Prinsip-Prinsip dan Aturan Main Program MHBM dan MHR Prinsip dan Aturan Main Program MHBM

123 juga meningkat karena perusahaan sering memperbaiki prasarana transportasi, sebagai salah satu usaha untuk membantu memasarkan hasil-hasil Agro-Trisula. Masyarakat bertambah terampil di dalam memahami hukum karena keterlibatan mereka di dalam kedua program itu ditegaskan dengan Akta Kesepakatan.

7.2. Prinsip-Prinsip dan Aturan Main Program MHBM dan MHR Prinsip dan Aturan Main Program MHBM

Beberapa prinsip-prinsip MHBM yang dikembangkan oleh perusahaan HTI PT. Musi Hutan Persada dalam pelaksanaan MHBM adalah: 1. Pemberdayaan warga masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan mengikutsertakan dalam setiap proses kegiatan pembangunan HTI dalam suatu kerja sama kemitraan yang saling menguntungkan. 2. Arealwilayah lahan MHBM adalah lahan negara yang telahpernah dikelola perusahaan, 3. MHBM dilaksanakan untuk tanaman daur ke dua, 4. Masyarakat memperoleh manfaat secara kontinyu dan berlanjut berupa: jasa kerja, jasa manajemen dan jasa produksi dan 5. MHBM dilaksanakan dengan program agribisnis trisula dan program tumpangsari. Secara rasional, program MHBM adalah sebuah pola penanaman HTI dengan tanaman Acasia. mangium yang melibatkan masyarakat. Dalam pola MHBM ini, masyarakat di ajak untuk ikut mengelola HTI yang berada di dalam kawasan konsesi peruahaan yang sebelumnya diklaim sebagai tanah leluhur 124 mereka. MHBM berdasarkan kesepakatan yang telah disahkan menetapkan aturan main sebagai berikut : 1. Mempekerjakan anggota masyarakat yang tergabung dalam sebuah kelompok menanam dan memelihara Akasia mangium sampai panen, di berada dalam kawasan izin hak pengusahaan HTI. 2. Kelompok masyarakat ini dipekerjakan karena semula mengklaim bahwa lahan HTI itu adalah lahan bekas marga. Mereka ini secara emosional terikat dengan lahan HTI meskipun secara legal formal tidal dapat membuktikan klaim tersebut, dan secara legal-formal pula kawasan yang diklaim itu berada di dalam kawasan konsesi. 3. Dalam melaksanakan pekerjaannya masyarakat dibayar untuk kegiatan menanam dan memelihara hingga panen yang dikerjakannya dan mendapat bagian hasil dari jasa produksi. 4. Kelompok masyarakat memperoleh jasa manajemen management fee atas HTI sebesar satu persen dari setiap nilai transaksi. 5. Mereka juga memperoleh pendapatan dari produksi tumpang sari dari tiga komoditas agroforestry agrotrisula yaitu sayuran, penggemukan ternak dan ikan. 6. Untuk menghindarkan salah pengertian yang dapat mendorong terjadinya konflik, kegiatan tersebut dilakukan dalam sebuah nota kesepahaman yang ditandatangani oleh perusahaan dengan kelompok masyarakat. Dalam pelaksanaannya di lapangan, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam program MHBM. Tahapan-tahapan pelaksanaan MHBM yang dilakukan adalah: 1 sosialisasi kegiatan kepada pihak terkait, 2 pembentukan 125 kelompok masyarakat, 3 penentuan lokasi MHBM, 4 pembuatan akta kesepakatan, 5 pelaksanaan pekerjaan, 6 penunjukan pihak ketiga, 7 program penunjang, dan 8 pembinaan dan pelatihan. Mengelola hutan bersama masyarakat merupakan konsep pengelolaan hutan tanaman industri yang dilaksanakan secara bermitra dengan masyarakat di sekitar hutan yang terkait dengan lahan hutan. Kemitraan tersebut dibuat dengan prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak. Prinsip membangun kemitraan dalam MHBM tersebut adalah untuk memberdayakan masyarakat dengan