Daya Dukung Perairan untuk Budidaya Ikan Kerapu di KJA

ekologi. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi keberlanjutan pengelolaan budidaya laut di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 32. Gambar 32. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 – 100 1 Ancaman Terhadap Kualitas Perairan Atribut “Ancaman Terhadap Kualitas Perairan” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut pada dimensi ekologi, kerena tingginya ancaman terhadap kualitas perairan menyebabkan terganggunya ekosistem sehingga berpengaruh terhadap daya dukung perairan dan produktivitas perairan. Ancaman terhadap kualitas perairan di wilayah penelitian bersumber dari aktivitas penangkapan ikan secara destruktif dan kegiatan pembangunan di daerah up-land seperti limbah domestik, budidaya tambak, hatchery, aktivitas pelabuhan, pertanian, dan pertambangan. 2 Serangan Hama Atribut “Serangan Hama” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi ekologi, kerena biota pengganggu hama akan menyebabkan produksi rumput laut menurun. Hama yang sering menyerang rumput laut dikelompokkan berdasarkan ukurannya yaitu hama mikro micro graze dan hama makro macro grazer. Hama mikro umumnya berukuran kurang dari 2 cm dan melekat pada thallus tanaman seperti larva bulu babi dan larva teripang sedangkan hama makro umumnya berukuran lebih dari 2 cm seperti ikan baronang Siganus spp, penyu hijau Chelonia midas, bulu babi Diadema sp dan bintang laut Protoneostes Anggadireja et al. 2006. karena luka bekas gigitannya akan menyebabkan penyakit pada budidaya rumput laut Anggradiarja et al. 2006; Yulianto, 2004; Nugraha dan Santoso, 2008. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa bahwa hama yang sering menggaggu budidaya rumput laut di wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir adalah ikan beronang karena merupakan habitat ikan beronang. Serangan hama ikan beronang dikategorikan masih sedang karena hanya pada musim tertentu, namun cukup merugikan pembudidaya. 3 Serangan Penyakit Atribut “Serangan Penyakit” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi ekologi, karena penyakit yang biasa menyerang rumput laut “ice-ice” penularannya sangat cepat dalam waktu 1 minggu akan menyebabkan gagal panen Yulianto, 2004. Rumput laut berpotensi meningkatkan taraf hidup petani rumput laut, Namun pada musim tertentu budidaya rumput laut mengalami masa yang kurang menguntungkan, karena diserang penyakit Yulianto Hatta, 1996; Undser, 2002; Sulu et al. 2003. Perubahan lingkungan yang mendadak sepeti, antara lain perubahan salinitas, suhu air, dan intensitas cahaya merupakan faktor utama yang akan memudahkan infeksi patogen dan memicu penyakit ice-ice Imardjono et al. 1989; Hurtado dan Agbayani, 2000; Mintardjo, 1990; Kaas dan Perez, 1990; Largo et al. 1995; Nugraha dan Santoso, 2008. Perubahan salinitas akan menyebabkan adanya turgor antara bagian dalam dan luar rumput laut Luning, 1990. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa penyakit ice-ice umumnya terjadi pada awal musim Barat atau pada pergantian musim Timur ke musim Barat Oktober-April. Ice-ice merupakan penyakit dengan tingkat infeksi cukup tinggi di negara Asia Philips, 1990 dan banyak menyerang rumput laut pada saat musim hujan Oktober-April Doty, 1975; Doty, 1979; Mintardjo, 1990. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa penyakit yang menyerang budidaya rumput laut di wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir adalah peyakit ice-ice dengan tingkat serangan dikategorikan masih sedang karena hanya pada musim tertentu, namun cukup merugikan pembudidaya. Serangan penyakit di duga karena pengaruh musim dan penggunaan bibit rumput laut dengan mutu yang rendah karena membawa bibit penyakit atau daya tahan terhadap serangan penyakit sudah berkurang Wantasen dan Tamrin, 2012

