93
masyarakat. Perusahaan juga harus membayar milyaran rupiah untuk mengganti lahan yang diklaim mereka sebagai lahan eks marga. Belajar dari konflik tersebut
kemudian perusahaan MHP merubah strategi pengelolaan hutan dengan melakukan pendekatan kemasyarakatan antara lain dengan program Mengelola
Hutan Bersama Masyarakat MHBM dan Mengelola Hutan Rakyat MHR di areal tanah penduduk dengan kerjasama bagi hasil. Sejauh ini pendekatan tersebut
sudah relatif berhasil dan konflik dengan masyarakat tidak pernah terjadi lagi, sehingga risiko investasi dapat dikurangi, seperti masalah lahan dan kebakaran
hutan jauh berkurang.
6.1.2. Luas Lahan Konsesi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 276Menhut- V1991, luas areal untuk HPHTI adalah sebesar 311 215 ha, namun berdasarkan
pengukuran planimetris, ternyata luas bruto areal untuk HPHTI MHP itu menjadi 447 190 ha, lalu setelah studi ulang areal tersebut berubah lagi menjadi 343 224
ha, yang terdiri atas kelompok hutan Martapura, Subanjeriji dan Benakat. Dengan rekomendasi dari Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan
No.1668KWL-6.1794 dan rekomendasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan No.5220023795, areal MHP ditambah 64 034 ha sehingga seluruhnya menjadi
407 224 ha. Berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK, kawasan hutan
seluas 407 224 ha yang dicadangkan untuk MHP itu berstatus hutan produksi seluas 359 878 ha 88.4, hutan produksi terbatas 40 936 ha 10.1, dan hutan
produksi konversi 6 408 ha 1.6. Namun berdasarkan RUTR Provinsi Sumatera
94
Selatan seluruh kawasan hutan MHP termasuk dalam kawasan budidaya kehutanan. Dari aspek topografi, 290 505 ha 71.3 tergolong landai, 95 059 ha
23.3 termasuk datar, dan sisanya 21 660 ha 5.3 agak curam. Rincian luas hutan menurut peruntukannya menurut kelompok hutan disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11. Luas areal HPHTI yang dicadangkan untuk PT Musi Hutan Persada menurut peruntukan dan kelompok hutan
Kelompok Hutan
HP ha
HPT ha
HPK ha
Jumlah ha
Persen 1. Martapura
15 313 12 462
27 775 6.8
2. Subanjeriji 104 837
7 800 112 637
27.7 3. Benakat
239 728 20 676
6 480 266 884
65.5 Jumlah
359 878 40 938
6 480 407 224
100.0 Persen
88.4 10.0
1.6 100
Sumber: PT. MHP, tahun 1995. Dari Tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar kawasan yang dicadangkan
untuk areal HPHTI MHP terdiri atas hutan produksi 88.4. sedangkan hutan produksi yang dapat dikonversi hanya 1.6. Bahkan setelah dikaji dengan
membuat scoring berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837KptsUml11980 tentang kriteria penetapan hutan lindung dan SK Menteri Pertanian
No.683KptsUm81981 tentang kriteria penetapan hutan produksi, kawasan hutan produksi terbatas sehanyak 10 itupun dapat diubah statusnya menjadi
hutan produksi. Hal itu memungkinkan bagi MHP untuk bekerja dengan tenang karena kawasan yang di sediakan untuknya memang kawasan budidaya
kehutanan. Di antara tiga kelompok hutan, sebagian besar arealnya 65.3 terletak di
Benakat, Subanjeriji menduduki tempat kedua 27.7 dan kelompok hutan Martapura hanya 6.8. Kelompok hutan Martapura terletak paling jauh dari
95
industri pulp PT TEL, sehingga biaya pengangkutan kayu dari wilayah ini yang relatif paling mahal. Kelompok hutan Subanjeriji merupakan wilayah kerja untuk
HTI yang paling ideal, karena di samping lokasinya dekat dengan pabrik, asesibilitasnya paling baik dan topografinya relatif datar. Namun demikian justru
karena hal-hal yang menguntungkan itu maka daerah ini berpenduduk paling padat sehingga intensitas masalah sosial-ekonominya juga yang paling tinggi.
6.1.3. Skala Investasi dan Struktur Modal