Pencemaran Logam Timbal Pb pada Kerang Hijau

dalam kondisi yang sudah tercemar atau masih baik untuk konsumsi. Meskipun rata-rata kadar logam timbal Pb pada sampel masih di bawah nilai ambang yang di tetapkan, namun hal ini merupakan suatu masalah mengingat sifat dari logam timbal Pb yang bersifat terakumulasi di dalam tubuh. Selain itu logam timbal Pb juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia, diantaranya adalah gangguan sistem saraf, gastro- intenstinal, haemopoietik, urinaria, kardiovaskuler dan reproduksi Widiowati dkk, 2008. Logam timbal Pb di dalam tubuh terakumulasi di membran jaringan lunak dan plasma. Selanjutnya didistribusikan ke bagian dimana kalsium memegang peran penting seperti gigi pada anak dan tulang pada semua umur. Timbal Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan makanan. Konsumsi timbal Pb dalam jumlah banyak secara langsung menyebabkan gangguan pada kesehatan pada bayi dan anak- anak. Paparan timbal Pb yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak, menghambat pertumbuhan anak, kerusakan ginjal, gangguan pendengaran, mual, sakit kepala, serta gangguan pada kecerdasan dan tingkah laku. Sedangkan pada orang dewasa, timbal Pb dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, gangguan reproduksi dan kerusakan saraf SNI, 2009. Hasil pengukuran konsentrasi logam timbal Pb pada kerang hijau pada penelitian ini menunjukan hasil yang lebih rendah dari pada hasil yang didapatkan pada saat uji pendahuluan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan umur kerang yang di ambil sebagai sampel. Pada saat dilakukan studi pendahuluan umur kerang hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar 4-5 bulan sedangkan pada saat penelitian umur kerang hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar 2 - 2,5 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cordova 2011 dan Apriadi 2005 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi logam timbal Pb yang semakin tinggi pada kerang hijau yang memiliki umur lebih lama. Menurut hasil penelitian Prihartini 2006 menyatakan bahwa umur kerang optimum berkisar pada bulan ke lima, sedangkan ukuran optimum kerang berada pada ukuran 8 cm. Pada kondisi optimum ini, dapat diketahui kadar logam timbal Pb melalui pemeriksaan laboratorium, diasumsikan pada umur tersebut dapat merepresentatifkan kondisi pencemaran yang ada di lingkungan tersebut. Selain itu pada umur dan ukuran optimum tersebut kerang hijau biasa dipanen atau dijual untuk kemudian dikonsumsi oleh masyarakat. Selain umur kerang terdapat hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi logam timbal pada kerang hijau yaitu konsentrasi logam timbal Pb di dalam air laut, tempat dimana kerang hijau tersebut hidup dan mencari makan. Menurut penelitian Dahlia 2009 menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi logam timbal Pb pada kerang hijau dengan konsentrasi logam timbal Pb dalam air laut dengan nilai r = 0.8124 titik 1 dan r = 0.9995 titik 2. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi logam di suatu perairan maka akan semakin tinggi pula konsentrasi logam pada biota di dalamnya atau sebaliknya. Alasan ketiga adalah disebabkan oleh waktu pengambilan kerang yang berbeda, Hal ini terkait dengan musim atau pergerakan angin pada saat pengambila sampel dilakukan. Pada waktu studi pendahuluan, sampel kerang diambil pada bulan Januari – Februari dimana pada waktu tersebut merupakan Musim Barat. Menurut Prasetyo 2009 pada saat Musim Barat terjadi peningkatan kecepatan arus permukaan air laut, sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi atau pengadukan. Pada permukaan yang cukup dangkal pengadukan oleh arus atau gelombang laut dapat menyebabkan endapan partikel timbal Pb yang ada di dasar terangkat menyebar. Hal ini yang meyebabkan logam timbal dapat lebih mudah terserap oleh kerang hijau, Peristiwa ini biasa disebut resuspensi logam timbal Pb Prasetyo, 2009. Faktor lain terkait dengan musim adalah tingginya curah hujan yang terjadi pada saat dilakukannya studi pendahuluan Januari – Februari. Pada saat tingginya curah hujan dapat mengakibatkan meningkatnya debit air sungai sehingga terjadi penggelontoran