Reaksi anak-anak terhadap kekerasan dalam rumahtangga

513 memperlihatkan diri mereka sebagai pakar karena mereka mengetahui teori-teori tentang penganiayaan” h. 420.

5. Reaksi anak-anak terhadap kekerasan dalam rumahtangga

Perkiraan baru-baru ini menyatakan bahwa, di Amerika Serikat sendiri, sekitar 3,3 juta anak-anak mengalami kekerasan dalam rumahtangga setiap tahun Fantuzzo Mohr, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 422. Tentu saja tidak semua anak-anak yang mengalami kekerasan di dalam keluarga mereka mengembangkan gangguan- gangguan perilaku dan emosional, mereka juga tidak secara otomatis menjadi orang dewasa yang menganiaya orang lain. Namun demikian, kekerasan di dalam keluarga memiliki efek-efek yang jauh melampaui jangkauan. Beberapa kalangan memandang penampakan anak-anak terhadap kekerasan dalam rumahtangga sebagai suatu perlakuan yang salah secara psikologis. Sebagai contoh, anak-anak dari kaum perempuan yang mengalami penganiayaan memilki suatu kesempatan yang lebih besar untuk mengalami penganiayaan. Dan anak-anak yang menyaksikan penganiayaan dan menjadi korban penganiayaan mengalami kesulitan-kesulitan psikologis yang lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa bahkan bayi mengalami ketegangan, seperti menangis, merasa terluka, gangguan-gangguan tidur, ketegangan emosional, dan isu-isu kedekatan relasi apabila mereka ditampakkan kepada kekerasan dalam rumahtangga mereka Edleson, 1999; Asofsky, 1999; dalam DuBois Miley, 2005: 423. Apabila anak-anak yang lebih besar ditampakkan kepada kekerasan semacam itu, mereka cenderung mengembangkan sejumlah pola-pola perilaku bermasalah, seperti kecemasan, depresi, harga diri yang rendah, level empati yang rendah, dan perilaku-perilaku agresif Carter, Weithorn, Behran, 1999; Osofsky, 1999; dalam DuBois Miley, 2005: 423. Mereka juga cenderung mengalami dampak-dampak yang negatif di dalam reasi teman-teman sebaya dan penampilan sekolah. Di unduh dari : Bukupaket.com 514 Tidak semua anak-anak merespons secara negatif karena beberapa faktor meredakan akibat-akibat dari menyaksikan kekerasan. Faktor-faktor itu antara lain adanya orang dewasa yang mengasuh, “tempat perlidungan yang aman” di dalam masyarakat, seseorang yang turut campur demi kepentingan mereka, dan karakteristik individual, seperti ketahanan emosional dan perasaan-perasan penguasaan dan kompetensi pribadi. Pelayanan-pelayanan kekerasan dalam rumahtangga yang komprehensif meliputi pemrograman bagi anak- anak, yang mewakili setengah dari semua penghuni rumah singgah Carter, Weithorn, Behrman, 1999: 7, dalam DuBois Miley, 2005: 423. Program-program tersebut antara lain ialah prakarsa-prakarsa seperti koneseling individual dan kelompok. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan membantu anak-anak mengembangkan respons-respons yang dapat menyesuaikan diri, mempelajari teknik-teknik pemecahan masalah yang efektif dan aman, menguji sikap-sikap mereka terhadap relasi, menerima tanggung jawab atas perilaku mereka sendiri, menghadpi isu-isu yang berkaitan dengan kemarahan, mempelajari akibat-akibat negatif dari kekerasan dalam mengatasi konflik, dan mengembangkan harga diri yang lebih positif. Advokasi anak ialah suatu tambahan yang lebih baru terhadap program-program rumah singgah. Para pembela hak-hak anak “membantu anak penghuni rumah singgah mengakses manfaat-manfaat dan pelayanan-pelayanan yang mereka butuhkan, memastikan bahwa perlindungan-perlindungan hukum tersedia ketika dibutuhkan oleh anak-anak, dan memberikan pelatihan bagi petugas rumah singgah tentang perkembangan anak dan dampak kekerasan daam rumahtangga terhadap anak-anak” h. 423.

C. Penganiayaan Orang Lanjut Usia