Identifikasi Hubungan Antar Variabel Implementasi dalam Penelitian

Sumber: Winarno, 2002: 125

2.3. Identifikasi Hubungan Antar Variabel Implementasi dalam Penelitian

Pelaksanaan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Maksudnya, adalah pada tahap ini bermacam alternatif strategi diperhitungkan dengan menggunakan kriteria yang berdasarkan atas nilai – nilai yang ada dalam masyarakat. Perhitungan nilai – nilai bergantung pada pendekatan yang dipakai. Pendekatan – pendekatan ini mempunyai nilai berbeda dalam melihat hakekat dari kebijakan publik yang dengan sendirinya mempunyai pengaruh pada proses kebijakan publik. Di karenakan penelitian sosial pada dasarnya merupakan usaha mencari hubungan diantara variabel – variabel maka atribut apapun juga tidak bervariasi tidak dapat hubungannya dengan sesuatu yang lain. Oleh karena itu seorang peneliti perlu melakukakn identifikasi terlebih dahulu terhadap variabel penelitiannya. Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel – variabel utama dalam penelitian dan penetuan fungsinya masing – masing. Untuk memudahkan pengertian akan fungsi setiap variabel, kita lihat lebih dahulu gambar 2.6 yang menggambarkan suatu hubungan umum yang sederhana diantara variabel – variabel berikut ini : Gambar : 2.6 Hubungan antara variabel -variabel V � V � V � Variabel Bebas Variabel Tergantung Sumber : Saifuddin Azwar 1998 : 61 Dalam gambar 2.6, V4 adalah suatu variabel yang variasinya dipengaruhi oleh variasi beberapa variabel lain yaitu, V1, V2,dan V3. Variasi variabel V1, V2,dan V3 dapat terjadi secara alamiah dan dapat pula terjadi lewat manipulasi atau kehendak peneliti sedangkan variasi variabel V4 dalam model ini tergantung pada variasi ketiga variabel tersebut. Variabel V1, V2,dan V3 merupakan variabel bebeas independent dan variabel V4 merupakan variabel tergantung dependent . Variabel tergantung dependent adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besarnyavariabel tersebut diamati dari ada – tidaknya, timbul – hilangnya, membesar – mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain. Maksudnya variabel tergantung tersebut merupakan kinerja dari implementasi kebijakan tersebut. Sedangkan variabel independent adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain, yaitu faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja impelementasi tersebut. V2 T Kinerja implementasi kebijakan merupakan variabel pokok yang akan dijelaskan dalam variabel – variabel lain. Kinerja implemntasi tersebut digambarkan secara sederhana dalam tingkat pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut. Sedangkan variabel independent merupakan variabel yang di harapkan mampu menjelaskan kinerja dari seluruh kebijakan tersebut. Variabel independent ini menjelaskan keseluruhan faktor yang memiliki keterkaitan dengan proses implementasi kebijakan yang dilakukan oleh BPM sendiri terhadap investasi yang berada di wilayah Kota Medan. 2.4. Hasil - hasil Penelitian Terdahulu mengenai Pelaksanaan Pengawasan Penanaman Modal Dalam Implementasi Kebijakan Secara umum, pengawasan diartikan adalah suatu tindakan yang dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran, atau tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan. Menurut GR Terry pengawasan diartikan sebagai kontroling yaitu proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standart, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standart. Menurut Saragih 1982 : 88 , pengawasan adalah kegiatan menajer yang mengusahakan agar pekerjaan – pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan hasil yang dikehendaki. Berdasarkan pengertian diatas peneliti mengambil atau mencantukmakn beberapa penelitian terdahulu, sebagai bahan pertimbangan terhadap isu yang akan diteliti yaitu mengenai pengawasan. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. Pada penelitian ini Rizky Wahyu Moch. Azhar melakukan penelitian di Provinsi Jawa Barat mengenai pengawasan pada PMA dan PMDN. Di awal penelitiannya ditemukan suatu permasalahan terutama dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pembinaan masih terdapat banyak hal yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah BKPPMD Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di KabupatennKota yang berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi mutasi pegawai di KabupatenKota khususnya aparatur penanaman modal sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM berkisar antara 4-6. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Preventif oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis JUKNIS tentang tata cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan. Serta dalam pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah 105 perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural. Dari penelitian diatas dapat diketahui bahwa pengawasan penanaman modal dibidang investasi masih minim. Pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan penanaman modal memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 belum terlaksana dengan baik. Pengawasan mempunyai peran yang sangat penting sebagai suatu upaya yang diperlukan agar rencana investasi yang disetujui oleh pemerintah bagi para penanam modal melalui pemberian persetujuan dapat direalisasikan dengan baik tanpa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan. Penelitian yang dilakukan Suranto, SH., MH dan Isharyanto, SH., MH dalam joernal yang berjudul “Pengembangan Investasi Daerah Melalui Model Pelayanan Birokrasi Responsif di Kabupaten Sragen dan Kota Surakarta”. Mereka menyebutkan bahwa kendala yang dihadapi dalam Pengembangan Investasi Derah Menuju Modal Pelayanan Birokrasi Yang Responsif di Kota Surakarta, adalah : a Kendala dunia usaha Pembinaan dan pengembangan dunia usaha telah dilakukan dengan berbagai upaya seperti : pembinaan dan pelatihan manajemen usaha, promosi dagang,pameran – pameran industri dan perdagangan, baik lokal maupun nasional dan Internasional. Dunia usaha yang berkembang tersebut kemudian mengalami penurunan akibat kerusuhan sehingga banyak fasilitas – fasilitas perdagangan mengalami kerusakan. Selain itu kondisi krisis ekonomi yang dampaknya melanda sampai kedaerah, telah menurunkan daya beli masyarakat, melemahkan sendi-sendi produksi, banyak kegiatan industri yang terhenti sehingga pemutusan hubungan kerja PHK tidak dapat dihindarkan dan akhirnya pengangguran dan keluarga miskin menjadi meningkat. Permasalahan dunia usaha tidak hanya disebabkan oleh ketidak berdayaan pelaku usaha menghadapi krisis ekonomi, tetapi seringkali dikarenakan lingkungan usaha ynag berubah dan menjadi kurang mendukung perkembangan dunia usaha. Kebijakan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah kadang juga bersifat kontra produktif terhadap perkembangan dunia usaha. Dampak permasalahan dunia usaha ini tidak semata – mata menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga banyak terkait dengan masalah – masalah sosial serta keamanan dan ketertiban masayarakat. b Kendala sumber daya manusia SDM Masalah – masalah yang berkenaan dengan sumberdaya manusia adalah mencakup masalah pendapatan masayarakat yang belum optimal dan merata, pendidikan danketerampilan yang masih relatif terbatas, pelayanan kesehatan yang masih mahal dan belum merata dan lain – lain. c Kendala mengenai birokrasi dan hukum Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidak pastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan birokrasi. Kemudian didalam joernal Zainal Aqli, Deni Slamet Pribadi, dan Nur Arifudin yang membahas tentang “Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Investasi Oleh Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Daerah Di Kalimantan Timur”. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pweijinan dan Penanaman Modal Daerah BPPMD yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan antara nilai rancana dan realisasi penanaman modal yang diterbitkan oleh BPPMD. Dari penelitian tersebut kendala yang dihadapi oleh BPPMD yaitu lemahnya pengawasan terhadap izin prinsip yang dilakukan oleh Sub Bidang Pembinaan Dan Pengawasan Penanaman Modal BPPMD, kurangnya sumberdaya yang dimiliki BPPMD, kurangnya pembinaan ke perusahaan penanaman modal mengenai penyampaian Laporan Kegiatan Penanaman Modal LKPM, dan koordiansi yang kurang antara instansi lembaga dibidang penanaman modal baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2.5. Variabel – variabel yang dianggap relevan dalam mempengaruhi Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010. Proses pelaksanaan kebijakan pemerintah terdapat banyak model-model dalam mengimplementasikan kebijakan yang menggunakan pendekatan top-down dan setiap model menawarkan variabel - variabel yang mempunyai kesamaan juga perbedaan dengan model yang lain, namun dalam penelitian ini tidak semua model tersebut efektif digunakan. Setelah proses legislasi kebijakan selesai, maka kebijakan publik di implementasikan. Dalam tahap implementasi kebijakan, isi kebijakan, dan akibat – akibatnya mungkin akan mengalami modifikasi dan elaborasi bahkan mungkin akan dinegasikan. Sebagaimana di ungkapkan Lester dan Stewart 2000 dalam buku Solahuddin Kusumanegara, 47 , implementasi adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalu proses politik. Kalimat tersebut seolah – olah menunjukkan bahwa implementasi lebih bermakna non politik, yaitu administratif. Secara luas implementasi dapat didefenisikan sebagai proses administrasi dari hukum yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Teori – teori implementasi berkembang seiring dengan hasil riset yang dilakukan para ahli kebijakn publik. Dari berbagai studi implementasi yang telah dilakukan, studi yang dianggap secara subtansial membantu perkembangan teori implementasi adalah studi yang dilakukan oleh Pressman dan Wildavky pada akhir 1960an. Pressman dan Wildavky melakukan penelitian dalam bentuk studi kasus yang difokuskan pada kesulitan – kesulitan yang dialami pemerintah Kota Oakland di California ketika melaksanakan program latihan personil federal. Islamy 2001 mendeskripsikan studi tersbut sebagai berikut : “........ Dari hasil kajian, mereka menunjukkan bahwa kebijakan tersebut gagal dilaksanakan. Mereka menginterview aktor – aktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, menilai hasil kebijakannya, dan mengkaji sebab – sebab mengapa kebijakan tersebut gagal dilaksanakan. Pada prinsipnya implementasi adalah merupakan suatu kecakapan atau kemapuan untuk mewujudkan hubungan sebab akibat sehingga kebijakan yang telah dibuat dapat memberikan hasil. Implementasi menjadi semakkin tidak efektif bila hubungan yang ada diantara berbagai agensi yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut terjadi “defisit”. Oleh karena itulah kebijaakn yang gagal dilaksanakan itu perlu dikaji dianalisis untuk dicarikan cara pemecahannya., yaitu : tujuan kebijakan harus didefenisikan dengan jelas dan dipahami oleh semua pihak ; sumber – sumber yang diperlukan harus tersedia dengan cukup ; rantai komando harus dapat menyatukan dan mengawasi semua sumber – sumber ; sistem komunikasi harus berjalan dengan efektif ; pengawasan yang ketat harus dilakukan terhadap individu dan organisasi yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan tersebut”. Maka atas kasus yang ditelitinya, Pressman dan Wildavsky menyarankan pada pembuatan kebijakan menerapkan pendekatan top – down dalam melaksanakan kebijakan agar berhasil. Studi ini memberi energi untuk pengembangan lebih lanjut teori – teori dan kerangka analistis implementasi kebijakan, diantaranya sekarang dikenal dua pendekatan yaitu : top – down dan bottom – up. Namun dalam perkembangannya studi implementasi, para penulis studi implementasi pun banyak memiliki keragaman pendapat tentang kompleksitas variabel yang dapat terlibat didalamnya. Ada beberapa penulis yang berani menggunakan semua variabel – variabel peneliti tersebut , tetapi tidak sedikit pula yang yang mencoba untuk lebih mngembangkan model – model yang ada sesuai dengan yang terindentifikasi dalam studi mereka. Secara umum suatu kebijakan dianggap berkualitas dan mampu dilaksanakan bila mengandung elemen berikut ; pertama, tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan itu. Tujuan atau alasan suatu kebijakan dapat dikatakan baik, jika tujuan itu ; a rasional, artinya tujuan dapat dipahami dan diterima oleh akal sehat. Ini terutama dilihat dari faktor – faktor pendukung yang