5.3.1.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Hasil analisis Rap Insus Seaweed terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi ekonomi, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “51,29” . Nilai tersebut terletak antara 51,00-75,00 berarti “Cukup Berkelanjutan” . Nilai indeks keberlanjutan lebih dari 50 menunjukkan bahwa kondisi ekonomi cukup mendukung pengelolaan budidaya rumput laut. Namun nilai indeks tersebut sangat mendekati nilai indeks kurang berkelanjutan, sehingga apabila secara ekonomi tidak dikelola atau dibiarkan seperti saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain, sehingga pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 33. Gambar 33. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 sepuluh atribut dimensi ekonomi diperoleh 4 empat atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu: 1 Status Modal Usaha RMS – 1,38; 2 Fluktuasi Harga RMS – 1,85; 3 Efesiensi Rantai Pemasaran RMS – 1,96; dan 4 Nilai Tambah Komoditi RMS – 1,25. Perubahan terhadap ke-3 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi keberlanjutan pengelolaan budidaya laut di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 34. Gambar 34. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 – 100 1 Efisiensi Rantai Pemasaran Atribut “Efisiensi Rantai Pemasaran” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi ekonomi, kerena rantai pemasaran yang tidak efisien akan menyebabkan rendahnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh petani rumput laut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap petani rumput laut menunjukkan bahwa sebagian besar 98 responden di wilayah penelitian tidak memiliki jaringan terhadap saluran pemasaran, sehingga kondisi rendahnya akses ke saluran pemasaran akan berdampak pada semakin panjang rantai pemasaran dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap rendahnya harga beli rumput laut dari petani rumput laut. 2 Fluktuasi Harga Berdasarkan hasil analisis perkembangan harga rumput laut selama 5 tahun terakhir menunjukkan harga rumput laut kering sangat fluktuatif dengan trend yang cenderung menurun. Fluktuasi harga rumput laut disebebkan oleh beberapa hal, diantaranya: 1 banyaknya para spekulan yang bermain dalam mempengaruhi harga rumput laut di tingkat petani rumput laut; 2 rumput laut di wilayah penelitian sebagian diekspor ke Singapore, Hongkong dan Cina Budiani, 2012, sehingga harga jual rumput laut juga dipengaruhi oleh perkembangan pasar global, seperti perubahan biaya fiscal dan sejenisnya yang menyebabkan kenaikan biaya pengiriman sehingga berpengaruh terhadap harga ditingkat petani rumput laut; 3 apabila permintaan ekspor meningkat, maka harga rumput laut juga meningkat, demikian sebaliknya jika kondisi perekonomian menurun, maka daya beli rumput laut menurun dan berakibat harga di pasaran menjadi murah; 4 rumput laut yang diekspor masih dalam bentuk bahan baku sehingga menyebabkan posisi tawar rendah dan pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di luar negeri. Setyaningsih et al. 2012. 3 Status Modal Usaha Atribut “Status Modal Usaha” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi ekonomi, karena budidaya rumput laut harus di topang oleh ketersediaan dan status modal usaha. Status modal budidaya rumput laut di wilayah penelitian menunjukkan bahwa 82 responden menyatakan modal usaha budidaya diperoleh dari “Pinjaman Middleman”. Selain rendahnya akses permodalan bagi para petani pembudidaya, persyaratan agunan dan pengembalian kredit per-bulan bila meminjam ke bank menjadi kendala utama bagi pembudidaya karena ketidakpastian hasil panen. Belum lagi tingkat suku bunga bank yang menurut pembudidaya cukup tinggi. Adanya permasalahan terkait akses permodalan inilah yang mendorong para petani untuk cenderung memilih meminjam modal kepada tengkulak sebagai modal usahanya. Permasalahan yang sering dihadapi oleh para pembudidaya terkait permodalan dimanfaatkan oleh para tengkulak middle man untuk memberikan bantuan modal dengan ketentuan hasil panen pembudidaya harus dijual kepada pihak tengkulak sehingga memberikan keleluasaan kepada tengkulak untuk mengendalikan harga komoditi. 4 Nilai Tambah Komoditi Rumput laut hasil budidaya petani rumput laut di wilayah penelitian setelah dikeringkan langsung dijual ke pedagang pengumpul dan hanya dipasarkan dalam bentuk rumput laut kering rawa material dengan kualitas rendah, sehingga tidak memiliki nilai tambah. Produk rumput laut yang mempunyai nilai tambah tinggi dan potensial untuk dikembangkan di Indonesia termasuk wilayah penelitian antara lain adalah Alkali Trated Cottonii ATC, Semi Refined Carragenan SRC, Refined Carragenan RC Kementerian Perindustrian, 2011. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginate dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri Istini, 1998. Sebagian besar rumput laut di Indonesia diekspor dalam bentuk kering Suwandi, 1992. Bila ditinjau dari segi ekonomi, harga hasil olahan rumput laut seperti karaginan jauh lebih tinggi dari pada rumput laut kering. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, maka pengolahan rumput laut menjadi karaginan di dalam negeri perlu dikembangkan Istini, 1998. Sebagai ilustrasi rumput laut kering yang dipasarkan selama ini nilai berkisar antara Rp 5.000 sampai Rp. 12.000kg per kilogram, jika diolah menjadi ATC Chips maka harga yang diperoleh menjadi Rp. 46.000kg, Semi Refine Carrageenan SRC, food grade bisa bernilai Rp. 54.000kg sampai Rp 60.000kg. Jika diproses sampai Refine Carrageenan RC untuk non food grade menjadi Rp. 110.000kg dan untuk food grade Rp. 135.000kg.

5.3.1.3. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Hasil analisis Rap Insus Seaweed terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi sosial, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “47,02” . Nilai tersebut terletak antara 26,00-50,00 berarti “Kurang Berkelanjutan” . Nilai indeks keberlanjutan lebih kurang dari 50 menunjukkan bahwa kondisi sosial masyarakat di wilayah penelitian kurang mendukung pengelolaan budidaya rumput laut. Apabila kondisi sosial masyarakat tidak dikelola atau dibiarkan seperti kondisi saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain, sehingga pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 35. Gambar 35. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 sepuluh atribut dimensi sosial diperoleh 3 tiga atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi sosial yaitu: 1 Tingkat Kemandirian RMS-3,08; 2 Jumlah Petani RMS- 2,37; dan 3 Tingkat Pendidikan Formal RMS-3,37. Perubahan terhadap ke-3 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi sosial keberlanjutan pengelolaan budidaya laut di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 36. 1 Tingkat Pendidikan Atribut “Tingkat Pendidikan” petani rumput laut merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi sosial, karena: 1 penguasaan teknologi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani rumput laut; 2 kemampuan untuk mendapatkan akses pasar seluas-luasnya; 3 kemampuan untuk memperoleh keterbukaan informasi fluktuasi harga; 4 kemampuan untuk memperoleh kemudahan akses permodalan; 5 kemampuan untuk pencegahan spekulan yang masuk dan perpanjangan rantai tataniaga; 6 leluasanya middle man dalam memanipulasi harga dan mengendalikan rantai tataniaga, serta sulitnya dilakukan upaya penguatan sistem kelembagaan di tingkat petani karena rendahnya tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan responden petani rumput laut di wilayah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 79 tingkat pendidikan responden adalah SD. Jika dipadukan dengan data Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata penduduk secara keseluruhan di wilayah penelitian menunjukkan adalah SMP, sehingga tingkat pendidikan formal petani rumput laut adalah “Lebih Rendah” dari tingkat pendidikan penduduk di wilayah penelitian. Tingkat pendidikan petani rumput laut baik formal maupun non formal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Sutarto 2008 mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap untuk kemampuan dalam mengadopsi teknologi. 2 Tingkat Kemandirian Atribut “Tingkat Kemandirian” petani rumput laut merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi sosial, karena keberadaan petani rumput laut dipengaruhi oleh sistem dan tatanan kehidupan sosial dan budaya di lingkungan masyarakat. Petani rumput laut di wilayah penelitian memiliki ketergantungan terhadap punggawa middleman dalam bentuk modal, sarana prasarana produksi, penyediaan kebutuhan petani rumput laut dan pemasaran. Keberadaan punggawa middleman berperan sebagai pedagang pengumpul, sehingga seringkali melakukan permainan dalam penentuan kualitas rumput laut agar dapat membeli rumput laut dengan harga murah. Ketergantungan petani rumput laut terhadap punggawa sangat besar terutama dalam hal menjamin kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat petani rumput laut menghadapi masalah keuangan mereka akan meminjamkan kepada punggawa tanpa anggunan, proses cepat dan didasari atas kepercayaan. Konsekuensinya petani rumput laut harus menjual rumput laut kepada punggawa dengan harga yang ditetapkan. Dalam kondisi seperti ini otoritas penentuan harga berada di pihak punggawa sedangkan petani rumput laut hanya sebagai penerima harga. 3 Jumlah Petani Rumput Laut Atribut “Jumlah Petani Rumput Laut” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi sosial, karena peningkatan jumlah petani rumput laut menunjukkan perkembangan budidaya rumput laut dalam memanfaatkan potensi perairan dan peningkatan produksi rumput laut dan penyerapan tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran. Hasil analisis tingkat perkembangan jumlah petani rumput laut selama 5 tahun terakhir menunjukan bahwa rata-rata peningkatan jumlah petani rumput laut hanya sebesar 2 per tahun. Jika dibandingkan dengan luas potensi perairan yang belum dimanfaatkan dan tingkat pengangguran, maka tingkat perkembangan jumlah petan rumput laut masih rendah. Gambar 36. Nilai sensitivitas atribut dimensi sosial yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 - 100

5.3.1.4. Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

