412 Data memperlihatkan suatu frekuensi kecacatan yang lebih
besar di kalangan orang lanjut usia dan orang-orang yang memiliki tingkat penghasilan dan pendidikan yang lebih
rendah Asch Mudrick, 1995, dalam DuBois Miley, 2005: 333, yaitu kelompok-kelopok populasi yang paling
banyak dilayani oleh para pekerja sosial. Dengan demikian, tanggung jawab profesional terhadap kecacatan
harus merupakan bagian yang integral dari persiapan bagi praktek pekerjaan sosial.
3. Tantangan-tantangan yang khas
Orang-orang yang memiliki kecacatan-kecacatan fisik cenderung mengalami tantangan-tantangan yang khas.
Orang-orang yang mengalami cedera-cedera yang berkaitan dengan stroke atau paralisis dan tulang belakang lainnya
sering mengalami perasaan-perasaan bergantung ketika kondisi-kondisi mereka menuntut bantuan atau perawatan
total dalam kegiatan-kegiatan kehidupan sehar-hari seperti makan, mandi, dan buang air besarkecil. Hambatan-
hambatan arsitektural dan transportasi selanjutnya membatasi pergerakan orang-orang yang mengalami
kecacatan. Gangguan-gangguan komunikasi seperti aphasia kehilangan kemampuan untuk menggunakan atau
memahami kata-kata karena kerusakan otak yang berkaitan dengan stroke, menimbulkan kesulitan-kesulitan
dalam memproses informasi verbal aau nonverbal dan.atau mengungkapkan suatu respons. Dalam kaitan dengan itu,
kehilangan pendengaran dan penglihatan menimbulkan tantangan-tantangan yang khas dalam komunikasi dan
pergerakan. Namun demikian, dalam pandangan model sosial kecacatan yang dianjurkan oleh Disability Rights
Movement, pekerja sosial harus menyadari bahwa “bagi banyak orang cacat, hambatan-hambatan fisik dan sikap-
sikap terhadap pekerjaan, pergerakan dan kegiatan-kegiatan kehidupan lainnya dapat merupakan masalah yang tetap
daripada kecacatan-kecacatan yang terdapat di dalam diri mereka dan kecacatan itu sendiri” Beaulaurier Taylor,
1999: 169, dalam DuBois Miley, 2005: 333.
Orang-orang cacat dapat mengalami hambatan-hambatan dalam relasi sosialnya sebagai akibat dari diabaikan
Di unduh dari : Bukupaket.com
413 dicuekin, ditolak, atau yang lebih parah lagi diolok-olok
oleh teman-temannya yang tidak cacat. Memperlihatkan simpati yang merendahkan, mengalihkan pandangan,
kesengajaan yang dibuat-buat, dan kesunyian yang aneh menimbulkan interaksi-interaksi sosial yang menegangkan.
Di dalam kenyataan, relasi-relasi interpersonal antara orang-orang cacat dan orang-orang yang tidak cacat
cenderung mengikuti suatu model interaksi sosial yang superior-inferior. Secara lebih jelas, orang-orang cacat
ditempatkan pada “posisi-posisi sosial yang terstigmatisasikan” dan rentan terhadap sikap-sikap
prasangka buruk, praktek-praktek diskriminasi, dan pemberian stereotip yang negatif” Scotch, 2000, dalam
DuBois Miley, 2005: 333.
Pekerja sosial harus menyadari marjinalitas sosial dan stigma yang dirasakan oleh orang-oarng cacat untuk
mengorientasikan orang-orang cacat tersebut ke dalam masalah-masalah yang mereka hadapi di dalam interaksi
sosialnya dengan keluarga dan masyarakat. Program- program rehabilitasi harus mendiskusikan dampak stigma,
memudahkan klien menghadapi perasaan-perasaanya, dan melaksanakan metode-metode yang efektif dalam
menghadapi dan menjawab balik dampak-dampak stigma.
4. Pemberdayaan relasi