tersedia. Suatu kebijakan yang tidak mempertimbangkan faktor pendukung, tidak dapat dianggap kebijakan yang rasional ; b diinginkan desirable , tujuan dari kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga mendapat dukungan dari banyak pihak. Kedua, asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis. Asumsi tidak mengada – ada. Asumsi menentukan sikap validitas suatu kebijakan. Ketiga, informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijakan menjadi tidak tepat kalau didasarkan pada informasi yang tidak benar atau sudah kadaluarsa out of date . Oleh karena itu dalam studi implementasi yang perlu diingat bahwa pelaksanaan kebijakan adalah upaya pemerintah untuk memenuhi keinginan masyarakat yang tidak terlepas dari berbagai konflik politik dalam masyarakat. Untuk itu, dalam hubungan dengan strategi ini juga perlu diingat pelaksanaan suatu kebijakan pada dasarnya adaalh suatu perubahan atau transformasi yang bersifat multiorganisasional atau bersifat umum grand theory. Artinya, perubahan yang diterapkan oleh studi implemntasi kebijakan mengaitkan berbagai lapisan masyarakat, baik dalam lingkungan pemerintahan yang dapat berlaku pada semua kasus, bukan hanya menjadi teori implementasi saja. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, termasuk kedalam kategori decentralized polices, yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat, namun pengimplementasiannya diserahkan pada masing - masing daerah bersifat top-down . Tetapi pada penelitian ini penulis tidak hanya menggunakan model – model top – down saja, melainkan juga menggabungkan beberapa model yang dianggap relevan dengan penelitian ini, antara lain, model Van Meter dan Van Horn 1975 , Edward III 1980 , dan Grindle 1980 . Proses pelaksanaan pada umumnya cenderung mengarah pada pendekatan yang bersifat sentralistis atau dari atas kebawah. Apa yang dilaksanakan adalah apa yang diputuskan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, peranan rakyat sebagai pemilik negara selalu di indahkan. Maka itu pengertian publik sebagai masyarakat tidak boleh ditutupi dengan pengertian publik sebagai pemerintah. Kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah, tapi semua kegiatan itu harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Sehubungan dengan kecenderungan dari pelaksanaan yang sentralistis dan prinsip demokrasi inilah pelaksana kebijakan tidak bisa hanya dilihat dari pendekatan top – down, melainkan juga dengan pendekatan bottom – up. Dengan begitu banyaknya pendekatan atau model – model implementasi kebijakan, namun dalam penelitin ini peneliti hanya menggunakan beberapa variabel atau faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi yang digunakan juga tidak terfokus pada satu model saja. Model implementasi kebijakan yang ada tidak perlu diaplikasikan mentah-mentah, melainkan dapat disintesiskan sesuai dengan relevansi dan kebutuhan yang sesuai untuk melihat kinerja implementasi suatu kebijakan tertentu. Dengan memahami model-model tersebut, implementasi dapat dilihat lebih cermat, sehingga banyak persoalan yang dapat dianalisis secara komprehensif. Oleh karena itu, dalam melihat kinerja implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ini, pada Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Penanaman Modal di Kota Medan. Maka peneliti lebih tertarik memilih beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi, antara lain sebagai berikut :

1. Karakteristik Pelaksanaan Kebijakan

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Wali Kota No 35 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Di Kota Medan

3 70 113

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

1 64 108

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)

8 91 141

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

Pelaksanaan Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran 2002 Walikota Medan Setelah Keluarnya...

0 20 5

2.1 Kerangka Teori - Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 0 62

1.1 Latar Belakang - Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 0 17

PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Il

0 0 15