Konsep Keberkelanjutan Pembangunan HTI

51 option dalam penggunaan fasilitas seperti daerah rekreasi untuk penggunaan di masa yang akan datang. 3. Non Use Value NUV dapat dibagi menjadi Existence Value EV yang mengukur WTP untuk suatu sumberdaya untuk moral, altruistik atau dasar lain yang tidak ada hubungannya dengan penggunaan atau nilai option. Bequest Value BV yang mengukur suatu WTP untuk menjamin bahwa turunan mereka akan mampu menggunakan sumberdaya di masa yang akan datang.

3.1.3. Konsep Keberkelanjutan Pembangunan HTI

Dalam konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan terkandung beberapa aspek, sebagai berikut: 1. Ecological sustainability keberlanjutan ekologi. Dalam pandangan ini pemanfaatan sumberdaya hutan hendaknya tidak melewati batas daya dukungnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas ekosistem menjadi hal yang utama. 2. Socioeconomic sustainability keberlanjutan sosial-ekonomi. Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan kehutanan perlu memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pemanfaat sumberdaya hutan pada tingkat individu. 3. Comunity sustannability, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat perlu menjadi perhatian pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. 4. Institusional sustanability keberlanjutan kelembagaan. Keberlanjutan kelembagaan ini menyangkut aspek finansial dan administrasi yang sehat sebagai prasyarat dari ketiga pembangunan berkelanjutan diatas. 52 Penilaian keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan menurut Lembaga Ecolabelling Indonesia 1999, adalah sebagai berikut: 1. Kelestarian fungsi produksi ekonomi, yaitu adanya kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan, status penataan batas kawasan hutan, kualitas fisik tata batas, perencanaan dan implementasi penataan hutan menurut tipe- tipe dan fungsi hutan, pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi yang kontinyu, produksi yang sesuai dengan kemampuan produktivitas hutan, dan meminimumkan tingkat pembalakan, serta meminimumkan dampak perubahan penutupan lahan akibat perambahan, alih fungsi kawasan hutan, kebakaran dan gangguan lainnya. 2. Kelestarian fungsi ekologi adalah meletakkan proporsi yang proposional antara pemanfaatan hutan dengan fungsi ekologi hutan, sehingga tidak menimbulkan dampak kerusakan hutan yang pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan Iingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati. 3. Kelestarian fungsi sosial, yaitu adanya kejelasan batas antara kawasan konsesi dengan kawasan komunitas setempat yang terdelinasi secara jelas, adanya jaminan akses pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat setempat, sebagai sumber-sumber ekonomi komunitas masyarakat di sekitar hutan, komunitas masyarakat disekitar hutan dapat mengakses kesempatan kerja dan peluang berusaha serta meminimasi dampak kerusakan sumberdaya hutan terhadap kesehatan masyarakat. Berdasarkan konsep dan penilaian di atas pada prinsipnya ada beberapa hal yang merupakan ciri utama dari pengelolaan HTI dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yaitu: 1 sustainable kelestarian hutan, 2 kesejahteraan 53 masyarakat, 3 pemberdayaan masyarakat, 4 peran multipihak, 5 adopsi kearifan lokal, dan 6 orientasi pada pengelolaan seluruh potensi hutan tidak hanya kayu. Ciri-ciri utama ini merupakan parameter untuk menilai tingkat keberhasilan keberlanjutan penerapan pengelolaan hutan berbasis masyarakat Arief, 2008. Secara konseptual program pengelolaan hutan berbasis masyarakat diharapkan dapat berimplikasi pada: 1 penurunan gangguan keamanan hutan, 2 peningkatanoptimalisasi pemanfaatan lahan dan ruang hutan, 3 peningkatan nilai ekonomi kawasan hutan melalui pengelolaan seluruh aspek potensi hutan, 4 memperluas peluang usaha dan penciptaan lapangan kerja, 5 peningkatan pendapatan masyarakat dan keuntungan perusahaan serta pembangunan wilayah diluar hutan, dan 6 menumbuhkan dinamika sosial masyarakat desa hutan dan mekanisme pembangunan desa secara terpadu. Melihat keberagaman karakteristik hutan dan budaya masyarakat yang hidup disekitarnya, memang sudah seharusnyalah pengelolaan hutan berbasis masyarakat mempunyai flexibilitas atau kelenturan yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan yang ada. Dalam banyak kasus, isu atau penyebab utama dari munculnya benturan atau konflik adalah rasa ditinggalkan dari masyarakat. Masyarakat lokal merasa tersisih dan diberlakukan tidak adil dalam sistem pengelolaan hutan dalam skala yang besar, isu yang menonjol dan dominan sebagai munculnya konflik adalah hilangnya akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat diharapkan dapat mengeliminir dampak negatif dari benturan-benturan kepentingan yang mungkin timbul sebagai 54 akibat pengelolaan sumberdaya hutan. Dengan mengadopsi kearifan lokal yang spesifik, diharapkan PHBM dapat menjadi wahana yang menjembatani kepentingan semua pihak. Untuk itu perlu dibangun kesepahaman antara semua pihak yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya hutan sehingga tujuan dari PHBM dapat tercapai. Analisis keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Socio- Enthropy Controlling Interface SECI, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sjarkowi 2010, dalam analisis ini ada empat faktor yang digunakan sebagai kontrol penghubung yang mencakup aspek sosial psikologi, sosial ekologi, sosial ekonomi, dan sosial kultural. Pengelolaan faktor SECI yang sungguh-sungguh oleh perusahaan akan sangat menetukan keberhasilan PT. MHP dalam pembangunan HTI, melalui bekerjanya faktor stabilitas, efisiensi, pengeluaran dan sinergis yang terjadi. Bekerjanya faktor-faktor ini dengan baik akan sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan HTI melalui empat indikator keberlajutan, yaitu stabilitas, produktivitas, sustainabilitas, dan ekuatibilitas. 3.2. Kerangka Konseptual Penelitian 3.2.1. Model Pendekatan Model pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai upaya untuk menyederhanakan persoalan penelitian. Agar pengusahaan hutan tanaman industri dapat dilaksanakan secara berkelanjutan digunakan beberapa strategi dan pola yang harus melibatkan masyarakat sekitar melalui program PHBM guna menghasilkan sejumlah keluaran yang optimal dan menguntungkan semua pihak.