Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar

tetap mengonsumsi kerang hijau karena belum mengetahui bagaimana kondisi kerang hijau yang mereka makan tersebut, apakah masih dalam kondisi yang baik belum tercemar atau sudah dalam kondisi yang buruk tercemar. Selain pengetahuan dan sikap, faktor enabling diasumsikan ikut berperan besar terhadap tingginya perilaku konsumsi kerang hijau tercemar pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Salah satu faktor enabling yang berpengaruh adalah tersedianya sarana untuk mendapatkan kerang hijau dengan mudah, bagi masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke sangat mudah untuk mendapatkan kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tempat tersebut adalah tempat budidaya kerang hijau, ditambah lagi banyak masyarakat yang bekerja sebagai pengupas kerang hijau sehingga kerang hijau bisa didapatkan dengan harga yang murah bahkan gratis. Faktor lainnya yang mempengaruhi tingginya perilaku konsumsi adalah status ekonomi atau pendapatan masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Status ekonomi dan pendapatan berperan penting terhadap daya beli masyarakat. Menurut hasil penelitian Alibas 2002 menyatakan bahwa responden dengan pendapatan lebih rendah cenderung memilih makanan berkualitas rendah dengan harga yang murah jika dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan atau status ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil temuan di lapangan, saat ditanyai mengenai status ekonomi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta, yang menyatakan bahwa rata-rata masyarakat Kali Adem masih memiliki status ekonomi yang rendah. Dapat dilihat dari penghasilan yang di dapat oleh para pekerja kerang dalam sehari yaitu berkisar diantara Rp. 20.000 – Rp. 40.000. Dengan nilai penghasilan tersebut logis jika mereka memilih kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Dari keterangan diatas menunjukan bahwa, untuk mendapatkan makanan yang memiliki kualitas yang baik maka diperlukan biaya yang lebih tinggi. Sedangkan mayoritas masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki pendapatan dibawah upah minimum yang berlaku di Jakarta. Sehingga menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta terhadap pangan yang menyebabkan masyarakat di sana memilih kerang hijau untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari, karena kerang hijau disana memiliki harga yang murah bahkan bisa didapatkan dengan gratis bagi para pengupas kulit kerang hijau. Selain faktor status ekonomi atau pendapatan, faktor lain yang menyebabkan masyarakat Kali Adem memiliki perilaku konsumsi kerang hijau yang tinggi adalah kebiasaan makan. Menurut teori yang dinyatakan oleh Foster, pada saat memilih atau menetapkan suatu makanan, seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan masyarakat itu sendiri Foster 1986. Sejalan dengan teori Foster menurut hasil penelitian Mapandin 2005 menyatakan bahwa faktor budaya memiliki hubungan dengan konsumsi makanan pokok di dalam suatu keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh adalah masyarakat Palembang yang memiliki kebiasaan dalam mengonsumsi pempek sebagai makanan sehari-hari. Dari semua penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kerang hijau yang dibudidayakan di lokasi penelitian tidak cocok untuk dikonsumsi, karena memiliki kandungan logam timbal Pb. Kerang hijau lebih cocok sebagai pembersih lingkungan perairan laut yang telah tercemar logam berat Cordova, 2011. Selain itu konsumsi kerang hijau pada dasarnya tidak dianjurkan oleh Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta. Masyarakat dilarang untuk mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus Wresti, 2011.

