Hutan Tanaman Industri dalam perspektif Pemerintah Daerah

111

6.4. Hutan Tanaman Industri dalam perspektif Pemerintah Daerah

Dalam perspektif daerah pembangunan HTI diharapkan berdampak terhadap percepatan pembangunan daerah, peluang investasi, menciptakan kesempatan bekerja, dan meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak, retribusi dll. Dalam hal ini pemerintah daerah berhak mengambil pajak, iuran, pungutan, sumbangan, bea sewa, imbalan jasa dll., untuk menunjang pembangunan daerah. Pajak, iuran sumbangan yang diberlakukan sekarang untuk sektor kehutanan adalah: Pajak Penghasilan Pph, Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Provisi Sumberdaya Hutan PSDH, Pajak Air Permukaan Perda, dan Pajak Penerangan Perda. Pajak PSDH berdasarkan PP No. 15 tahun 2000 pembagian penghasilan antara Pusat dan Daerah adalah 75 untuk daerah dan 25 untuk Pusat, Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari perusahaan MHP pada tahun 2006, pajak, iuran, sumbangan yang dibayarkan oleh perusahaan tersebut disajikan pada Tabel berikut ini. Tabel 16. Pajak, iuran dan sumbangan yang dibayarkan oleh PT. MHP, tahun 2006 No. Jenis Pengeluaran Besaran Rp 1. Pph 7 467 253 477 2. PBB 2 694 689 192 3. PSDH 991 094 395 4. Pajak air permukaan 11 272 129 5. Pajak penerangan 6 368 719 6. Sumbangan pihak ketiga 450 000 000 Jumlah 14 620 676 912 112 Jumlah tersebut dibebankan pada luas hutan tanaman MHP seluas 193 500 ha maka pajak iuran, sumbangan MHP per ha per tahun kepada daerah adalah Rp75 559. Bagi Kabupaten Muara Enim yang memiliki luas areal HTI MHP seluas 161 400 ha 54 maka bagian yang diterima Kabupaten Muara Enim adalah = 0.54 x Rp14 620 676 912 = Rp7 895 165 532 atau lebih kurang sekitar Rp8 milyar. Ini berarti jumlahnya hampir separuh PAD Kabupaten Muara Enim Dispenda Kabupaten Muara Enim, 2006. Di samping penerimaan berupa uang, manfaat lain juga banyak yang didapat dalam bentuk fisik seperti bangunan mesjid, mushola, gedung sekolah dll., serta dampak sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan tanaman. Demimikian juga terjadi percepatan pembangunan prasarana ekonomi berupa pembangunan jalan raya utama sepanjang 1000 km dan jalan cabang sepanjang 2000 km. Disamping itu juga dibangun jalan logging sepanjang 360 km. Kontribusi hutan tanaman kepada masyarakat setempat yang terbesar adalah penyediaan lapangan kerja yang besarnya tergantung dari jumlah orang yang bekerja di pembuatan hutan tanaman dan kegiatan pemanenannya. Menurut pengamatan setempat upah pekerja sebelum bekerja di MHP adalah sekitar Rp350 ribu per bulan atau kurang. Tetapi setelah bekerja di MHP upah rata-rata sebesar Rp550 ribu per bulan. Jadi ada perbedaan, yaitu dengan peningkatan rata-rata sekitar Rp200 ribu per orang per bulan. Jumlah pekerja pada kegiatan tebangan diperkirakan sebanyak 1 400 orang, sedangkan pada kegiatan penanaman dan pemeliharaan diperkirakan dua kalinya. yang dapat bekerja sepanjang tahun sehingga juunlahya sebanyak 3 200 orang. 113 Pada musim kemarau penanaman dihentikan tetapi tenaga tersebut dapat dialihkan pada pemeliharaan, persemaian dll. Penambahan pendapatan masyarakat dengan adanya hutan tanaman tersebut dapat diperkirakan Rp200 000 x 3 200 orang = Rp640 000 000 per bulan atau Rp7 680 000 000 per tahun. Uang sebanyak Rp7.6 milyar per tahun tersebut bila dibelanjakan oleh pemegangnya akan menimbulkan kesempatan kerja secara simultan bagi orang lain. Selanjutnya bila uang tersebut dibelanjakan pula kepada orang lain lagi akan memberikan pendapatan atas hasil kegiatan yang terimbas, demikian seterusnya dan ini disebut efek ganda pendapatan income multiflier effect. Besarnya efek ganda tersehut tergantung pada perilaku masyarakat dalam mengatur anggaran rumah tangganya, apakah cenderung untuk membelanjakan uangnya atau cenderung untuk menabungnya. Pemerintah daerah Sumatera Selatan menyatakan bahwa perusahaan MHP telah berperan besar dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi Sumatera Selatan. Salah satu di antaranya adalah menyumbang pada Pendapatan Asli Daerah berupa pajak perseroan, retribusi dan sumbangan-sumbangan untuk kegiatan insidentil, antara lain untuk menyumbang penyelenggaraan PON 2004. Peran ini dinilai murni tanpa ada kebocoran untuk mengimpor bahan Baku dan bahan penolong proses produksi. Bahan baku yaitu hasil kayu dan hutan tanaman diperoleh dari daerah setempat. Sedangkan pajak yang dibayar oleh MHP adalah Provisi Sumber Daya Hutan PSDH, Pajak Bumi dan Bangunan PBB. Pajak Penghasilan PP 21 dan PP 23. Pajak Pertambahan Nilai dan pajak-pajak lainnya misalnya kendaraan bermotor, air, penerangan jalan. 