464 isolasi sosial, dan sejarah kekerasan keluarga juga dapat
memainkan suatu peran.
Sambil tetap mempertimbangkan pengaruh-pengaruh level mikro, faktor-faktor sosial seperti kualitas
masyarakat dan ketetanggaan, kepolisian, sistem peradilan kriminal, badan-badan sosial yang terdapat di
dalam sistem penyelenggaraan pelayanan sosial, dan dunia kerja semuanya mempengaruhi keluarga. Temuan-
temuan penelitian menunjukkan bahwa stres akibat pengangguran memicu semua jenis penganiayaan.
Masyarakat sebaliknya menyumbang bagi penganiayaan apabila masyarakat merespons secara tidak efektif
terhadap masalah. Faktor-faktor seperti tingginya tingkat kekerasan di dalam masyarakat, termasuk kekerasan
dalam rumahtangga, cenderung menyumbang bagi salah asuh anak. Kemiskinan disebut sebagai masalah kedua
setelah keterlibatan dalam penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan menurut para pejabat kesejahteraan anak
Children’s Defense Fund, 2000a, dalam DuBois Miley, 2005: 375. Selanjutnya, “pemahaman bahwa
orangtua memiliki hak untuk mengasuh anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya, di dalam privasi
rumahnya, merupakan suatu tradisi yang berakar dalam di dalam sejarah Amerika Serikat” Vondra, 1990: 25,
dalam DuBois Miley, 2005: 375.
4. Efek psikologis salah asuh anak
Efek-efek psikologis dari penganiayaan dan penerlantaran terhadap anak-anak sangat luar biasa
Lowenthal, 1999; Thomas, Leicht, Hughes, et al., 2003; dalam DuBois Miley, 2005: 374. Sebagai contoh,
anak-anak yang mengalami penganiayaan dapat mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengatur dan
mengungkapkan emosinya; menghindari hubungan- hubungan sosial yang erat dengan cara menarik diri,
menghindari kontak mata, dan perilaku-perilaku yang hiperaktif atau tidak sesuai; dan berperilaku provokatif
dan agresif. Mereka juga dapat mengalami gangguan- gangguan dalam memelihara hubungan-hubunan sosial
yang erat dan kesulitan-kesulitan dalam belajar. Anak- anak yang mengalami salah asuh sering berpikir secara
Di unduh dari : Bukupaket.com
465 negatif tentang dirinya sebagai pembelajar, mengalam
harga diri yang rendah, dan memperlihatkan tingkat motivasi yang rendah dalam pencapaian sekolah
Lowenthal.
5. Penganiayaan seksual anak-anak
Penganiayaan seksual mencakup serangkaian tindakan yang salah memperlakukan dan menyalahgunakan
seksual sexual maltreatment and misuseoleh anggota- anggota keluarga dan orang lain. Penganiayaan seksual
mencakup pencabulan, pemerkosaan, pornografi anak, perkawinan sedarah, dan pelacuran anak. Melalui
berbagai undang-undang hak-hak azasi manusia internasional, masyarakat dunia searang menyadari
bahwa semua anak-anak memiliki suatu hak yang fundamental terhadap perlindungan dari penganiayaan
seksual Levesque, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 375.
Di Amerika Serikat, gambaran-gambaran yang didasarkan atas suatu hasil survei Gallup yang berskala
nasional pada tahun 1995 terhadap 1000 orangtua “mengungkapkan bahwa 1,1 juta anak-anak per tahun
dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, pernah disentuh secara seksual, atau pernah dipaksa melakukan
sentuhan seksual oleh orang dewasa atau anak yang lebih tua” American Medical Association, 1996, dalam
DuBois Miley, 2005: 375. The American Academic of Pediatrics 2000, dalam DuBois Miley, 2005: 376
melaporkan bahwa sekurang-kurangnya 1 dari 5 orang perempuan dewasa dan 1 dari 10 orang laki-laki dewasa
dilaporkan pernah dianiaya secara seksual pada masa anak-anak. Perbandingan proyeksi kejadian ini dengan
angka aktual yang dilaporkan menyatakan bahwa hanya sebagian kecil penganiayaan seksual anak-anak
dilaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang.