mengikut sertakan mereka dalam setiap proses kegiatan HTI. Program MHBM ini diatur pada kawasan hutan negara yang telah diterima oleh MHP dari pemerintah dengan SK Menteri Kehutanan No: 038kpts-II1996. Selanjutnya kemitraan antara MHP dengan masyarakat diatur menurut wilayah administrasi pemerintahan, mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten. Dengan kemitraan itu maka hubungan kerjasama antara MHP dengan masyarakat akan berlangsung secara lestari, karena setiap kegiatan membangun HTI akan selalu melibatkan masyarakat dan pejabat pemerintah dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten. Dengan demikian masyarakat akan memperoleh manfaat secara lestari pula, dalam bentuk jasa kerja, jasa manajemen dan jasa produksi. Di lain pihak, dengan program itu perusahaan juga memperoleh keuntungan berupa jaminan lahan hutan yang bebas dari masalah sosial, serta jaminan kelestarian produksi dan usaha karena terciptanya hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Inilah perbedaan pokok program MHBM dengan PMDH, yaitu menempatkan rakyat dan tokoh masyarakat di sekitar hutan sebagai stakeholder 126 yang ikut menentukan dan merancang kegiatan serta memperoleh manfaat langsung dari setiap kegiatan pembangunan HTI, mulai dari penanaman, pemeliharaan dan penjagaan keamanan, serta pemanenan. Kemitraan antara perusahaan dan masyarakat dalam program MHBM tersebut diikat dengan akte kesepakatan antara MHP yang diwakili oleh Kepala Unit dengan masyarakat atas nama Kepala Desa, BPRD serta Camat, yang diwakili oleh seseorang yang ditunjuk oleh masyarakat melalui kesepakatan dalam musyawarah. Satuan pembuatan akte kesepakatan ini adalah kawasan hutan yang masuk ke dalam wilayah administrasi desa tertentu. Komponen pekerjaan HTI yang disebutkan dalam akte kesepakatan adalah pekerjaan persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian api dan penebangan. Semua Kegiatan tersebut dibuat berdasarkan Rencana Kerja Tahunan RKT yang dibuat oleh perusahaan. Prinsip dan Aturan Main Program MHR Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan program MHR, secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Pemberdayaan sumberdaya alam lahan yang tidak produktif dan pemberdayaan masyarakat yang berada di dalam dan disekitar lokasi areal HPHTI PT. MHP dengan pola kemitraan dalam kegiatan pembangunan HTI, sehingga masyarakat yang menguasai lahan dan PT. MHP akan mendapatkan keuntungan secara bersama-sama. 2. Areal kerja MHR adalah lahan masyarakat yang telah dikuasaidimiliki baik secara defacto maupun dejure yang mempunyai bukti kepemilikan yang syah 127 menurut peraturan yang ada yang pengelolaannya dikerjasamakan dengan PT. MHP untuk dikelola menjadi HTI. 3. Masyarakat mendapat manfaat secara kontinyu dan berkesinambungan berupa jasa kerja dan bagi hasil setelah panen yang terlebih dahulu dikurangi dengan biaya operasional pembangunan HTI. Program MHR dilaksanakan pada areal yang terdapat di dalam maupun disekitar HPHTI PT. MHP yang inclave dan belum dikelola oleh PT. MHP, yang secara defacto dan dejure dikuasai oleh masyarakat dengan bukti yang syah menurut hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam program MHR, pelaksanaannya diawali dengan kesepakatan setelah beberapa kali diselenggarakan musyawarah antara MHP dengan pihak-pihak terkait dan tokoh-tokoh masyarakat. Setelah diperoleh kesepakatan, maka selanjutnya ditanda-tangani Akta Kesepakatan Mengelola Hutan Rakyat MHR oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini MHP berlaku sebagai Pihak Pertama diwakili oleh Kepala Unit untuk wilayah yang bersangkutan, sedangkan masyarakat diwakili Ketua Kelompok yang bertempat tinggal di dusun, talang atau desa yang bersangkutan sebagai Pihak Kedua. Selanjutnya secara formal dilakukan penandatanganan Akta Kesepakatan yang berlaku untuk satu rotasi 8 tahun. Bila kedua belah pihak puas kesepakatan dapat diperbarui. Areal milik masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerja MHP yang tidak produktif itu dalam program MHR akan ditanami dengan tanaman HTl A. mangium. Hasil produksi program MHR akan dibagi oleh kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Perhitungan bagi hasil tersebut didasarkan pada nilai hasil bersih, yaitu harga jual kayu dikurangi dengan seluruh biaya yang telah 128 dikeluarkan. Di dalam bagi hasil itu disepakati Pihak Pertama akan menerima 60 dan Pihak Kedua menerima 40 dari keuntungan bersih. Di dalam kerjasama itu, Pihak Pertama menyediakan modal kerja dan bimbingan teknis, sedangkan Pihak Kedua menyediakan lahan yang dimilikinya secara syah menurut hukum. Modal yang disediakan oleh Pihak Pertama digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemhuatan tanaman serta membeli bahan-bahan yang diperlukan. Pelaksanaan pembuatan tanaman tersebut sepenuhnya dilakukan oleh pemilik lahan, sehingga modal dari Pihak Pertama yang disediakan sebagai jasa kerja itu juga akan diterima oleh Pihak Kedua. Jadi manfaat yang diperoleh Pihak Kedua tidak hanya berupa uang dari bagi hasil saja, tetapi juga ada uang dari jasa kerja. Komponen pekerjaan pengelolaan HTI dalam program MHR ini meliputi kegiatan-kegiatan pembukaan lahan. penanaman, pemupukan, pemeliharaan, perilndungan hutan, penebangan dan pengangkutan kayu. Semua program MHR Disusun oleh pihak Pertama dalam bentuk Rencana Karya Tahunan, yang selanjutnya di buat surat perintah kerja SPK untuk pedoman pelaksanaan kegiatan di lapangan. Di samping itu. sebagai instrumen pengendalian dan pengawasan, Pihak Pertama juga membuat Berita Acara Pemeriksaan BAP. Dalam program MHR ini diatur adanya hak serta kewajiban Pihak Pertama maupun Pihak Kedua. Hak-hak Pihak Pertama adalah: 1. Membuat rencana pengelolaan pembangunan HTI. 2. Mengatur kegiatan fisik pelaksanaan seluruh komponen pekerjaan HTI menurut RKT yang telah ditetapkan. 3. Mengelola, mengawasi dan menilai hasil pekerjaan yang dilakukan oleh 129 pihak Kedua atau pihak lain dalam pembangunan tanaman HTI. Hak-hak Pihak Kedua: 1. Mengetahui rencana pengelolaan pembangunan HTI pada lahan yang diserahkan kepada Pihak Pertama. 2. Mendapatkan jasa kerja dari perlaksanaan pekerjaan pembangunan HTI yang telah dilaksanakan. 3. Apahila pelaksanaan pembangunan HTI dapat dilaksanakan oleh Pihak Kedua, maka Pihak Kedua herhak mendapatkan Surat Perintah Kerja SPK dari Pihak Pertarna. 4. Berhak mendapatkan hasil manfaat dari panen HTI setelah dikurangi seluruh komponen biaya produksi pembangunan HTI. Kewajiban Pihak Pertama: 1. Mengelola lahan yang telah diserahkan oleh Pihak Kedua untuk pembangunan HTI sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 2. Memberikan hak-hak Pihak Kedua yang telah diatur dalam kesepakatan. 3. Berkewajiban secara bersama-sama dengan Pihak Kedua menjaga HTI yang telah dibangun dari bahaya kebakaran. Kewajiban Pihak Kedua: 1. Berkewajiban menjamin keamanan lahan tersebut dari gangguan pihak lain. 2. Mematuhi seluruh kesepakatan yang telah disetujui hersama. 