Hasil analisis Rap Insus Seaweed terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi kelembagaan, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “32,38”. Nilai tersebut terletak antara 26,00-50,00 berarti “Kurang Berkelanjutan” . Nilai indeks keberlanjutan lebih kurang dari 50 menunjukkan bahwa kondisi kelembagaan di wilayah penelitian kurang mendukung pengelolaan budidaya rumput laut. Apabila kondisi kelembagaan tidak dikelola atau dibiarkan seperti kondisi saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain, sehingga pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi kelembagaan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 37. Gambar 37. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi kelembagaan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 atribut dimensi kelembagaan diperoleh lima atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi kelembagaan yaitu: 1 Kelembagaan Pembibitan RMS-3,61; 2 Kelembagaan Pasar RMS-3,05; 3 Kelembagaan Penjamin Mutu RMS-2,76; 4 Dukungan dan Komitmen Pemda RMS-1,82 dan Kelembagaan Penyuluh RMS-1,70. Perubahan terhadap ke-5 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi kelembagaan keberlanjutan pengelolaan budidaya laut di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 38. 1 Kelembagaan Pembibitan Atribut “Kelembagan Pembibitan” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi kelembagaan, karena kelembagaan pembibitan memiliki peranan dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan bibit yang tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat harga. Secara kelembagaan, pembibitan rumput laut di wilayah penelitian belum terdapat lembaga atau aturan main yang mengatur dan menjamin ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan bibit rumput laut. Lembaga yang terdapat di wilayah penelitian adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa yaitu Balai Benih Ikan Pantai BBIP. Keberadaan BBIP selama ini, belum melakukan kegiatan penyediaan bibit rumput laut, namun lebih difokuskan pada kegiatan penyediaan benur. Selanjutnya keberadaan Unit Pelaksana Teknis UPT Kementerian Kelautan dan Perikanan di Lombok Barat yaitu Balai Budidaya Laut BBL Sekotong, hingga saat ini masih dalam tahap pengembangan penelitian dan belum mampu memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan bibit yang tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat harga. 2 Kelembagaan Pasar Atribut “Kelembagan Pasar” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi kelembagaan, karena kelembagaan pasar memiliki peranan dalam memberikan jaminan sistem pemasaran, harga yang sesuai dan memperkecil margin pemasaran dengan memperpendek rantai pemasaran. Petani rumput laut dihadapkan pada permasalahan ketidak pastian sistem pemasaran dengan harga yang menguntungkan bagi petani rumput laut karena belum ada kelembagaan yang mengatur sistem pemasaran rumput laut di wilayah penelitian. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut di wilayah penelitian terdiri dari pedagang pengumpul baik di tingkat desa maupun kecamatan, pedagang besar yang berlokasi di Kota Kabupaten Sumbawa serta eksportir atau pabrik pengolahan yang berada di Kota Mataram dan Surabaya. 3 Kelembagaan Penjamin Mutu Atribut “Kelembagan Penjamin Mutu” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi kelembagaan, karena kelembagan ini memiliki peranan dalam menjaga dan menjamin keseragaman mutu, kualitas dan standar rumput laut kering yang dihasilkan sebagai bahan baku raw material untuk industri pengolahan. Bahan baku rumput laut hasil budidaya di wilayah penelitian memiliki daya saing yang rendah karena belum terdapat kelembagaan yang dapat memberikan jaminan terhadap mutu dan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Kelembagaan penjaminan mutu memiliki peranan penting dalam mengatur, menjaga dan memberikan jaminan terhadap mutu dan kualitas rumput laut yang dihasilkan oleh petani rumput laut sesuai dengan standarisasi bahan baku rumput laut yang dibutuhkan oleh industri pengolahan. 4 Dukungan dan Komitmen Pemerintah Daerah Atribut “Dukungan dan Komitmen Pemeritah Daerah” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi kelembagaan, karena pengelolaan budidaya rumput laut tidak terlepas dari dukungan politik dan komitmen pemerintah daerah dalam mengembangkan rumput laut sebagai komiditi unggulan daerah. Dukungan permerintah daerah di wilayah penelitian tergolong masih rendah, dimana tergambar dari besarnya alokasi anggaran untuk program pemberdayaan, pembanguan infrastruktur terhadap komoditi rumput laut selama lima tahun terakhir relatif tidak ada peningkatan setiap tahunnya. Demikian juga dengan komitmen pemerintah daerah menjadikan rumput laut sebagai komoditi unggulan daerah melalui program “PIJAR” juga belum optimal untuk menjadikan rumput laut sebagai komoditi yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani rumput laut dan pendapatan daerah. 5 Kelembagaan Penyuluh Atribut “Kelembagaan Penyuluh” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi kelembagaan, karena peran lembaga dan sumberdaya manusia penyuluh yang memiliki kompetensi untuk mendampingi petani rumput laut dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Kondisi eksisting kelembagaan penyuluh di wilayah penelitian menunjukkan bahwa jumlah penyuluh perikanan PNS relatif kurang dibandingkan dengan areal kerja yang ditangani. Selain itu kompetensi penyuluh perikanan masih kurang berkaitan dengan pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan kurangnya peningkatan kapasitas dan sarana dan prasarana penunjang. Jumlah dan kompetensi penyuluh perikanan PNS yang kurang tersebut menyebabkan para pelaku usaha perikanan, kesulitan mencari informasi tentang teknis budidaya maupun pemasaran. Gambar 38. Nilai sensitivitas atribut dimensi kelembagaan yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 – 100

