Prospek Keberlanjutan HTI PT. MHP

251 dimana secara umum pendapatan masyarakat sekitar kawasan meningkat sebesar 30 lebih dari sebelumnya. Faktor Sinergi Synergy Factors Sinergi antar kelompok dan sesama kelompok dengan perusahaan HTI harus berjalan harmonis dan saling menguntungkan, walaupun sinergi antar kelompok dan sesama kelompok ini terkadang menjadi hambatan, dikarenakan adanya satu atau beberapa anggota kelompok yang berlaku curang dan mau untung sendiri. Sinergi antar kelompok dan sesama kelompok merupakan faktor penting yang harus disepakati oleh peserta MHR untuk mendukung keperlanjutan penggunaan sumberdaya lahan. Jika tidak kontrak kerjasama bisnis akan mudah berakhir dengan mudah kapa saja. Sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat tidak mudah merasa tertipu oleh perusahaan. Pengelolaan dimensi sosial budaya telah berhasil menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dengan masyarakat atau kelompok masyarakat melalui musyawarah mufakat dan kearifan lokal lainnya dalam menyusun rencana dan pelaksnaan kegiatan ekonomi.

10.4. Prospek Keberlanjutan HTI PT. MHP

Prospek keberlanjutan HTI PT MHP untuk program MHR dapat dilihat dari tingkat keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada daur kedua. Untuk mengetahui variabel yang menjadi penentu keputusan petani peserta MHR untuk melanjutkan atau tidak program pembangunan HTI dengan pola MHR pada siklus kedua, digunakan model persamaan logit dimana keputusan petani 252 dipengaruhi oleh variabel sosial psikologi, variabel sosial ekologi, variabel sosial ekonomi, variabel sosial budaya. Variabel sosial psikologi meliputi rasa aman penduduk terhadap status kepemilikan lahan yang mereka usahakan dalam berusahatani di wilayah mereka. Variabel ini dinyatakan dalam variabel dummy adanya rasa aman atau tidak. Variabel sosial ekologi meliputi variabel tingkat kesuburan lahan, kemiringan lahan, dan jarak lahan dari tempat tinggal. Variabel sosial ekonomi meliputi variabel pendapatan dari HTI, pendapatan dari usaha tani lain, pendapatan dari luar usahatani, biaya hidup kelaurga. Variabel sosial budaya meliputi variabel biaya yang dikeluarkan petani untuk kenduri, gotong royong, arisan dan pengeluaran kegiatan sosial lainnya. Berdasarkan empat variabel pokok di atas, di duga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program Mengelola Hutan Rakyat MHR pada rotasi ke-2 adalah 1 dummy adanya rasa aman, 2 dummy kesuburan lahan, 3 dummy kemiringan kahan, 4 jarak lahan dari tempat tinggal, 5 luas lahan, 6 pendapatan dari HTI, 7 pendapatan dari usahatani lain, 8 pendapatan dari luar usahatani, 9 biaya hidup keluarga, dan 10 biaya sosial, seperti biaya kenduri, gotong royong, arisan dll. Setelah dilakukan pengeolahan data terhadap 10 variabel di atas, ternyata terdapat masalah korelasi yang cukup tinggi antara variabel luas lahan MHR dengan penerimaan dari tanaman HTI, yaitu sebesar 0.933. Hal ini dapat di mengerti karena, penerimaan petani dari HTI terkait erat dengan luas lahan HTI yang ditanami. Untuk mengatasi masalah ini maka variabel luas lahan dikeluarkan dari model pendugaan. 253 Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode penduga maximum likelihood, dapat di lihat sejauh mana model logit dapat menjelaskan atau memprediksi model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada rotasi ke dua. Hal ini dapat dilihat dari nilai Khi- kuadrat 2 dari model regresi. Sebagaimana halnya model regresi linear dengan metode OLS, kita juga dapat melakukan pengujian arti penting model secara keseluruhan. Jika metode OLS menggunakan uji F, maka pada model logit menggunakan uji G. Statistik G ini menyebar menurut sebaran Khi- kuadrat 2. Karenanya dalam pengujiannya, nilai G dapat dibandingkan dengan nilai 2 tabel pada α tertentu dan derajat bebas k-1. Selanjutnya Kita juga bisa melihat nilai p-value dari nilai G ini yang ditampilkan oleh software SPSS. Dari hasil output SPSS didapatkan nil ai 2 sebesar 34.4 dengan p-value 0.000. Karena nilai ini jauh dibawah 1 α=1, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan petani dalam melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Berdasarkan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0.597 yang berarti bahwa sembilan variabel bebas mampu menjelaskan variasi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada tahap ke dua sebesar 59.7, sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Selanjutnya, untuk menguji faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam melanjutkan program MHR pada siklus ke dua tersebut, dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji Wald, yaitu dengan membagi koefisien terhadap standar error masing-masing koefisien. 254 Dari 9 variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model tersebut, pada taraf uji α sebesar 25 persen terdapat tujuh variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Keempat variabel tersebut adalah 1 dummy adanya rasa aman, 2 jarak lahan dari tempat tinggal, 3 pendapatan dari luar usahatani, 4 biaya hidup keluarga, 5 pendapatan dari usahatani lain, 6 dummy kemiringan lahan, dan 7 dummy kesuburan lahan. Pada taraf uji α sebesar 15 persen, terdapat enam variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Ketiga variabel tersebut adalah 1 dummy adanya rasa aman, 2 jarak lahan dari tempat tinggal, 3 pendapatan dari luar usahatani, 4 biaya hidup keluarga, 5 pendapatan dari usahatani lain, dan 6 dummy kemiringan lahan. Pada taraf uji α sebesar 5 persen terdapat empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua, yaitu 1 dummy adanya rasa aman, 2 jarak lahan dari tempat tinggal, 3 pendapatan dari luar usahatani, dan 4 biaya hidup keluarga. Sedangkan variabel Pendapatan petani dari HTI dan biaya sosial pengaruhnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Hasil analisis mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua, ringkasannya disajikan dalam tabel 39 berikut ini. 255 Tabel 39. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR di PT. MHP, Tahun 2010 No. Variabel Parameter Estimasi Standar Error Wald df Sig. ExpB 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. D1 3.580 1.804 3.940 1 .047 1 35.878 D2 -1.047 .904 1.340 1 .247 3 .351 D3 -1.450 .973 2.218 1 .136 2 .235 X1 .409 .186 4.841 1 .028 1 1.505 X3 .003 .007 .189 1 .663 4 .997 X4 .075 .049 2.311 1 .128 2 1.077 X5 .411 .176 5.469 1 .019 1 .663 X6 .172 .081 4.487 1 .034 1 .842 X7 .387 .733 .279 1 .597 4 1.473 Constant 1.933 3.080 .394 1 .530 6.910 Keterangan : 1 ψerpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α ≤ 0.05 2 ψerpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α ≤ 0.15 3 ψerpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α ≤ 0.25 4 Tidak berpengaruh secara signifikan dimana : D1 = Dummy adanya rasa aman ada=1; tidak ada=0 D2 = Dummy kesuburan lahan subur=1, tidak subur=0 D3 = Dummy Kemiringan Lahan relatif datar=1, miring=0 X1 = Jarak lahan dari tempat tinggal km X3 = Pendapatan dari HTI Rpsiklus X4 = Pendapatan dari usahatani lain Rptahun X5 = Pendapatan dari luar usahatani Rptahun X6 = Biaya hidup keluarga Rptahun X7 = Biaya sosial, seperti biaya kenduri, gotong royong, arisan dll Rptahun Koefisien dalam model logit menunjukkan perubahan dalam logit sebagai akibat perubahan satu satuan variabel independent. Interpretasi yang tepat untuk koefisien ini tentunya tergantung pada kemampuan menempatkan arti dari perbedaan antara dua logit. Oleh karenanya, dalam model logit, dikembangkan 256 pengukuran yang dikenal dengan nama odds ratio . Odds ratio untuk masing- masing variabel ditampilkan oleh SPSS sebagaimana yang terlihat tabel diatas pada kolom ExpB. Odds ratio secara matematis dapat dirumuskan menjadi persamaan : = e β , dimana e adalah bilangan 2. 71828 dan β adalah koefisien masing-masing variabel. Variabel dummy adanya rasa aman berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy adanya rasa aman adalah 35.9. Ini berarti bahwa petani yang memiliki rasa aman terhadap program MHR dan kepemilikan lahan mereka mempunyai peluang sebesar 35.9 kali untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki rasa aman dalam program MHR. Variabel jarak lahan dari tempat tinggal mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel jarak lahan dari tempat tinggal adalah sebesar 1.5. Ini berarti bahwa jika jarak lahan dari rumah petani bertambah 1 km, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan meningkat sebesar 1.5 kali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak lahan yang mereka miliki dari tempat tinggal mereka, maka semakin sulit bagi petani untuk mengurus lahannya tersebut. Berdasarkan pertimbangan ekonomi daripada lahan tersebut menganggur dan tidak menghasilkan sama sekali, maka mereka cenderung memutuskan untuk menyerahkan lahan tersebut untuk dikelola oleh perusahaan dalam program MHR untuk ditanami dengan akasia. 257 Variabel pendapatan dari luar usahatani, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel pendapatan dari luar usahatani adalah sebesar 0.663. Ini berarti bahwa jika pendapatan petani dari luar usahatani bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan bertambah sebesar 0.663. Hal ini dapat terjadi karena petani yang mempunyai pendapatan yang lebih besar dari luar usahatani mencurahkan waktu yang lebih banyak dalam mengelola usaha atau pekerjaan di luar usahataninya. Jadi dengan keterbatasan waktu yang dimiliki petani untuk membuka dan mengolah lahannya sendiri maka mereka cenderung untuk mengikut sertakan lahannya dalam program MHR. Variabel biaya hidup keluarga, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel biaya hidup keluarga adalah sebesar 0.842. Ini berarti bahwa jika biaya hidup petani bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan naik sebesar 0.842 kali. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar kebutuhan petani untuk membiayai hidup kelaurganya, semakin besar pula pengeluaran yang dia keluarkan. Untuk menutupi kebutuhan yang semakin meningkat petani selalu berusaha mencari sumber-sumber penghasilan lain yang dapat mereka usahakan, diantaranya adalah dengan mengikut sertakan lahan-lahan menganggur yang mereka miliki untuk diikut sertakan dalam program MHR yang dikelola oleh perusahaan. 258 Variabel pendapatan dari usahatani lain, berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel pendapatan dari usahatani lain adalah sebesar 1.077. Hal ini berarti bahwa jika pendapatan dari usahatani lain bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan bertambah sebesar 1.077 kali. Hal ini dapat terjadi karena naiknya pendapatan petani dari usahatani lain akan cenderung meningkatkan perhatian dan curahan waktu kerja mereka menjadi lebih besar, sehingga mereka tidak punya waktu kerja lagi untuk mengelola lahan-lahan menganggur yang mereka miliki, sehingga mereka cenderung untuk mengikut sertakannya dalam program MHR. Variabel dummy kemiringan lahan, berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy kemiringan lahan adalah 0.235. Ini berarti bahwa petani yang memiliki lahan yang semakin miring mempunyai peluang sebesar 0.235 kali untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki lahan yang datar. Keadaan lahan yang lebih miring memerlukan pengelolan yang lebih sulit dibandingkan dengan lahan yang datar, hal ini berarti bahwa semakin sulit pengelolaan lahan yang mereka miliki, petani lebih cenderung untuk menyerahkan lahan untuk diikutsertakan dalam program MHR. Variabel dummy kesuburan lahan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy kesuburan lahan adalah 0.351. Ini berarti 259 bahwa petani yang memiliki lahan yang semakin subur mempunyai peluang sebesar 0.235 untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan yang yang kurang subur. Keadaan lahan yang lebih kurang subur memerlukan pengelolaan yang lebih sulit dan pemupukan yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan yang subur, hal ini berarti bahwa semakin sulit dan mahal pengelolaan lahan yang mereka miliki, petani lebih cenderung untuk menyerahkan lahan untuk diikutsertakan dalam program MHR. Secara keseluruhan dari uraian di muka akan terlihat bahwa keberlanjutan pembangunan hutan tanaman industri PT. MHP dapat dilihat dari 4 hal, yaitu stabilitas, produktivitas, equitabilitas, dan sustainabilitas. Keempat hal tersebut secara utuh sangat menentukan keberlanjutan pembangunan hutan tanaman industri ke depan dalam jangka panjang Stabilitas Keberlanjutan usaha pembangunan hutan tanaman sangat ditentukan oleh stabilitas kawasan yang tercermin dari adanya rasa aman masyarakat di sekitar kawasan hutan. Keberlanjutan stabilitas kawasan diarahkan pada respon masyarakat yang tinggi terhadap hak asasi manusia, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan budaya, kebebasan yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian bekerja, memperoleh penghasilan, kesedian pangan, air, dan pemukiman. Keberlanjutan keamanan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang dapat membahayakan integritas, 260 identitas, dan kelangsungan pengusahaan hutan tanaman industri. Di wilayah perusahaan saat ini stabilitas kawasan sangat kondusif, aman, tertib, dan terpelihara. Produktivitas Prospek keberlanjutan pembangunan HTI dapat dilihat dari aspek produktivitas. Pengembangan bibit unggul dari seleksi 10 subgalur yang dilakukan terus menerus, dan berkembangnya teknologi budidaya telah mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan, dari 160 m 3 per hektar, sekarang sudah mencapai 200 m 3 per hektar. Pengembangan klon Acacia mangim unggulan telah memperpendek daur produksi dari 8 tahun menjadi hanya 6 – 7 tahun. Produktivitas yang terus meningkat dari siklus tanam ke siklus tanam berikutnya dapat menjadi jaminan keberlanjutan pembangunan HTI pada masa mendatang. Equitabilitas Pembangunan hutan tanaman industri yang berkelanjutan harus berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti, meratanya distribusi pendapatan dan kesempatan untuk bekerja mencari pengahsilan, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, dimana kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin dapat dipersempit. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan 261 adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini telah mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya. Sustainabilitas Pembangunan hutan tanaman yang berkelanjutan harus memperhatikan kesinambungan usaha dari generasi ke genasi dalam jangka panjang. Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan di PT MHP telah dikelola dengan baik melalui bekerjanya gerbang pengendalian kemerosotan sosial, sehingga semua dimensi sosial yang merugikan yang terjadi dalam masyarakat dapat di deteksi dan atasi dengan cepat dan tepat sasaran. Persepsi jangka panjang masyarakat tentang pentingnya perusahaan yang mrupakan bagian dari kehidupan ekonomi, ekologi dan sosial mereka adalah perspektif penting dalam pembangunan yang berkelanjutan. 263

XI. KESIMPULAN DAN SARAN