Penganiayaan seksual anak-anak mencakup perilaku seksual yang menggunakan kekerasan yang melibatkan
seorang anak dan kegiatan seksual antara seorang anak dan seseorang yang “lebih tua” misalnya, berusia 5
tahun atau lebih daripada anak sebagai pemuasan
Di unduh dari : Bukupaket.com
466 seksual orang yang lebih tua Browne Finkelhor,
1986, dalam DuBois Miley, 2005: 375. Perilaku- perilaku seksual dapat mencakup kontak seksual, kontak
mulut dan alat kelamin, dan hubungan seksual.
Perkawinan sedarah incest, atau penganiayaan antarkeluarga, mengacu kepada kontak seksual apabila
orang-orang yang terlibat itu masih berkaitan keluarga; serangan seksual dan penyalahgunaan di luar keluarga
adalah istilah-istilah yang digunakan apabila pelaku penganiayaan tidak berkaitan keluarga dengan anak.
Dalam kasus-kasus perkawinan sedarah, tindakan itu biasanya hasil dari “otoritas” orang dewasa Damon
Card, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 375.
Sejumlah faktor resiko telah diidentifikasikan berkaitan dengan penganiayaan seksual anak-anak; namun
demikian, tidak satu pun dari faktor-faktor itu memiliki hubungan yang cukup kuat dengan terjadinya
penganiayaan dimana adanya hubungan itu dapat memainkan suatu peran yang menerangkan atau
mengaburkan pengidentifikasian kasus-kasus actual” Finkelhor, 1993: 67, dalam DuBois Miley, 2005:
375. Faktor-faktor resiko yang dimaksudkan ialah:
x usia sebelum remaja
x perempuan
x adanya kehadiran ayah tiri
x tidak adanya orangtua salah satu orangtua
kandung x
ibu cacat, sakit, atau bekerja x
relasi yang buruk antara orangtua dan anak yang korban
x konflik atau kekerasan orangtua Finkelhor
Suatu tinjauan penelitian di bidang penganiayaan seksual anak-anak mempelihatkan bahwa dampak-dampak awal
dari penganiayaan seksual anak-anak dapat mencakup perasaan-perasaan ketakutan, kemarahan dan
permusuhan, serta bersalah dan ragu-ragu Browne Finkelhor, 1986; Graverholtz, 2000; dalam DuBois
Miley, 2005: 375. Gejala-gejala perilaku menunjukkan
Di unduh dari : Bukupaket.com
467 kecemasan dan ketegangan, serta meliputi perilaku
seksual yang tidak senonoh. Masalah-masalah di sekolah, membolos dari sekolah, lari dari rumah, dan
kenakalan sering muncul sebagai suatu reaksi terhadap penganiayaan seksual. Respons-respons yang nampak
meliputi perasaan-perasaan dikhianati, stigmatisasi, atau ketidakberdayaan. Dampak-dampak jangka panjang
meliputi depresi, perilaku yang menghancurkan diri sendiri, bunuh diri, kecemasan, dan rendahnya harga diri.
Selain itu, orang-orang dewasa yang pernah dianiaya secara seksual mengalami kesulitan-kesulitan dalam
relasi-relasi interpersonal baik dengan laki-laki maupun dengan perempuan, mempercayai orang lain, hubungan
intim secara seksual, dan pengasuhan. Mereka juga dapat lebih rentan terhadap viktimisasi lebih lanjut di
dalam relasi-relasi lain. Pengalaman dianiaya secara seksual pada masa anak-anak meningkatkan
kemungkinan terlibat dalam pelacuran dan penyalahgunaan obat-obat terlarang.
Tinjauan Browne dan Finkelhor 1986, dalam DuBois Miley, 2005: 375. juga menyatakan faktor-faktor yang
menyumbang bagi respons anak-anak terhadap penganiayaan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa
dampaknya lebih buruk apabila pelaku penganiayaan itu adalah ayah atau ayah tiri dari anak tersebut, apabila
relasinya melibatkan kontak alat kelamin, apabila pelaku penganiayaan itu menggunakan paksaan atau memasuki
anak, dan apabila sistem perlindungan anak memindahkan anak dari rumahnya.
C. Pelayanan-pelayanan Kesejahteraan Anak