5.3.1.5. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi

Hasil analisis Rap Insus Seaweed Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa terhadap 9 sembilan atribut berpengaruh pada dimensi teknologi, diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi teknologi sebesar 41,62. Nilai tersebut terletak antara 25,00-49,9 berarti “Kurang Berkelanjutan”. Nilai indeks keberlanjutan kurang dari 50 menunjukkan kondisi teknologi wilayah perairan tersebut kurang mendukung pengelolaan budidaya rumput laut. Apabila kondisi teknologi perairan ini dibiarkan seperti saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain sehingga pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail hasil analisis nilai indeks status keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 39. Gambar 39. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 sepuluh atribut dimensi teknologi diperoleh lima atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi teknologi yaitu: 1 Industri Pengolahan RMS-3,35; 2 Ketersediaan Bibit RMS-2,47; 3 Sarana Pengeringan RMS-1,72; dan 4 Sarana Pergudangan RMS-1,66; dan 5 Ketepatan Umur Panen RMS-1,53. Perubahan terhadap ke-5 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi teknologi keberlanjutan pengelolaan budidaya laut di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 40. 1 Industri Pengolahan Atribut “Industri Pengolahan Rumput Laut” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi teknologi karena di wilayah penelitian belum terdapat industri pengolahan rumput laut. Di Indonesia tahun 2009 hanya terdapat 13 industri pengolahan karagenan rumput laut yang menguasai pangsa pasar utama yaitu 2 dua industri RC, dan 11 industri SRC. Ketiga belas industri tersebut tersebar di Bekasi, Tangerang, Pasuruan, Malang, Klungkung, Makassar dan Takalar Kementerian Perindusterian, 2011. Provinsi NTB sebagai wilayah penelitian ini belum terdapat industri pengolahan rumput laut. Keberadaan industri pengolahan rumput laut dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian yang pada akhirnya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar untuk mengurangi masalah pengangguran secara signifikan. Peningkatan nilai tambah pada semua tingkatan rantai nilai dengan membangun sinergi antar pemangku kepentingan industri rumput laut yang diharapkan dapat memperkuat keterkaitan, produktivitas, kualitas, dan keberlanjutan pada semua tingkatan rantai nilai rumput laut. Menurut Kementerian Perindustrian 2011 berdasarkan produksi rumput laut daerah ini sangat layak untuk dibangun industri rumput laut berupa ATC Chip dengan kapasitas produksi minimal 2 ton per hari rumput laut kering. 2 Ketersediaan Bibit Atribut “Ketersediaa Bibit” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi teknologi, kerena berpengaruh terhadap produktivitas, ketahanan terhadap penyakit dan kualitas hasil penen dan. Bibit rumput laut yang telah mengalami penurunan kualitas cenderung memiliki produktivitas rendah, memiliki daya adaptasi yang rendah terhadap kondisi lingkungan ekstrim, rentan terhadap penyakit dan bahkan mengalami gagal panen akibat serangan penyakit Santoso dan Nugraha, 2008. Bibit yang digunakan oleh petani rumput laut di wilayah penelitian saat ini diperoleh dari hasil pengembangan secara vegetative yaitu dengan menyisihkan thallus budidaya milik sendiri yang secara genetik belum dapat ditelusuri asal usulnya sehingga cenderung tidak berkualitas. Permasalahan rendahnya kualitas bibit rumput laut, belum tersedianya aturan teknis dan operasional berupa Standar Prosedur Operasional SPO atau SNI tentang kebun bibit rumput laut, kultur jaringan dan kualitas bibit. 3 Sarana Pengeringan Atribut “Sarana Pengeringan” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi teknologi, karena berpengaruh terhadap kualitas rumput laut kering raw material yang dihasilkan. Sarana pengeringan di wilayah penelitian kondisinya masih minim dan cenderung mengeringkan rumput laut dengan menjemur langsung di tanah sehingga menyebabkan rendahnya kualitas rumput laut kering yang dihasilkan. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan sarana penjemuran yang tersedia dan rendahnya pemahaman dan pengetahuan petani rumput laut terhadap sistem pengeringan rumput laut yang sesuai dengan standar. Sasongko et al. 2012 mengungkapkan bahwa rendahnya kualitas karagenan rumput laut disebabkan karena kurang tepatnya sistem pengeringan rumput laut. Keterbatasan sarana pengeringan rumput laut akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas dan kuantitas karagenan yang dihasilkan. 4 Sarana Pergudangan Atribut “Sarana Pergudangan” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi teknologi, karena berfungsi sebagai tempat manampung atau menyimpan rumput laut kering untuk menjaga dan mempertahankan kualitas rumput laut kering serta memperoleh pembiayaan melalui mekanisme resi gudang. Penerapan sistem resi gudang sesuai dengan amanat UU No. 9 Tahun 2011 tentang Penerapan Sistem Resi Gudang. Sarana pergudangan di wilayah penelitian belum tersedia, sehingga petani rumput laut tidak memiliki posisi tawar terhadap harga jual karena rumput laut setelah dikeringkan langsung dijual ke pedagang perantara walaupun saat harga rumput laut sedang rendah. 5 Ketepatan Umur Panen Atribut “Ketepatan Umur Panen” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan rumput laut pada dimensi ekologi, kerena untuk keberhasilan budidaya rumput laut, harus di dukung oleh ketersediaan bibit yang cukup dan tepat waktu. Petani pembudidaya rumput laut di wilayah penelitian mengalami kesulitan memperoleh bibit dalam jumlah sesuai dan tersedia pada saat musim tanam. Pada musim tertentu dimana kualitas rumput laut hasil budidaya turun karena terserang hama, penyakit atau terkena bencana alam, petani rumput laut kesulitan untuk memperoleh bibit untuk mengikuti musim tanam yang sesuai. Permasalahan pemenuhan kebutuhan bibit yang tepat waktu karena belum tersedia kebun bibit. Estimasi kebutuhan bibit rumput laut di wilayah penelitian sebesar 6,92 tonha. Mengacu pada kebutuhan bibit tersebut, dapat ditentukan kebutuhan bibit rumput laut unggul berkualitas untuk memenuhi kebutuhan bibit pada lokasi yang telah dimanfaatkan saat ini yaitu seluas 4.866 ha diperkirakan sebesar untuk 33.672 ton bibit. Untuk dapat memenuhi kebutuhan bibit tersebut maka dibutuhkan kebun bibit seluas 2,67 ha. Gambar 40. Nilai sensitivitas atribut dimensi teknologi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 - 100

5.3.1.6. Status Keberlanjutan Multidimensi

Hasil analisis Rap-Insus Seaweed Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa untuk lima dimensi diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing dimensi sebagai berikut: a. Dimensi Ekologi sebesar 52,81 berarti “Cukup Berkelanjutan” Indeks terletak antara 51,00 – 75,00 b. Dimensi Ekonomi sebesar 51,29 berarti “Cukup Berkelanjutan” Indeks terletak antara 51,00 – 75,00 c. Dimensi Sosial sebesar 47,02 berarti “Kurang Berkelanjutan” Indeks terletak antara 25,00 - 49,9 d. Dimensi Kelembagaan sebesar 32,38 berarti “Kurang Berkelanjutan” Indeks terletak antara 25,00 - 49,9 e. Dimensi Teknologi sebesar sebesar 41,62 berarti “Kurang Berkelanjutan” Indeks terletak antara 25,00 - 49,9 Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa untuk ke-5 dimensi divisualisasikan dalam bentuk diagram layang kite diagram. Secara visual nilai indek keberlanjutan yang ditunjukkan pada Gambar 41. Gambar 41. Diagram layang-layang kite diagram multidimensi keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Perbaikan terhadap atribut yang memberikan nilai sensitif tinggi dan berpengaruh negatif terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa harus dilakukan dan ditingkatkan, sehingga nilai indeks dan status keberlanjutan untuk menjustifikasi apakah ke lima dimensi tersebut tetap berkelanjutan atau tidak, menurut Budiharsono 2006 tidak bisa dilihat dengan melakukan rataan dari ke lima dimensi tersebut, akan tetapi harus dilakukan uji pair wise comparison yang diperoleh dari penilaian pakar di bidang pengelolaan budidaya rumput laut. Dengan demikian, maka masing-masing indeks tersebut diverifikasi oleh pakar, sehingga diperoleh skor tertimbang. Penentuan nilai indeks dan status keberlanjutan multidimensi dilakukan dengan mengalikan nilai indeks setiap dimensi hasil analisis Rap-Insus Seaweed dengan penilaian bobot dimensi oleh pakar. Berdasarkan hasil pembobotan ke lima dimensi keberlanjutan, maka diperoleh nilai indeks keberlanjutan multidimensi sebesar 42,26 terletak pada rentan 25,00 - 49,9, sehingga status pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh dikategorikan “Kurang Berkelanjutan”. Secara rinci nilai indeks multidimensi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Nilai indeks multidimensi pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Dimensi Nilai Bobot Tertimbang Nilai Indeks Keberlanjutan Nilai Indeks Hasil Pembobotan Ekologi 29,24 52,81 15,31 Ekonomi 23,34 51,29 11,80 Sosial 21,46 47,02 9,87 Kelembagaan 15,14 32,38 4,84 Teknologi 10,82 41,62 4,99 Jumlah 100,00 46,82 Sumber: Hasil Analisis, 2013

