Pelayanan-pelayanan yang berbasiskan lembaga

421 kegiatan-kegiatan seperti menulis, mengeja, membaca, dan berhitung matematika DeWeaver, 1995, dalam DuBois Miley, 2005: 340.

2. Pelayanan-pelayanan yang berbasiskan lembaga

atau masyarakat Penempatan anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental di panti-panti asuhan merupakan respons yang khas dari kalangan profesional pelayanan kemanusiaan hingga pada tahun 1960-an. Didirikan pada tahun 1950, Perkumpulan Nasional Anak-anak Terbelakang The National Association of Retarded Children, sekarang telah berubah menjadi Perkumpulan Nasional Warganegara Terbelakang National Association of Retarded Citizens, mendukung kebegaraman program-program seperti bengkel-bengkel kerja, pusat-pusat kegiatan, dan laternatif- alternatif hunian, serta mengadvokasikan refromasi perundang-undangan The ARC of the United States, 2001, dalam DuBois Miley, 2005: 341. TIndakan-tindakan perundang-undangan ada tahun 1960-an dan 1970-an telah memberikan perlindungan lebih lanjut atas hak-hak orang-orang yang mengalami kecacatan- kecacatan perkembangan termasuk pendidikan publik, pemrograman pendidikan yang terindividualisasikan, dan rehabilitasi kerja. Besarnya biaya dan tekanan terhadap penjaminan hak-hak sipil orang-orang yang mengalami kecacatan mempercepat upaya-upaya deinstitusionalisasi tidak menempatkan orang-orang yang mengalami kecacatan itu di panti-panti asuhan dan pengembangan lebih lanjut pelayanan-pelayanan yang berbasiskan masyarakat. Pelayanan-pelayanan residensial masyarakat, kesempatan- kesempatan pendidikan, dan program-program bantuan kerja mempertahankan orang-orang yang mengalami kecacatan mental tetap tinngal di dalam masyarakat dengan gaya hidup yang senormal mungkin. Sesuai dengan kewenangan pelayanan baru ini, pemrograman menitikberatkan kepada pengarusutamaan, penormalisasian, dan pendeinstitusionalisasian. Semua upaya-upaya ini--pengarusutamaan, penormalisasian, dan Di unduh dari : Bukupaket.com 422 pendeinstitusionalisasian—berfokus pada memberikan alternative-alternatif yang kurang membatasi dalam pendidikan, pekerjaan, dan perumahan. Di dalam settting pendidikan, pengarusutamaan mendorong keterlibatan anak-anak yang mengalami kecacatan perkembangan di dalam kelas-kelas reguler atau biasa. Sekolah-sekolah memberikan dukungan-dukungan dan sumberdaya-sumberdaya yang special bagi pengintegrasian dan pencapaian pendidikan yang berhasil. Prinsip penormalisasian berarti bahwa orang-orang yang mengalami kecacatan perkembangan berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan kehidupan setiap hari yang sesuai dengan tingkat usia yang sama seperti orang lain. Para pendukung penormalisasian lebih menghendaki kegiatan- kegiatan “yang normal dan sama” di dalam pendidikan, pekerjaan, dan rekreasi daripada di dalam kegiatan-kegiatan yang “terpisah dan khusus”. Tujuan pendeinstitusionalisasian ialah untuk memberikan perawatan dalam pelayanan-pelayanan yang berbasiskan masyarakat yang kurang membatasi daripada di panti-panti asuhan institusi-instutusi pengasuhan. Setting-setting hunian yang lebih kecil, yang berbasiskan ketetanggaan, dan mandiri menggantikan setting-setting kelembagaan yang lebih besar yang sebelumnya memisahkan orang- orang yang mengalami kecacatan perkembangan. Teori- teori rehabilitasi sosial, pilihan-pilihan perawatan masyarakat, dan gerakan-gerakan hak-hak sipil sangat mempengaruhi munculnya gerakan-gerakan pendeinstitusionalisasian di dalam bidang kecacatan- kecacatan perkembangan.

3. Isu-isu penyelenggaraan pelayanan sosial