114 Peran lainnya adalah penyedia lapangan kerja dan kesempatan kerja, baik bagi pekerja tetap maupun pekerja borongan untuk melaksanakan pekerjaan di MHP. Sebagian besar pekerjaan diborongkan dan dampaknya para pemborong mengalami peningkatan ekonomi secara sangat nyata. Misalnya seorang pemborong yang semula tak bermodal sekarang memiliki tiga kendaraan, satu untuk pribadi, satu truk untuk pekerjaan pemborongan dan satu bus melayani rute setempat. Ada pula seorang yang semula pekerja biasa namun karena keuletannya mampu berkembang menjadi pemborong sehingga kondisi ekonominya sangat membaik. Pekerjaan-pekerjaan yang diborongkan itu boleh dikatakan tersedia sepanjang tahun sehingga dengan kejelian pemborong, pekerja yang tergabung sebagai regu crew pemborong itu hampir memiliki pekerjaan tetap selama setahun, dan terus bergulir sepanjang tahun. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa usaha pokok membangun HTI telah mampu menumbuhkan kewirausahaan entrepreneurship di kalangan penduduk sekitar hutan, beberapa kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat. Mungkin saja pengusaha lokal itu sudah agak berjaya berkat karet, namun dengan melakukan pemborongan, kapasitas manajerial mereka makin berkembang. Fasilitas yang diberikan oleh MHP adalah untuk setiap kerja yang diborongkan selalu ditopang dengan standard operating procedures SOP sebagai pegangan bagi semua yang terlibat di dalam kegiatan itu. Nama yang dicetak di sampul depan adalah standard operating procedures SOP dan bukan istilah lainnya. Di dalam SOP itu dicantunkan Uraian Pekerjaan, Spesifikasi Teknis, Standar Hasil, Pelaksana dan Penanggung Jawab. Masing-masing SOP dilegalisasi oleh Direktur Teknik, misalnya Direktur Penanaman dan 115 Pengembangan Hutan. Dengan uraian di dalam SOP, semua pihak mengacunya dan hasil kinerja juga dinilai berdasar isi di dalam SOP. Rumusan SOP untuk semua jenis pekerjaan yang diborongkan adalah sebuah lompatan managerial yang jauh ke depan karena dengan pemborong yang memiliki manual berupa SOP, struktur organisasi perusahaan dapat dibuat seringkas mungkin, pekerjaan dapat di bagi kepada sebanyak mungkin pemborong dan basil kerja akan seragam untuk seluruh kawasan seluas 193.500 ha. Proses peningkatan kesejahteraan bagi semua pihak benar-benar mengacu pada kualitas hasil kerja, atau melakukan meritokrasi dan bukan pada manajemen belas kasihan atau manajemen tidak jelas. Di samping manfaat ekonomi dari pembangunan HTI, manfaat sosial yang diciptakannya adalah memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha termasuk usaha yang mendukung usaha pokok yaitu pembangunan HTI. Perluasan kesempatan kerja juga memperluas landasan ekonomi dan sekaligus membuat diversifikasi usaha bagi para pelakunya. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dimanifestasikan dengan berkembangnya kelompok pengusaha baru, yaitu pemborong kerja di MHP dan penyedia berbagai pelayanan usaha untuk MHP maupun untuk karyawannya. Pembangunan HTI yang menggunakan teknologi yang akrab di masyarakat merupakan pendorong berkembangnya ekonomi masyarakat. Untuk membangun ekonomi berbasis peran serta masyarakat kita tidak harus selalu mengandalkan pada teknologi tinggi dan modal yang kuat, karena yang terpenting adalah memancing peran serta mereka sebagai homo economiucs, disamping mengembangkan mereka sebagai homo ecologicus. Sumatra Selatan dengan segala kemudahan yang diberikan mengundang investor untuk mengembangkan HTI dikawasan hutan yang kritis dan tanah 116 kosong yang luas di daerah ini. Pemerintah daerah dapat mengusahakan penyediaan lahan yang clean and clear yang bebas konflik dan bebas dari claim masyarakat. Diharapkan investor dapat mengembangkan industri selain pulp dan kertas untuk memperkaya industri berbasis hutan tanaman di Sumatra Selatan. Pemerintah juga menghendaki adanya variasi tanaman yang ditanam dan bukan hanya Acacia mangium saja, melainkan berbagai jenis tanaman yang kayunya dapat diproses oleh industri kehutanan. Bahkan mungkin juga dikembangkan industri terintegrasi integrated industry, kayu-kayu berdiameter besar diproses menjadi furniture dan limbahnya dapat di proses menjadi serpih untuk kemudian di proses menjadi pulp. Kedepan bila memungkinkan adalah dengan memperluas HTI yang berpola inti-plasma. 117