5.3.1.7. Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS Uji validitas

dengan analisis Monte Carlo, memperhatikan hasil analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95 diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata kedua analisis tersebut sangat kecil. Ini berarti bahwa model analisis MDS yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh. Perbedaan nilai yang sangat kecil ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses analisis dapat diperkecil atau dihindari. Kesalahan yang disebabkan pemberian skoring pada setiap atribut. Variasi pemberian skoring yang bersifat multidimensi karena adanya opini yang berbeda relatif kecil, proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan kesalahan dalam melakukan input data dan data yang hilang dapat dihindari Fauzi et al. 2005. Analisis Monte Carlo ini juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acakgalat random error dalam analisis statistik yang dilakukan terhadap seluruh dimensi Kavanagh dan Pitcher, 2004. Evaluasi pengaruh galat Error acak dengan menggunakan analisis Monte Carlo bertujuan untuk mengetahui: a pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, b pengaruh variasi pemberian skor, c stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, d kesalahan pemasukan atau hilangnya data missing data, dan e nilai stress dapat diterima apabila 20. Secara rinci hasil analisis Monte Carlo kelima dimensi disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rap-Insus Seaweed dengan analisis monte carlo Dimensi Analisis MDS Analisis Monte Carlo Perbedaan MDS- MC Ekologi 52,81 52,55 0,26 Ekonomi 51,29 50,93 0,36 Sosial 47,02 46,76 0,26 Kelembagaan 32,38 32,93 0,55 Teknologi 41,62 41,72 0,10 Sumber: Hasil Analisis 2013 Uji Ketepatan Analisis MDS goodness of fit. Dari hasil analisis Rap-Insus Seaweed Teluk Saleh diperoleh koefisien determinasi R2 antara 94 -95 atau lebih besar dari 80 atau mendekati 100 berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan Kavanagh, 2001. Nilai stress antara 0,13 – 0,14 atau selisih nilai stres sebesar 0,01. Nilai determinasi ini mendekati nilai 95-100 dan nilai stress 0,13 - 0,14 lebih kecil dari 0,25 atau 25, sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi goodness of fit untuk menilai indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh. Di dalam Rapfish, nilai stress dikatakan baik apabila nilainya di bawah 0,25, berarti nilai goodness of fit dalam MDS, yang menyatakan bahwa konfigurasi atribut dapat mencerminkan data asli nilai stress. Secara rinci nilai stress dan koefisien determinasi hasil analisis Rap-Insus pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh disajikan pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37. Nilai stress dan koefisien deteminasi analisis Rap-Insus Seaweed dengan analisis monte carlo Dimensi Nilai indeks keberlanjutan Stress R Iterasi 2 Ekologi 52,81 0,13 0,94 2 Ekonomi 51,29 0,13 0,95 2 Sosial 47,02 0,13 0,95 2 Kelembagaan 32,38 0,14 0,95 2 Teknologi 41,62 0,14 0,94 2 Sumber: Hasil Analisis 2013

5.3.1.8. Faktor Pengungkit

Hasil analisis Rap-Insus SEAWEED terhadap atribut kelima dimensi keberlanjutan dari 50 atribut yang dianalisis, maka diperoleh 19 atribut sensitif sebagai faktor pengungkit leverage factor. Secara rinci faktor pengungkit masing-masing dimensi keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Faktor pengungkit perdimensi keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Dimensi Faktor Pengungkit Leverage Factor RMS Ekologi 1 Ancaman Terhadap Kualitas Perairan 0,80 2 Serangan Hama 0,73 3 Serangan Penyakit 0,63 Ekonomi 4 Efisiensi Rantai Pemasaran 1,96 5 6 Fluktuasi Harga Status Modal Usaha 1,85 1,38 7 Nilai Tambah Komoditi 1,19 Sosial 8 Tingkat Pendidikan 3,37 9 Tingkat Kemandirian 3,08 10 Jumlah Petani Rumput Laut 2,37 Kelembagaan 11 Kelembagaan Pembibitan 3,61 12 Kelembagaan Pasar 3,05 13 Kelembagaan Penjamin Mutu 2,76 14 Dukungan dan Komitmen Pemda 1,82 15 Kelembagaan Penyuluh 1,70 Teknologi 16 Industri Pengolahan 3,35 17 Ketersediaan Bibit 2,47 18 19 20 Sarana Pergudangan Sarana Pengeringan Ketepatan Umur Panen 1,66 1,66 1,53 Sumber: Hasil Analisis 2013 Tebel di atas menunjukkan bahwa terdapat 19 atribut sebagai faktor pengungkit yang perubahannya dapat mempengaruhi secara sensitif terhadap peningkatan indeks keberlanjutan. Atribut sebagai faktor pengungkit ada yang perlu ditingkatkan kinerja dan sebagian yang lain perlu dipertahankan kinerja pengelolaannya, sehingga nilai indeks keberlanjutan ke depan dapat lebih ditingkatkan dan status keberlanjutan menjadi lebih baik. Untuk meningkatkan nilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di Teluk Saleh dari saat ini, maka perlu dilakukan intervensi terhadap atribut yang merupakan faktor kunci.