material air sungai yang lebih besar jika dibandingkan dengan musim kemarau karena curah hujan menurun Prasetyo, 2009. Hal ini berhubungan dengan beban pencemaran yang dibawa sungai ke perairanlaut. Semakin besar arus sungai maka akan semakin banyak membawa beban pencemaran kelaut atau sebaliknya. Selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi bioakumulasi logam timbal pada kerang hijau atau biota laut lainnya. Faktor tersebut diantaranya adalah jenis dan sifat logam, jenis biota dan cara makan, serta kondisi lingkungan di sekitar kerang hijau atau biota tersebut hidup seperti suhu, pH, kesadahan dan salinitas Riani, 2012. Sementara itu distribusi kerang hijau yang berasal dari Muara Angke atau perairan Teluk Jakarta memiliki cakupan yang cukup luas. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik budidaya, mereka menyatakan bahwa hasil panen kerang hijau yang mereka miliki didistribusikan ke pasar-pasar yang ada di Jakarta, bahkan berdasarkan hasil wawancara pada pedagang kerang hijau yang ada di Pasar Ciputat dan Pasar Parung yang termasuk ke dalam wilayah Kota Tangeran Selatan dan Kota Bogor masih mendapatkan kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta. Hal ini menunjukan bahwa bukan hanya masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir pantai atau muara yang memiliki risiko terhadap paparan logam timbal Pb melalui konsumsi kerang hijau. Akan tetapi masyarakat luas atau pedagang – pedagang seafood baik pedagang kaki lima atau restauran yang ada di Jakarta dan kota-kota disekitarnya juga memiliki risiko terhadap paparan logam timbal Pb. Oleh karena itu sebaiknya masyarakat lebih berhati-hati dan lebih teliti sebelum mengonsumsi suatu makanan, karena dengan lebih selektif terhadap apa yang dimakan maka dapat lebih menjaga kondisi kesehatan tubuh kita. Budidaya kerang hijau yang ada di Teluk Jakarta sebenarnya sudah menjadi perhatian Dinas Kelautan dan Pertanian DKP DKI Jakarta. Kepala DKP DKI Jakarta menyatakan bahwa budidaya kerang hijau yang ada di Teluk Jakarta di rencanakan akan dipindahkan ke Teluk Banten dimana kondisi perairannya masih lebih baik dan belum tercemar. Selain itu Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus Wresti, 2011. Disisi lain upaya pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasi masalah pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dapat dikatakan masih belum optimal, Selama ini pemerintah DKI telah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi permasalahan di Teluk Jakarta, antara lain: mewajibkan pengolahan limbah, melarang membuang sampah sembarangan, menata permukiman dan normalisasi DAS Rokhani Ishak, 2014. Dilihat dari kebijakan untuk mengatasi pencemaran di Teluk Jakarta yaitu dengan cara mengendalikan pencemaran sungai dan Teluk Jakarta dengan menekan pencemaran dari sumbernya, agar limbah yang dibuang ke perairan tidak terlalu banyak. Beberapa diantaranya adalah dengan program kali bersih dan untuk kalangan industri menengah dan besar dengan proper, serta memaksimalkan 3R reduce, reuse dan recycle Rokhani Ishak, 2014. Oleh karena itu, selama ini berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun hasil yang didapat belum cukup untuk menanggulangi pencemaran yang ada. Ada baiknya semua upaya yang telah dilakukan, diikuti oleh pelaksanaan pengawasan dan juga pemberian sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan. Menurut UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan bahwa fungsi dan peran pemerintah terkait dengan masalah pencemaran lingkungan bukan hanya sebagai pembuat kebijakan, akan tetapi pemerintah juga berperan sebagai pihak yang mengawasi, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat menyebabkan rusak atau menurunnya kualitas lingkungan. Pencemaran yang terjadi di perairan Muara Angke Jakarta merupakan bukti rendahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta, khususnya di perairan Muara Angke Jakarta. Selain meningkatkan pengawasan terhadap semua industri yang membuang limbahnya ke perairan tersebut, pemerintah juga diharapkan dapat memperbaiki dan menjaga kualitas perairan sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah.

