Cara Penerimaan Diri PENUTUP
Santa : “Clara tadi cerita sama aku bu yah. Dia habis diejek sama teman-temannya”
Krisna : “sama yang brani ngejek adikku yang manis ini? Siapa? Biar aku hajar nanti”
Ibu : “Weh… Krisna kamu ini seperti jagoan saja. Tidak baik seperti itu.”
Clara dan Sinta : “Iyo kui” Ayah
: “Jadi itu ceritanya Sabar ya nak, jangan membalas ejekan itu dengan perbuatan yang jahat.”
Clara : “Iya pak, itu pasti selalu aku ingat”
Ibu : “Nak, kamu jangan cemberut gitu ya. Ingat ya nak, setiap manusia punya
kekurangan” Santa
: “iya Clara, ingat tidak mbak juga punya kekurangan. Aku gagap setiap bicara di depan umum. Aku juga sering ditertawakan setiap bicara di depan umum.”
Krisna : “aku juga punya tumbuh pendek, tapi aku tidak perlu minder. Karena dengan
tubuh pendek tetap jadi team inti basket di sekolah, kata pak Anto biar bisa nyelip-
nyelip dari pemain yang tinggi”
tertawa bersama-sama
Herman: “Aku juga pincang nie Tapi aku santai aja.” Ibu
: “Nak, setiap manusia punya kekurangan. Kekurangan itu ada di fisik maupun hal lainnya”
Ayah : “ Benar kata ibumu. Ayah juga punya kekurangan, dimana ayah kurang sabar dan
mudah emosi. Yaaa.. kayak mas Krisna itu” Krisna
: “bapak ini menyamakan yang jelek saja”
tertawa berasama-sama
Clara : “iya ibu, ayah, mas, mbak tersayang. Kadang aku suka jengkel aja.”
Ayah : “Itu tandanya kamu belum bisa menerima kekurangan yang ada dalam dirimu.
Bila kamu sudah bisa menerima kekuranganmu, kamu tidak akan marah atau merasa jengkal pada orang yang mengejek kamu”
Santa : “Pasti awalnya sulit banget dek, kayak mbak dulu.”
Herman: “Pasti bisa” Ibu
: “Kekurangan itu bukan untuk menghalangi kita untuk terus maju nak. Kekurangan itu harus memacu kita untuk menunjukan bahwa kita bisa maju.”
Krisna : “Kekurangan itu kelebihan kita, iya kan bu?”
Ibu : “Benar itu”
Ayah : “Intinya menerima kekurangan tersebut dan terus maju agar kita tidak terpuruk
terus dengan kekurangan kita itu.”
Santa : “Santa punya cerita tentang film yang pernah diperlihatkan ibu guru BK di
sekolah. Ceritanya tentang 2 orang penari balet, yang laki-laki tidak memiliki kaki sebelah dan yang perempuan tidak memiliki tangan. Mereka berdua tampil
sangat indah dan saling melengkapi kekurangan mereka.”
Krisna : “wauw…. Keren banget mbak..”
Ayah : “nah, mbakmu thu sudah memberikan contoh yang sangat bagus.”
Santa : “besok deh aku minta sama bu guru biar kita bisa nonton film itu.”
Krisna, Herman, dan Clara : “Benar ya mbak”
mereka tertawa
Santa : “Kompak banget”
ikut tertawa
SATUAN PELAYANAN BIMBINGAN A.
Pokok Bahasan : Penghargaan Diri
B. Tugas Perkembangan :
1. Menghargai segala yang dimiliki dalam dirinya.
2. Menghargai orang lain.
C. Bidang Bimbingan
: Pribadi Sosial D.
Jenis Layanan : Pemahaman, pencegahan, dan pengembangan
E. Sasaran
: Remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen F.
Standar Kompetensi : Menanamkan rasa penghargaan akan dirinya sendiri dan orang lain.
G. Kompetensi Dasar
: Peserta memiliki penghargaan akan diri sendiri dan orang lain.
H. Indikator
: Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat: 1.
Menjelaskan arti penghargaan diri. 2.
Menyebutkan manfaat penghargaan diri I.
Materi : Penghargaan diri
J. Metode
:
Eksperiental learning
, tanya-jawab, dan diskusi K.
Waktu : 60 Menit
L. Tempat
: Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen M.