5.3.2. Status Keberlanjutan Budidaya Ikan Kerapu di KJA

Status keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa dianalisis dengan metode multidimensional scalling menggunakan Rapid Appraisal - Index Sustainability of Grouper Rap-Insus- Grouper. Rap-Insus-Grouper menghasilkan nilai indeks dan status keberlanjutan masing-masing dimensi dan multidimensi pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa. Nilai tersebut ditentukan oleh nilai skoring dari masing-masing atribut pada setiap dimensi. Hasil identifikasi dan penentuan atribut diperoleh 48 atribut atau faktor yang mempunyai hubungan keterkaitan timbal balik yang dapat mempengaruhi setiap dimensi sistem pengelolaan budidaya rumput laut. Secara rinci nilai skoring masing-masing atribut untuk kelima dimensi keberlanjutan di sajikan pada Lampiran 14, 15, 16, 17 dan 18. Berikut ini akan diuraikan nilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa yang menggambarkan secara menyeluruh kondisi saat ini existing condition serta atribut yang sensitif leverage attribute dari masing-masing dimensi yang mempengaruhi nilai indeks status keberlanjutan untuk merumuskan skenario kebijakan dan strategi dalam pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA untuk memudahkan dalam perumusan kebijakan atau perencanaan program pada masa yang akan datang.

5.3.2.1. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Hasil analisis Rap Insus-Grouper Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa terhadap 10 atribut berpengaruh pada dimensi ekologi, diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi sebesar 54,87. Nilai tersebut terletak antara 51,00 – 75,00 berarti “Cukup Berkelanjutan”. Nilai indeks keberlanjutan lebih dari 50 menunjukkan kondisi ekologi perairan tersebut cukup mendukung pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA, namun nilai indeks tersebut sangat mendekati kurang berkelanjutan, sehingga apabila kondisi ekologi perairan tidak dikelola atau dibiarkan seperti saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain, sehingga pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail hasil analisis nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan budidaya ikan kerapu dengan di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 42. Gambar 42.Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 atribut dimensi ekologi diperoleh 3 tiga atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi ekologi yaitu: 1 Ancaman Terhadap Kualitas Perairan RMS-2,70; 2 Tingkat Sedimentasi RMS-1,44; dan 3 Status Kesuburan Perairan RMS-1,29. Perubahan terhadap ke-3 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indes keberlanjutan dimensi ekologi. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 43. Gambar 43.Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 - 100 1 Ancaman Terhadap Kualitas Perairan Atribut “Ancaman Terhadap Kualitas Perairan” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekologi, kerena ancaman terhadap kualitas perairan akan berpengaruh terhadap daya dukung perairan sehingga mengganggu sistem ekologi di perairan. Ancaman terhadap kualitas perairan di wilayah penelitian bersumber dari aktivitas penangkapan ikan secara destruktif dan kegiatan pembangunan di daerah up-land seperti limbah domestik, budidaya tambak, hatchery, aktivitas pelabuhan, pertanian, dan pertambangan. Limbah kegiatan menurut Iswiasri dan Martono 2007 penambangan emas tradisional atau PETI Penambang Emas Tanpa Izin seringkali menyebabkan terjadinya pencemaran perairan, sehingga monitoring lingkungan mutlak dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan perairan. Kondisi eksisting di wilayah penelitian kegiatan penangkapan ikan secara destruktif sudah mulai berkurang namun ancaman tinggi dari kegiatan pertambangan liar di Olat Labaong Kecamatan Lape sejak Tahun 2011 yang tidak terkendali. Limbah kegiatan PETI tersebut semuanya di buang ke sungai yang bermuara di Teluk Saleh. 2 Tingkat Sedimentasi Atribut “Tingkat Sedimentasi” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekologi, karena tingkat tingkat sedimentasi akan berpengaruh terhadap pencemaran dan kualitas perairan untuk budidaya ikan kerapu di KJA. Berdasarkan data Dinas Perikanan Provinsi NTB 2010 menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi perairan diwilayah penelitian sebesar 28 mgcm 2 3 Status Kesuburan Perairan hari kategori “Sedang hingga Berat”. Walaupun kondisi saat ini tingkat sedimentasi masih kategori sedang hingga berat, namun kegiatan di daratan apabila tidak dikelola dengan baik berpotensi meningkatkan sedimentasi. Sedimen yang masuk ke perairan laut di Teluk Saleh dapat berasal dari erosi daratan yang masuk ke sungai dan erosi pantai. Atribut “Status Kesuburan Perairan” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekologi, kerena kesuburan perairan berpengaruh terhadap kualitas perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu yang dibudidayakan. Status kesuburan perairan mengacu pada Hakanson dan Bryann 2008. Berdasarkan kandungan nitrat dan fosfat serta kelimpahan fitoplankton di wilayah penelitian, maka status kesuburan perairan termasuk kategori “Mesotrofic”. Walapaun kondisi saat ini status kesuburan perairan saat ini mesotrofic, namun maraknya kegiatan di daratan apabila tidak dikelola dengan baik berpotensi menaikkan status kesuburan perairan ke level hypertrofic.