2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar

Logam Timbal Pb Tindakan atau perilaku adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan action yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktikan apa yang diketahui atau disikapi Notoatmodjo, 2010. Pengukuran perilaku konsumsi kerang hijau ini dilakukan dengan menggunakan pengukuran perilaku secara tidak langsung. Menurut Notoatmodjo 2003, pengukuran perilaku secara tidak langsung adalah dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sehingga hasil yang didapatkan dari variabel praktik berasal dari pengakuan responden. Berdasarkan tabel 5.3 gambaran perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal Pb didapatkan hasil responden memiliki rata-rata konsumsi kerang hijau sebesar 11.47 grhari, nilai median sebesar 5.75 dan nilai maksimum konsumsi kerang hijau mencapai 69.30 grhari. Sedangkan cara mengkategorikan sering dan tidak sering menggunakan nilai median sebagai cut of point karena distribusi data yang tidak normal. Karena menggunakan nilai median sebagai cut of point maka kategori perilaku konsumsi kerang hijau memiliki persentase yang sama, yaitu sebanyak 75 responden 50 . Akan tetapi jika di bandingkan dengan rata-rata konsumsi nasional untuk jenis makanan kerang-kerangan, rata-rata konsumsi responden atau masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta jauh melebihi rata-rata konsumsi nasional yaitu 2 grhari Susenas, 2014. Oleh karena itu pada penelitian ini yang di jadikan nilai cut of point adalah nilai median. Sementara sumber kerang hijau yang responden konsumsi juga memiliki peran yang penting terhadap paparan logam timbal Pb kedalam tubuh responden. Jika responden mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari pembudidaya yang memiliki kerang hijau tercemar akan beda pajanan logam timbalnya jika di bandingkan dengan pembudidaya yang kerang hijaunya belum tercemar logam timbal. Mayoritas responden mengonsumsi sumber kerang hijau berasal dari kelompok budidaya 6 dan 7 yaitu sebanyak 22 di masing-masing kelompok budidaya. Dari hasil pengukuran kadar logam timbal Pb pada sampel kerang hijau yang diambil dari masing-masing kelompok budidaya, menunjukan hasil bahwa kelompok 6 memiliki konsentrasi logam timbal yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok budidaya lain yaitu sebesar 2.6 mgkg. Sedangkan untuk kelompok 7 memiliki konsentrasi logam timbal sebesar 0.12 mgkg. Kelompok budidaya 6 dan 7 menjadi kelompok yang paling banyak dijadikan sumber kerang hijau oleh responden untuk konsumsi, hal ini dikarenakan banyaknya responden yang juga bekerja di kelompok buidaya tersebut. Selain itu kelompok 6 dan 7 termasuk kelompok budidaya yang besar jika dibandingkan dengan kelompok budidaya yang lain. Masih tingginya perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal Pb pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta dapat di pengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Green 2005 perilaku dapat terjadi karena adanya tiga faktor penyebab perilaku itu terjadi, antara lain adalah faktor predisposisi seperti pengetahuan dan sikap, enabling seperti tersedianya sarana atau prasarana dan reinforcing seperti pengaruh teman atau keluarga dalam melakukan perilaku tertentu. Sejalan dengan teori Green berdasarkan hasil penelitian ini di dapatkan bahwa pengetahuan responden mayoritas masih berada pada tingkat pengetahuan yang rendah, mengenai pencemaran yang sudah terjadi pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Oleh karena itu mereka tetap mengonsumsi kerang hijau karena belum mengetahui bagaimana kondisi kerang hijau yang mereka makan tersebut, apakah masih dalam kondisi yang baik belum tercemar atau sudah dalam kondisi yang buruk tercemar. Selain pengetahuan dan sikap, faktor enabling diasumsikan ikut berperan besar terhadap tingginya perilaku konsumsi kerang hijau tercemar pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Salah satu faktor enabling yang berpengaruh adalah tersedianya sarana untuk mendapatkan kerang hijau dengan mudah, bagi masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke sangat mudah untuk mendapatkan kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tempat tersebut adalah tempat budidaya kerang hijau, ditambah lagi banyak masyarakat yang bekerja sebagai pengupas kerang hijau sehingga kerang hijau bisa didapatkan dengan harga yang murah bahkan gratis. Faktor lainnya yang mempengaruhi tingginya perilaku konsumsi adalah status ekonomi atau pendapatan masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Status ekonomi dan pendapatan berperan penting terhadap daya beli masyarakat. Menurut hasil penelitian Alibas 2002 menyatakan bahwa responden dengan pendapatan lebih rendah cenderung memilih makanan berkualitas rendah dengan harga yang murah jika dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan atau status ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil temuan di lapangan, saat ditanyai mengenai status ekonomi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta,