95
industri pulp PT TEL, sehingga biaya pengangkutan kayu dari wilayah ini yang relatif paling mahal. Kelompok hutan Subanjeriji merupakan wilayah kerja untuk
HTI yang paling ideal, karena di samping lokasinya dekat dengan pabrik, asesibilitasnya paling baik dan topografinya relatif datar. Namun demikian justru
karena hal-hal yang menguntungkan itu maka daerah ini berpenduduk paling padat sehingga intensitas masalah sosial-ekonominya juga yang paling tinggi.
6.1.3. Skala Investasi dan Struktur Modal
Sampai dengan akhir tahun 2002 penanaman skala komersial yang telah berhasil dilakukan MHP berupa penanaman Acacia mangium adalah 193 500 ha
pada semua tipologi lahan yang di miliki perusahaan. Secara kronologis kinerja penanaman disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Kinerja penanaman Acacia mangium di PT. Musi Hutan Persada
Tahun Tanam
Luas ha
Tahun Tanam
Luas ha
19901991 27 928.25
19961997 14 276.0
19911992 50 214.58
19971998 2 609.0
19921993 24 025.05
19981999 2 355.7
19931994 35 427.02
19992000 6 927.0
19941995 24 869.10
20002001 12 750.0
1995 1996 14 1 51.00
2001 2002 14 260.0
mulai rotasi kedua, dengan jenis yang diperbaiki genetiknya.
Untuk mempertahankan kemampuan memasok badan Baku ke industri, sejak tahun 2000 perusahaan menanam dalam luasan yang rata-rata seragam yaitu
10 750 ha, sebagai ganti penutupan lahan hutan yang dipanen pada tahun yang sama. Penyeragaman ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara luas panen
dengan luas tanaman.
96
Di samping menanam, perusahaan juga melakukan pemelihartan. Skedulnya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rencana atau realisasi pemeliharaan tegakan dan penebangan HTI, Tahun 199091-200405
Tahun Pemeliharaan
ha Penebangan
ha Tahun
Pemeliharaan ha
Penebangan ha
199091 -
-
199899 91 332
5 429 199192
27 928
-
19990 55 905
9 400 199293
78 143
-
200001 36 465
10 750 199394
102 168
-
200102 31 714
10 750 199495
137 595
-
200203 25 579
10 750 199596
162 464
-
200304 36 329
10 750 199697
148 678
-
200405 47 079
10 750 199798
115 357
-
Dukungan dari semua pihak yang berkepentingan, serta adanya jaminan keberlangsungan usaha dan luasan areal yang memadai membuat usaha
pembangunan HTI menjadi ekonomis dan menguntung. HTI terutama jenis Acacia mangium
mempunyai keunggulan kompetitif, karena memiliki produksi per hektar yang tinggi, kualitas produk kayu relatif seragam dan transfer teknologi
dari luar relatif mudah diterapkan pada hutan tanaman. Pembangunan HTI memerlukan dana investasi yang besar, besarnya
investasi yang diperlukan ini menuntut kehati-hatian bagi pemilik modal. Beberapa kendala yang perlu diperhatikan adalah bunga modal yang relatif tinggi
dan langka di Indonesia sehingga investasi menjadi mahal dan beresiko jika tidak diimbangi dengan upaya lain. Rotasi tanaman yang relatif panjang paling pendek
5-8 tahun juga menjadi sebab paling utama kelemahan investasi di sektor hutan
97
tanaman. Makin panjang proses produksi rotasi makin berat dampak bunga yang dirasakan investor, karena suku bunga modal mengikuti rumus eksponensial.
Sementara hasil baru diperoleh hanya sekali pada akhir rotasi, hal ini sangat berbeda dengan tanaman perkebunan yang dapat dipanen tiap tahun.
Pembangunan HTI sangat dibebani dengan arus kas cash-flow yang tidak berimbang karena tidak terjadi tiap tahun, dengan demikian nilai diskon faktor
panen pada akhir rotasi menjadi kecil. Modal untuk investasi di sektor yang relatif berisiko tinggi dan yang lambat
menghasilkan slow-yielding biasanya sukar didapat karena bunga yang dapat dibayarkan kepada pemilik modal rendah. Sektor usaha yang cepat
menguntungkan biasanya akan memperoleh modal usaha lebih mudah karena dapat membayar bunga yang tinggi. Dengan demikian investasi hutan tanaman
meskipun tujuannya mulia dalam mencari modal akan kalah bersaing dengan investasi tanaman lain, yang dapat dianggap lebih bankable, bila tidak ada faktor
lain yang mendukung atau membantu pembangunan hutan tanaman. Bantuan atau dukungan itu antara lain diharapkan dari:
− Program pembangunan pemerintah − Kebutuhan hasil hutan untuk bahan baku industri
− Kehutuhan hasil hutan kayu untuk masyarakat perumahan d1l. − Dibatasinya penebangan di hutan alam
− Adanya dampak lain yang positif seperti mengurangi erosi, banjir dll. − Tidak ada peluang usaha alternatif selain hutan tanaman pada tanah marginal.
Untuk mendukung pemodalan pembangunan HTI, pemerintah melalui Departemen Kehutanan memberikan subsidi pada HTI dengan partisipasi modal
98
dan pinjaman bunga rendah dari alokasi dana reboisasi DR. Disamping itu juga ada bantuan dari beberapa negara donor seperti Finlandia dan Jepang, pada
program pengembangan hutan tanaman di Indonesia berupa bantuan teknis dan pinjaman lunak.
Selain itu banyak terjadi integrasi vertikal dengan sektor industri di bidang kehutanan untuk mendapatkan jaminan bahan baku yang pasti dan kontinyu.
Integrasi antara industri dan hutan tanaman ini diharapkan tidak sekedar dukungan modal, tetapi juga dapat meningkatkan rate of return di bidang hutan tanaman
yang relatif tidak tinggi slow yielding. Integrasi ini menunjang persyaratan pelestarian karena keduanya berorientasi jangka panjang. Kebijakan pemerintah
yang selalu mendukung integrasi ini, namun tetap mencegah kecenderungan kearah monopoli. Pengembangan hutan tanaman tidak seyogyanya hanya sekedar
menggantungkan subsidi. Dengan adanya ekspektasi harga dan pendapatan di masa depan, investasi dapat ditarik bila rate of return dapat dibuat tidak terlalu
rendah dan risiko tidak terlalu tinggi. Dalam hal ini peran kemajuan teknologi baik di hutan tanaman maupun di industrinya sangat menentukan.
Investasi hutan tanaman menyadari akan hal ini sehingga dapat dimengerti bila hutan tanaman yang disukai adalah jenis tanaman tumbuh cepat rotasi
pendek. Selain masalah yang bersifat teknis-ekonomis, akhir-akhir ini masalah nya makin kompleks antara lain munculnya pandangan atau penilaian masyarakat
yang menyoroti aspek konservasi dan sosial di mana banyak timbul konflik yang menyebabkan hambatan biaya dan waktu. Berhubung dengan itu hutan tanaman
diusahakan agar mengikuti prinsip pengelolaan hutan yang lestari PHL di mana kriteria aspek konservasi dan sosial diintegrasikan dengan produksi dan ekonomi.
99
Dalam rangka pengelolaan hutan tanaman lestari banyak tujuan manajemen yang bersifat non-finansial antara lain pembuatan stasiun pengamatan debit
sungai, program pengembangan masyarakat dan berbagai kegiatan konservasi konservasi plasma nutfah ex-situ, konservasi cagar alam dsb. Semua ini akan
masuk dalam biaya investasi yang disehut biaya sosial social cost. Sebagai investor pada lahan land-use maka akan terjadi persaingan
penggunaan lahan land-user, dimana hutan tanaman akan bersaing dengan tanaman lainnya, seperti karet, kelapa sawit, kelapa hibrida, dan lain-lain.
Keunggulan masing-masing sebenarnya dapat di lihat dari usaha yang paling menguntungkan dengan rate of return yang paling tinggi.
Kendala lain adalah besarnya biaya-biaya umum per unit produksi yang disebut pungutan-pungutan liar biaya siluman oleh pihak ketiga. Situasi seperti
ini menyebabkan high cost economy yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan investsi di hutan tanaman industri pada khususnya.
Paling tidak penanaman Acacia mangium di lahan alang-alang secara fisik sudah nyata berhasil exist dan sekarang sudah dapat dipanen dan dipasarkan
untuk pabrik pulp. Dari aspek finansial dapat dibuktikan bahwa harga pohon berdiri stumpage value lebih tinggi dari pada biaya pembuatan tanaman
stumpage cost dengan discount factor komersial. Hasil penelitian oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan PT. MHP, tanaman rotasi kedua pertumbuhannya
lebih baik. Berdasarakan pengalaman dan hasil yang telah dicapai oleh MHP maka
dapat dikatakan bahwa prospek investasi pada sektor HTI di Indonesia adalah positif. Dengan produksi per hektarnya yang cukup tinggi, kayunya juga
100
disamping untuk penggunaan bahan baku kertas pulp, ternyata sifat kayunya bagian teras juga dapat dipakai untuk kayu pertukangan.
Pada awalnya pemegang saham MHP adalah PT Inhutani V yang mewakili pemerintah dan PT Enim Musi Lestari EML. Dalam perusahaan patungan itu PT
Inhutani V memiliki 84 000 saham bernilai Rp84 milyar 40, sedangkan EML memiliki 126 000 saham bernilai Rp126 milyar 60. Setelah perusahaan
patungan tersebut disepakati dan disahkan oleh Menteri Kehakiman, maka selanjutnya PT. MHP membentuk susunan organisasi perusahaan. Sejak tahun
2004 kepemilikan saham PT. EML diambil alih oleh perusahaan jepang Marubeni. Saat ini proporsi kepemilikan saham PT. MHP adalah 40 di miliki
oleh PT. Inhutani V dan 60 di miliki perusahaan Marubeni dari Jepang.
6.1.4. Teknologi dan pengembangan pasar