Media : Alat tulis, naskah drama, kuesioner aktualisasi diri,
dan handout. N.
Prosedur :
No Kegiatan
Pembimbing Peserta
Waktu
1. Pembukaan
a.Meminta untuk peserta memimpin doa.
b. Memberikan
salam pembuka
dan menjelaskan tema dan
tujuan bimbingan. c.
Meminta peserta
membentuk 4
kelompok. d.
Mengajak untuk
bermain “
I like and I
don’t like”
membagikan 2 lembar a.
Salah satu peserta memimpin doa dan
peserta lain
mengikutinya. b.
Peserta membuat kelompok.
c. Peserta
menempelkan kertas pada bagian
tubuh yang tidak disenangi
dan disenangi mereka.
10‟
kertas pada peserta. Meminta
peserta untuk
menempelkan kertas yang berwana
merah muda ke bagian tubuh yang disukai
dan
kertas yang
berwarna merah pada bagian tubuh
yang tidak disenangi.
e. Meminta
peserta menempelkan bagian
tubuh yang
tidak disenangi ke bagian
tubuh yang disenangi teman
sekelompoknya,
dan membuat
satu lingkaran.
f. Meminta
kelompok untuk
berjalan ke
tempat yang
di tentukan.
d. Peserta
saling menempelkan
bagian tubuh
mereka dengan
teman kelompok
dan berjalan ke tempat
yang ditentukan.
2. Kegiatan Inti a.
Tanya jawab dengan peserta
tentang permainan tersebut.
b. Membagikan naskah
drama pada peserta dan
pembimbing meminta
kelompok untuk
menentukan yang akan memainkan
drama. c.
Kelompok pertama
memainkan drama
berjudul “Hargaiku Lebih Besar”.
d. Tanya jawab.
e. Meminta
kelompok kedua
untuk memainkan
drama yang kedua.
f. Meminta
untuk a.
Merespon pertanyaan yang
diajukan. b.
Menentukan anggota
yang akan memainkan
drama. c.
Kelompok pertama bermain
drama, dan
kelompok lain
memperhatikan. d.
Merespon pertanyaan
pembimbing e.
Kelompok kedua bermain
drama dan
kelopok pertama
memperhatikan. 40‟
merefleksikan drama pertama dan kedua.
f. Merfleksikan
drama pertama
dan kedua. 3.
Penutup a.
Meminta salah satu peserta
untuk menyimpulkan drama.
b. Menyimpulkan secara
keseluruhan bimbingan.
c. Membagikan
kuesioner aktualisasi diri.
d. Memberikan
salam penutup, dan berdoa.
a. Salah satu peserta
memberikan kesimpulan
dan yang
lain mendengarkan.
b. Mengisi
kuesioner. c.
Berdoa. 10‟
O. Penilaian
: P.
Rencana Tindak Lanjut: Konseling Kelompok atau Individual. Q.
Sumber Pustaka :
1. Wina,
Sanjaya. 2006.
Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan
. Jakarta: Kencana.
2. Hall, Calvin S. Lindzey, Gardner.
Teori-Teori Holistik Organismik-Fenomenologis.
Editor A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius
Yogyakarta, 8 Agustus 2014 Mengetahui,
Pembimbing Panti Sr. M. Magda AK
Kristituta Dwi Ambarsari
HANDOUT PENGHARGAAN DIRI
A. Pengertian Penghargaan Diri
Penghargaan diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat
diartikan bahwa penghargaan diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga,
dan kompeten.
B. Manfaat Penghargaan Diri
Beberapa manfaat penghargaan diri: 1.
Merasakan bahwa kita sama berharganya dengan orang lain. 2.
Tidak terperuk dengan keterbatasan atau kelemahan yang kita miliki. 3.
Menumbuhkan rasa percaya diri. 4.
Tidak menuntut diri kita sendiri untu seperti orang lain. 5.
Lebih fokus pada diri kita.
Naskah Drama
HARGAI DIRI SENDIRI BARU AKAN DIHARGAI ORANG LAIN
Deta : memiliki tubuh yang gendut Ihwan : pendengarannya kurang
Anjas : pincang Meta : pesek, namun bertubuh langsing
Gisel : cantik namun pemarah Arka : pelupa
Sebuah sekolah yang akan mengadakan sebuah pertunjukan atau pentas seni, dimana ada sebuah kepanitian yang mengurusi acara tersebut. Meta menjadi ketua dalam
acara tersebut. Gisel
: “Ihwan…Ihwan… Ihwan” dengan nada teriak dan kesal
Anjas : “kamu thu ngapain sie teriak-teriak sel,”
Gisel : “Thu sie Ihwan dipanggil-panggil tidak noleh-noleh”
Anjas : “hahahaha… kamu itu lho. Sudah tahu dia pedengarannya kurang tapi tidak
mengerti juga” Gisel
: “sebal aku”
Arka mendekati Ihwan yang sedang memasang sepanduk Arka
: “dipanggil Gisel thu” Ihwan
: “Ooohhh,,,, maaf aku tidak dengar” Arka
: “sudah sana., nanti dia tambah marah sama kamu.” Ihwan
: “yasudah, aku ke sana dulu ya”
Ihwan menghampiri Gisel yang sedang duduk Ihwan
: “ada apa sel? Kamu memanggil aku.” Gisel
: “kamu itu ya Susah banget sie dipanggil. Budek ya??” Ihwan
: “aku juga tidak mau seperti ini” Gisel
: “ini dikerjain biar cepet selesai dan bisa ngerjain yang lain.” Ihwan
: “iya putri cantik” Gisel
: “memang aku cantik”
kemudian Meta datang menghampiri Gisel dan Ihwan Meta
: “ada apa sie kalian ini? Kok rebut banget” Gisel
: “dia nie… sambil tunjuk Meta
: “sudah-sudah, Ada apa sie?”
Anjas : “tadi itu Gisel manggil Ihwan, tetapi Ihwan tidak mendengar. Jadi.. Gisel marah-
marah deh. Memang dasar Gisel seperti nenek lampir saja” Meta
: “Ya ampun… Gisel kamu itu kog sukanya marah-marah gitu sie.” Ihwan
: “sudah jangan salahkan Gisel, aku yang salah.” Arka
: “Jangan suka merendakan diri seperti itu Wan. Gisel seharusnya menghargai keterbatasanmu.”
Gisel
: “Iya, salahkan saja aku terus” sambil pergi meninggalkan mereka
Deta : “kamu kenapa sie?”
Gisel : “Mereka itu lho, Menyalahkan aku dan membela Ihwan yang budek”
Deta : “Gisel.. tidak baik bicara seperti itu”
Gisel : “thu kan.. aku salah lagi. Malas aku sama kalian”
Deta : “aku tidak menyalahkan kamu Sel. Aku hanya mengingatkan kamu untuk tidak
bicara seperti itu, karena tidak semua orang dapat menerima perkataanmu tadi.”
Gisel : “Iya aku tahu itu”
Deta : “Gisel, pernahkah kamu bayangkan saat kamu harus berada diposisi orang yang
telah kamu bicarakan tadi. Apa yang kamu akan perbuat?”
Gisel : “aku akan marah sama orang itu”
Deta : “tapi apa yang diperbuat dengan Ihwan?, saat kamu bicara tentang Ihwan seperti
tadi” Gisel
: “Dia tidak marah dan membela aku di depan teman- teman lain”
Deta : “Sel, hargailah setiap orang yang di sekitarmu seperti kamu menghargai
kecantikan yang kamu miliki. Jangan menuntut orang seperti kamu, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang patut dihargai. Bagaimana sikap
kamu yang mudah marah tidak dihargai orang lain?” Gisel
: “seperti Anjas yang berkata bahwa aku ini nenek lam
pir” Deta
: “nah, bagaimana kamu dibilang seperti itu?” Gisel
: “Sakit hati” Anjas
: “Maafkan aku Sel, tidak ada niat aku berkata seperti itu padamu. Tapi aku sempat naik darah saat kau
berkata seperti itu dengan Ihwan.” Gisel
: “aku yang salah. Aku yang tidak bisa menghargai Ihwan.”
Meta : “sekarang sudah jelaskan. Yang perlu kita ingat, tidak semua orang menginginkan
terlahir seperti adanya sekarang. Seperti aku yang tidak menyukai hidungku yang pesek ini, tapi apa iya aku harus membuangnya. Aku hanya mencoba
menghargai yang ada pada tubuhku dan merawatnya agar tetap terlihat indah
walau tak mancung. ” Ihwan
: “aku juga tidak menyukai kupingku yang kurang baik fungsinya, tapi tidak mungkin aku memotong ini. Aku menghargai walau tidak berfungsi dengan baik,
aku masih memiliki telinga.” Gisel
: “Iya, aku sadar Maafkan aku teman-teman” Arka
: “Sudahlah, satu hal yang perlu kita tahu sejelek apapun diri kita, setidak sempurna
apapun fisik kita. Itulah ciptaan dari Tuhan yang perlu kita hargai. Seperti aku yang pelupa ini”
Anjas : “kata-katamu sungguh bijak. Kau dapat dari mana?”
Arka : “Bisa saja kau ini”
Ihwan : “Sudahlah, initinya kita harus menghargai diri kita sendiri, maka kita bisa
menghar gai orang lain.”
Meta : “Benar itu, Yuks teruskan kerja lagi”
Gisel : “Maafkan aku ya Wan??”
Ihwan : “Iya Gisel Putri Cantik”
SATUAN PELAYANAN BIMBINGAN A.
Pokok Bahasan : Humor dan Hubungan Interpersonal
B. Tugas Perkembangan : Membina hubungan interpersonal dengan teman sebaya
atau orang yang lebih tua. C.
Bidang Bimbingan : Pribadi sosial
D. Fungsi Bimbingan
: Pemahaman, pencegahan, dan pengembangan. E.
Sasaran : Remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen
F. Standar Kompetensi :
1. Membuat humor yang mengandung informasi.
2. Membangun hubungan interpersonal dengan baik.
3. Menjaga hubungan interpersonal.
G. Kompetensi Dasar
: 1.
Peserta dapat berhumor dengan baik 2.
Peserta dapat membangun hubungan interpersonal dengan baik.
H. Indikator
: Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat: 1.
Memberikan humor yang baik. 2.
Memberikan humor yang mengandung informasi bagi orang lain.
3. Membina hubungan dengan orang yang lebih tua.
4. Membina hubungan dengan teman sebaya.
I. Materi
: Humor dan Hubungan Interpersonal J.
Metode :
Eksperiental learning
, tanya-jawab, dan diskusi K.
Waktu : 60 menit
L. Tempat
: Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen M.
Media : Alat tulis, kuesioner aktualisasi diri, handout, dan
naskah drama. N.
Prosedur :
No Kegiatan
Pembimbing Peserta
Waktu
1. Pembukaan
a. Memimpin
doa dan memberikan
salam pembuka. b.
Menjelaskan a.
Peserta ikut
berdoa dan
menjawab salam.
10‟
tema dan tujuan bimbingan.
c. Melakukan tanya
jawab tentang
tema bimbingan sebagai pengantar
untuk masuk
dalam bagian
materi. b.
Memberikan respon
dari pertanyaan yang
diajukan pembimbing.
2. Kegiatan Inti a.
Memberikan naskah drama pada
peserta dan
meminta peserta
dengan sukarela
untuk memainkan drama.
b. Meminta
untuk peserta berdiskusi
tentang drama
yang telah
dimainkan. c.
Bertanya tentang
naskah tersebut. d.
Menjelaskan materi dari naskah
tersebut. a.
Peserta memainkan
drama. b.
Berdiskusi tentang naskah
dan drama yang dimainkan
c. Merespon
perantanyaan. 35‟
3. Penutup
a. Meminta salah satu
peserta untuk
menarik kesimpulan
kegiatan.
b. Memberikan
umpan balik dan memberikan
penguatan.
c. Membagikan
kuesioner aktualisasi diri.
d. Memberikan salam
penutup dan
berdoa. a.
Salah satu
peserta memberi kesimpulan dan
yang lain
mendengarkan. b.
Mengisi kuesioner.
c. Berdoa.
15‟
O. Penilaian
: P.
Rencana Tindak Lanjut: Konseling kelompok atau individual Q.
Sumber Pustaka :
1. Arsyad, Azar. 2007.
Media Pembelajaran
. Jakarta: Raja Grofindo Persada.
2. Bernard Poduska. 1997.
4 Teori Kepribadian: Eksistensi, Behavioris, Psikoanalitik, Aktualisasi Diri
. Jakarta: Restu Agung.