VII. PROGRAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MHBM DAN MENGELOLA HUTAN RAKYAT MHR

7.1. Latar Belakang Lahirnya Program MHBM dan MHR

PT. MHP sebagai salah satu pelopor pembangunan HTI di Sumatera Selatan dengan izin konsesi seluas 296 400 ha, telah menerapkan program MHBM dan MHR sejak tahun 19992000 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera di sekitar kawasan HTI PT. MHP. Program MHBM dan MHR ini lahir sebagai upaya untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat sekitar hutan sebelumnya. Dalam konflik berkepanjangan ini masyarakat mengklaim bahwa lahan yang dikuasia perusahaan saat ini adalah lahan mereka sebagai lahan eks marga. Konflik tersebut mencapai puncaknya ketika reformasi tahun 1998 hingga tahun 1999, banyak lahan-lahan perusahaan yang diduduki dan dikuasai masyarakat. Tanaman yang siap panen dan kayu akasia yang telah di panen banyak yang di bakar oleh masyarakat yang menimbulkan kerugian besar dan membuat suasana perusahaan menjadi sangat tidak kondusif. Di dalam PP No.71990 memang tidak secara tersurat disebutkan bahwa pembangunan HTI juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu banyak perusahaan menganggap wajar ketika itu masalah kesejahteraan memang tidak termasuk dalam fokus perhatian perusahaan dan pemerintah, melainkan hanya sekedar basa-basi lip service belaka. Fokus utama HTI adalah pembangunan ekonomi dan sektor kehutanan yang merupakan salah satu lokomotif pembangunan.