5.3.2.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Hasil analisis Rap Insus Grouper terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi ekonomi, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “44,50” . Nilai tersebut terletak antara 26,00-50,00 berarti “Kurang Berkelanjutan” . Nilai indeks keberlanjutan kurang dari 50 menunjukkan bahwa kondisi ekonomi kurang mendukung pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA, namun nilai indeks tersebut apabila secara ekonomi tidak dikelola atau dibiarkan seperti saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain, sehingga pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa semakin tidak berkelanjutan. Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA disajikan pada Gambar 44. Gambar 44. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa Berdasarkan analisis leverage terhadap 10 sepuluh atribut dimensi ekonomi diperoleh lima atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu: 1 Kepemilikan KJA RMS-7,26; 2 Transfer Keuntungan RMS-4,59; 3 Penghasilan Buruh Budidaya RMS-3,81; 4 Tingkat Subsidi RMS-3,12;. Perubahan terhadap ke-4 leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Secara detail nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh disajikan pada Gambar 45. Gambar 45.Nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square RMS skala keberlanjutan 0 - 100 1 Kepemilikan KJA Atribut “Kepemilikan KJA” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekonomi, kerena status kepemilikan modal antara orang lokal dan non lokal atau berasal dari luar daerah penelitian akan berpengaruh terhadap pemanfaatan ekonomi yang diperoleh dari usaha budidaya. Usaha budidaya ikan kerapu di KJA di wilayah penelitian secara keseluruhan yaitu 4 empat perusahaan status kepemilikannya dimiliki oleh pengusaha berasal dari luar daerah. Kepemilikan KJA orang lokal melalui program bantuan subsidi dari pemerintah kabupaten dan provinsi tidak berkembang dan hanya berjalan selama masa program berlangsung. 2 Transfer Keuntungan Atribut “Transfer Keuntungan” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekonomi, karena semakin besar keuntungan yang diperoleh oleh orang non lokal menunjukan bahwa usaha tersebut secara ekonomi kurang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Berdasarkan hasil evaluasi program bantuan pemerintah subsidi terhadap usaha budidaya ikan kerapu di KJA selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa bentuk bantuan diberikan kepada kelompok pembudidaya adalah mulai dari bagunan KJA, bibit dan pakan. Namun usaha budidaya tersebut hanya berjalan selama program berlangsung 1 satu periode usaha, selanjutnya setelah program berakhir usaha budidaya juga berhenti. Berdasarkan analisis ekonomi menunjukkan bahwa perolehan keuntungan lebih banyak diperoleh oleh orang luar dari karena ikan kerapu merupakan komoditas penting ekspor, dan pemilik KJA serta teknisi budidaya berasal dari luar 3 Penghasilan Buruh Budidaya Atribut “Penghasilan Buruh Budidaya” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekonomi, kerena usaha budidaya ikan kerapu secara ekonomi harus dapat meningkatkan pendapatan bagi buruh budidaya untuk meningatkan kesejahteraan mereka. Berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh buruh pembudidaya sebesar Rp.600.000bulan, sedangkan Upah minimum Kabupaten Sumbawa UMK Sumbawa berdasarkan SK Gubernur NTB No. 679 Tahun 2012 Tentang Penentapan UMK Sumbawa sebesar Rp. 1.075.000 dan Angka Garis Kemiskinan Kabupaten Sumbawa sebesar Rp. 232.000bulan, sehingga rata-rata penghasilan relatif buruh budidaya UMK Sumbawa namun lebih besar dari GKK. 4 Tingkat Subsidi Atribut “Tingkat Subsidi” merupakan atribut sensitive terhadap keberlanjutan pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA pada dimensi ekonomi, karena semakin besar tingkat subsidi menunjukkan bahwa secara ekonomi usaha budidaya ikan kerapu memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah. Berdasarkan hasil evaluasi program bantuan pemerintah subsidi terhadap usaha budidaya ikan kerapu di KJA selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa bentuk bantuan diberikan kepada kelompok pembudidaya adalah mulai dari bangunan KJA, bibit dan pakan, namun usaha budidaya tersebut hanya berjalan selama program berlangsung 1 satu periode usaha, selanjutnya setelah program berakhir usaha budidaya juga berhenti.

5.3.2.3. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Hasil analisis Rap Insus-Grouper Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi sosial, diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial sebesar 28,32. Nilai tersebut terletak antara 26,00 – 50,00 berarti “Kurang Berkelanjutan”. Nilai indeks keberlanjutan kurang dari 50 menunjukkan kondisi sosial tersebut kurang mendukung pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA. Apabila kondisi sosial ini dibiarkan seperti saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain sehingga pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA. Secara detail hasil analisis nilai indeks status keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan budidaya ikan kerapu di KJA di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa disajikan pada Gambar 46. Hasil analisis Rap Insus Grouper terhadap 10 sepuluh atribut berpengaruh pada dimensi sosial, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “28,32” . Nilai tersebut terletak antara 26,00-50,00 berarti “Kurang Berkelanjutan” . Nilai indeks keberlanjutan lebih kurang dari 50 menunjukkan bahwa kondisi sosial masyarakat di wilayah penelitian kurang mendukung