun. Secara rinci perkembangan luas dan volume produksi rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten
Sumbawa selama 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Perkembangan luas dan volume produksi rumput laut di Teluk Saleh
Kabupaten Sumbawa tahun 2007 sd 2011 No Tahun
Jumlah RTP
Luas Pemanfatan Perairan ha
Volume Produksi ton
1 2007
1.347 3.426
7.736 2
2008 1.362
3.666 14.054
3 2009
1.522 3.849
20.033 4
2010 1.718
4.047 32.530
5 2011
2.214 4.866
65.824 Sumber: Hasil Analisis 2013
4.7.1.2. Keragaan Usaha Budidaya Rumput Laut
Rumput laut memiliki manfaat sebagai sumber alginat dan karaginan yang banyak dimanfaatkan untuk industri makanan, kosmetik, farmasi, tekstik, kertas
dan sebagainya. Rumput laut di pasaran lokal dan luar harganya cukup tinggi. Peluang pasar inilah yang menjadi salah satu pertimbangan penting bagi
masyarakat di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa untuk melakukan usaha budidaya rumput laut. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan masyarakat di
Kabupaten Sumbawa salah satunya adalah Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis ini memiliki kandungan karaginan kappa yang tinggi, berwarna hijau kekuningan,
thallusnya berbentuk silinder dan bercabang, permukaan licin dan kenyal. Budidaya rumput laut di wilayah perairan Teluk Saleh menggunakan
metode budidaya dengan sistem long line yang selama ini sudah dilakukan oleh masyarakat di sentra budidaya rumput laut. Wadah budidaya yang digunakan
terdiri dari tali utama tali induk sebagai rangka sekaligus untuk memberikan bingkai dan membatasi unit budidaya atau kepemilikan unit budidaya. Tali ini
dikonstruksi berbentuk segi empat dimana pada setiap sudutnya diberi jangkar dari pemberat yang berfungsi untuk menahan sistem unit budidaya pada posisi
yang tetap. Tal ris berfungsi sebagai tempat pengikat bibit dan tali pengikat tali anak berfungsi untuk mengikat bibit pada tali ris. Pelampung besar dan
pelampung kecil keduanya berfungsi untuk menjaga unit budidaya agar tetap terapung. Tali jangkar berfungsi untuk menggantungkan dan mengikat jangkar
atau pemberat. Selama periode budidaya rumput laut dilakukan pemeliharaan dan
pengontrolan. Pemeliharaan dilakukan pembersihan meliputi pembuangan kotoran atau sampah, pembersihan jenis lumut yang menempel pada tali ris. Sedangkan
pengontrolan dilakukan untuk melakukan pencegahan dan mengusir jenis hama dan memastikan rumput laut tetap terendam air untuk menghindari terjadinya
pemutihan bleaching. Pemeliharaan rumput laut umumnya sekitar 45 hingga 60 hari atau
disesuaikan dengan harga pasar yang sangat fluktuatif. Cara panen yang banyak dilakukan oleh pembudidaya adalah panen secara keseluruhan dengan cara
diangkat langsung seluruh jaring yang ada rumput lautnya dan dimasukan ke perahu pengangkut. Pemasaran untuk rumput laut di lokasi tidak susah karena
sudah ada pembeli yang biasa menampung hasil budidaya dari para pembudidaya walaupun struktur pasarnya monopolis yang berimplikasi terhadap harga yang
terbentuk.
Secara umum keragaan informasi tentang metode budidaya sistem long line yang telah umum berjalan dimasyarakat yaitu antara lain :
Panjang tali ris = 50 m
Jarak antar tali ris = 1 m
Jumlah tali ris per unit budidaya = 70 buah
Luas per unit budidaya = 3500 m
Jarak tanam jarak ikat antar rumpun
2
= 20 cm Berat bibit per rumpun
= 120 gr umur bibit 15-20 hari Rata-rata jumlah rumpun per tali ris
= 250 Rumpun 100 cm 20 cm x 50 Kebutuhan bibit per tali ris
= 30 kg 120 grx 250 rumpun Kebutuhan bibit per unit
= 2100 Kg 30 kg x 70 buah tali ris Harga bibit
= 1.250 Rpkg Lama pemeliharaan
= 45 hari Peningkatan berat panen
= 5 Kali 1 : 5 kg basah Perbandingan berat basah: kering
= 1:10 1 kg basah = 0,1 kering Harga rumput laut kering
= Rp. 7000kg
4.7.1.3. Bibit Rumput Laut
Selama ini bibit yang digunakan oleh masyarakat diperoleh dari hasil budidaya, bukan bibit unggul yang diseleksi terlebih dahulu. Pada musim tertentu
dimana kualitas rumput turun, petani rumput laut tetap memanfaatkannya sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya sehingga kualitasnya kurang terjamin. Bibit
yang dipakai dan dikembangkan oleh petani rumput laut sampai saat ini diperoleh dari hasil budidaya, bukan bibit unggul, sehingga, pada musim tertentu dimana
kualitas rumput laut turun, mereka tetap memanfaatkannya sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya sehingga kualitasnya kurang terjamin.
Bibit yang diperoleh dari hasil budidaya yaitu pengembangan secara vegetatif yaitu dengan menyisihkan thallus hasil budidaya milik sendiri yang
secara genetik belum dapat ditelusuri asal usulnya sehingga cenderung memiliki kualitas rendah. Pembudidaya rumput laut memiliki perencanaan dalam
pemanenan rumput laut dan pembibitan kembali dengan rumus umum yang dipegang oleh petani yaitu hasil panen dapat digunakan untuk pengeringan 23
bagian dan pembibitan kembali 13 bagian.