3. Menjaga dan mengamankan areal HTI yang telah dihangun. 4. Mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan pada lahan yang telah disepakati untuk dibangun HTI dan lahan lahan di sekitarnya. 130 5. Apabila memperoleh SPK pembangunan HTI, pihak kedua berkewajiban melaksanakan pekerjaan tersebut dengan baiaksesuai dengan SOP standart operating procedure yang telah ditetapkan. Jasa kerja untuk setiap pelaksanaan pekerjaan pembangunan MHR dibayar oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebagai imbalan alas hasil pekerjaan tersehut. Besamya jasa kerja dihitung dari harga satuan per hektar, berdasarkan BAP pelaksanaan pekerjaan. Harga satuan per hektar untuk masing-masing komponen pekerjaan ditetapkan mengikuti harga yang berlaku, biasanya ditinjau setiap tahun. Semua biaya yang telah di keluarkan oleh Pihak Pertama untuk membayar jasa kerja diperhitungkan guna menentukan besarnya bagi hasil. Hasil produksi kayu dari suatu areal kerja MHR dihitung berdasarkan hasil pengukuran kayu di tempat penimbunan TPN, yang dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak. Hasil pengukuran ini dituangkan dalam BAP yang ditanda-tangani oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua. Besamya persentase hagi hasil adalah 60 untuk Pihak Pertama dan 40 untuk Pihak Kedua dari hasil hersih, yaitu hasil total dikurangi dengan biaya untuk jasa kerja. Pembayaran uang bagi hasil ini dilakukan dua tahap. yaitu Pertama sehesar 50 paling lambat 30 hari setelah pengukuran volume kayu di TPN, dan kedua 50 sisanya paling lambat 30 hari setelah kayu diterima di pabrik. Apabila terjadi hal-hal yang menyebabkan rusaknya tanaman sehingga hasil kayu akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali, maka akibatnya akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak atas segala kerugian yang timbul. 131 Oleh karena itu kalau hal semacam itu sampai terjadi, hak atas hagi hasil dapat berkurang atau hilang sama sekali. Di areal yang dikelola dengan program MHR, para pihak dapat melaksanakan program penunjang, seperti agribisnis, tumpangsari, peternakan, pemeliharaan ikan, dan sebagainya. Dalam kegiatan penunjang ini, pemilik hutan diharapkan dapat melakukannya secara mandiri. Perselisihan yang timbul di atara para pihak dalam pelaksanaan program MHR ini akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Namun apabila hal ini tidak dapat mengatasi perselisilaan, maka kedua helah pihak setuju untuk mencari penyelesaian lewat jalur hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui Pengadilan Negeri. Itulah prinsip-prinsip yang tertuang di dalam Akta Kesepakatan program MHR antara MHP dengan masyarakat di sekitarnya. Akta Kesepakatan dibuat rangkap dua bermeterai cukup, dan masing-masing mempunyai kekuatan yang sama. Hal-hal yang belum diatur di dalam akta akan dibicarakan dan dimusyawarahkan oleh para pihak, dan dibuat sebagai addendum merupakan bagian tak terpisahkan dari akta tersehut. Akta Kesepakatan program MHR tidak dapat dirubah, ditambah atau dikurangi, kecuali kalau kedua helah pihak menyetujuinya. Akta Kesepakatan ditanda-tangani oleh Kepala Unit sebagai wakil Pihak Pertama dan Ketua Kelompok sebagai wakil Pihak Kedua. Selain itu Akta kesepakatan juga ditanda tangani oleh tiga saksi dan diketahui oleh Camat dan Kepala Desa. 132

7.3. Realisasi Program MHBM dan MHR Realisasi Program MHBM