3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran

Logam Timbal Pb pada Kerang Hijau Menurut Rogers dalam Notoatmodjo 2007, pengetahuan dapat menjadi dasar bagi seseorang sebelum orang tersebut mengadopsi perilaku. Sehingga pengetahuan merupakan salah satu bagian penting yang perlu diketahui dalam analisis perilaku seseorang. Pada penelitian ini pengetahuan responden diukur melalui kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan meliputi pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal Pb pada kerang hijau, penyebab terjadinya pencemaran, jalur masuk polutan logam Pb ke manusia, serta dampak yang dapat ditimbulkan. Dari kuesioner tersebut didapatkan hasil 83 responden 55.3 yang berpengetahuan rendah terkait dengan pencemaran logam timbal Pb pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Sedangkan pada kategori pengetahuan tinggi terdapat 67 responden 44,7. Sehingga dapat dikatakan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang rendah. Menurut Mubarak dkk 2007, pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, hal ini sejalan jika di kaitkan dengan hasil penelitian dengan melihat dari distribusi pendidikannya, sebagian besar responden masih memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar SD, bahkan masih banyak ditemukan responden yang tidak bersekolah diagram 5.1. Hal ini diasumsikan terkait dengan status ekonomi yang rendah dari masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang mayoritas berpenghasilan berkisar Rp. 40.000hari, Sehingga untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi masyarakat Kali Adem Muara Angke mengalami kesulitan karena membutuhkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan jika ingin memperoleh pendidikan yang lebih baik lagi. Jadi dapat diasumsikan tingkat pendidikan secara umum berkaitkan dengan tingkat pengetahuan. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang rendah pula, termasuk pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal Pb pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari. Mayoritas responden juga tidak mengetahui saat ditanyakan mengenai apa itu logam timbal Pb dan bagaimana logam timbal Pb dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Sebesar 63.3 dan 74.7 tidak mengetahui apa itu logam timbal Pb dan bagaimana logam timbal Pb dapat masuk ke tubuh manusia. Hanya 36.7 dan 25.3 responden yang mengetahui apa itu logam timbal Pb dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan, pernapasan dan permukaan kulit. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukaan oleh WHO 2005 bahwa zat kimia dapat masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan ingesti, pernapasan inhalasi dan permukaan kulit absorbsi. Selain itu sebanyak 80 responden tidak mengetahui apa saja efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh logam timbal Pb. Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat efek yang ditimbulkan oleh logam timbal Pb jika terpapar dalam konsentrasi yang besar dapat menyebabkan keracunan Pb yang di tandai dengan anemia, kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak Yessi dkk, 2001. Berdasarkan pertanyaan mengenai dari mana logam timbal itu berasal, hanya terdapat 22 responden yang berhasil menjawab dengan benar bahwa logam timbal Pb yang ada di laut dapat berasal dari limbah industri, transportasi kapal, dan dari limbah domestik Achmadi, 2013. Menurut Sunaryo 2004 pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas, terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan. Sedangkan menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan juga dipengaruhi oleh sumber informasi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden yang rendah tidak hanya dipengaruhi pendidikan formal. Akan tetapi pendidikan juga dapat dipengaruhi oleh proses penginderaan, dengan terpaparnya responden pada informasi-informasi terkait dengan pencemaran oleh logam timbal Pb yang terjadi, baik di ekosistem perairan maupun pada biota yang hidup di dalamnya seperti kerang hijau Perna viridis. Masih kurangnya sumber informasi yang menerangkan bahwa sudah terjadi pencemaran di ekosistem perairan sekitar Teluk Jakarta, sehingga masyarakat masih mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk melakukan penyuluhan atau penyebaran informasi yang menerangkan mengenai kondisi ekosistem perairan yang terjadi saat ini. Sehingga diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan memiliki kesadaran akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi kerang hijau yang sudah tercemar logam timbal Pb.

4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam

Timbal Pb pada Kerang Hijau Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat 80 responden 53,3 yang memiliki sikap negatif atau tidak setuju terhadap pencemaran logam timbal Pb yang terjadi pada kerang hijau dan terdapat 70 responden 46,7 yang memiliki sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menunjukkan ketidaksetujuannya atas pencemaran logam timbal Pb pada kerang hijau yang mereka konsumsi daripada yang setuju. Dengan kata lain responden telah menunjukkan sikap yang kontra terhadap pencemaran logam timbal Pb pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari.