180
penghidupan di kota. Sisanya 80 terpaksa kembali ke desa karena tidak mendapat lapangan kerja di kota. Mereka yang terdidik ini, tetapi tidak
mempunyai pekerjaan mulai mencari celah untuk mengklaim tanah-tanah perusahaan dengan alasan bahwa itu adalah tanah marga, milik nenek moyang
mereka. Prilaku seperti ini jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
b. Pelayanan Teknis dan Manajemen dalam Dimensi Sosial Budaya
Belajar dari pengalaman masa lalu, perusahaan mencoba menata kembali pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, dengan menempatkan masyarakat
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Untuk sejak tahun 2000 perusahaan mulai melakukan pelayanan teknis dan manajemen untuk
memperbaiki dimensi sosial budaya masyarakat sekitar kawasan konsesi dengan mengadopsi kembali kearifan lokal dalam pengambilan keputusan yang terkait
dengan masyarakat sekitar kawasan, serta menfasilitasi musyawarah dan diskusi kelompok yang tergabung dalam FGD untuk.
Dengan demikian, aspek sosial budaya menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain. Kondisi sosial budaya sangat erat hubungannya dengan prilaku masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh budaya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, yang disebut dengan istilah
Cultural-Determinism .
181
Tata nilai sosial budaya dapat diartikan sebagai pola cara berpikir atau aturan-aturan yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan tingkah laku warga
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pada cara berpikir itu tumbuh berkembang dan kokoh sebagai pedoman dalam bertingkah laku dalam
masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat
merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan kesejahteraan termasuk gairah masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di wilayah mereka.
Hubungan-hubungan kekerabatan adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang handal bagi upaya bersama membangun HTI di
masa mendatang. Selanjutnya implementasi Sustainable Forest Management yang meliputi
kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi ekologi dan kelestarian fungsi sosial ekonomi dan budaya. Kelestarian fungsi produksi meliputi kelestarian
sumberdaya, kelestarian hasil hutan dan kelestarian usaha. Dilain pihak kelestarian fungsi ekologilingkungan meliputi kelestarian kualitas lahan dan air
serta kelestarian keanekaragaman hayati, sedangkan kelestarian fungsi sosial ekonomi dan budaya meliputi kelestarian akses dan kontrol komunitas, kelestarian
integrasi sosial dan budaya serta kelestarian hubungan tenaga kerja. Ketiga hal di atas, menjadi area kompetensi dari PT. MHP dalam menjalankan usahanya.
Dalam menjalankan manajemen perusahaan, PT. MHP berorientasi pada community profit oriented
dimana lingkungan dan pemberdayaan masyarakat tidak dipandang sebagai biaya bagi perusahaan, namun menjadi unsur penting
dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, perusahaan menerapkan sustainable
182
forest management bagi hutan industrinya. Penerapan prinsip tersebut juga
dilakukan dalam upaya memenuhi permintaan pasar terhadap produk ecolabelling. Ditinjau dari prospek investasi dan analisis finansial ekonomi hutan
tanaman serta aspek modal dan teknologi yang dimiliki PT. MHP masih sangat memungkinkan untuk mengembangkan produk dan unit usahanya, salah satunya
melalui diversifikasi produk. Hal tersebut tampak dari pendapatan tegakan Acacia mangium sejak umur komersial 4–8 tahun untuk bahan baku pulp. Untuk itu
perlu dikaji lebih mendalam prospek pengembangan usaha melalui diversifikasi produk tersebut.
183
IX. VALUASI EKONOMI BEBERAPA POLA PENGUSAHAAN HTI