Yogyakarta, 11 Agustus 2014 Mengetahui,
Pembimbing Panti
Sr. M. Magda AK Kristituta Dwi Ambarsari
HANDOUT 1 HUMOR
Persepsi tentang Humor
Humor is a social instrument that provides an effective way to reduce psychological distress, communicate a range of feelings and ideas, and enhance relationships; also,
humor protects
social relationships
when communicating
negative information.
Baldwin,2007
Humor provides a means to communicate ideas and feelings, convey criticism, and express hostility in a socially acceptable manner
Brownell Gardner, 1988; Dixon, 1980; Haig, 1986; Martin, 2001 in Baldwin 2007.
Kemampuan mentertawakan kondisi sekitar, diri sendiri, pilihan sendiri, menjadi salah satu katup yang akan melancarkan kembali kemampatan hidup. Pernah tidak anda mengalami
kejadian seperti ini; anda ingin membeli sebuah pesawat televisi, sepertinya begitu sederhana, namun ternyata pilihan yang hadir sangat beragam, tidak hanya itu, anda pun
harus menyesuaikan dengan lembaran yang tersedia dalam kantong. Anda melakukan studi produk dengan membaca informasi dari koran, internet, diskusi
dengan teman, kakak, juga orangtua. Lalu, anda mulai melakukan survey ke pusat elektronik terlengkap di kota anda, hmm..
dijamin deh
.. sesampai di sana anda bisa terbius oleh jajaran pesawat televisi beraneka rupa, ditambah rayuan orang-orang yang seakan tak
pernah lelah mengobral keunggulan tiap produk dagangannya. Anda bisa terbius dan akhirnya menunjuk satu kotak ajaib itu, atau perputaran bintang di kepala mendorong anda
untuk pulang tanpa satu kotak pilihan pun. Mungkin anda memilih yang ke dua, karena anda termasuk orang yang tidak mau membeli
sesuatu dalam kondisi ‟tak sadar diri‟. Sehari kemudian, ketika anda sedang berjalan ke arah mesin ATM dekat kompleks rumah, tiba-tiba mata anda tertuju pada satu toko kecil di
samping ATM, toko elektronika. Anda pun memasuki toko itu dan melihat beberapa televisi yang tidak menyala dengan gemerlap seperti di beberapa pusat elektronika megah
yang kemarin anda kunjungi. Namun, tidak sampai lima belas menit, anda sudah mengulurkan lembaran uang sebagai transaksi diiringi senyum puas.
Kisah sukses ini akan mendapat sambutan riuh sahabat anda,
”Huu... jauh
-jauh kutemani
ke pusat elektronika, belinya di samping rumah..” Kalau ada yang tidak tertawa, atau terguling-guling sakit perut, mungkin kita perlu melihat
juga reaksi apa yang terjadi dalam diri sewaktu mengkonsumsi humor. Menertawakan Lelucon
Apa yang membuat satu kejadian mampu memancing tawa pada sekelompok orang namun tidak sama sekali pada orang lain?
Studi menunjukkan kemampuan membedakan antara lucu dan tidak lucunya stimuli visual terkait pada sederhana atau tidaknya peristiwa termasuk konsepnya. Selain itu, humor juga
bisa kita lihat menjadi dua jenis yakni humor verbal dan non-verbal. Apresiasi keduanya tentu tidak sama, humor verbal terkait dengan kemampuan abstraksi dan fleksibilitas
mental, sementara humor non-verbal terkait dengan atensi visual. Lelucon yang kita dengar dalam suatu percakapan membutuhkan kemampuan
membayangkan dan menghadirkan imagi visual untuk menghasilkan reaksi positif yaitu tawa atau perasaan geli. Pada humor non verbal, contohnya membaca komik atau
menonton film kartun membutuhkan perhatian visual kita untuk menggelitik sensitivitas humor diri kita.
Masih ada hal lain, yaitu pola hubungan sosial yang ternyata berpengaruh untuk menerabas perbedaan stimuli humor verbal maupun non-verbal. Misalnya, sekelompok mahasiswa
psikologi, kemungkinan besar telah akrab dengan berbagai istilah yang dengan renyah
sering menjadi bahan canda, seperti ‟proyeksi‟, atau ’denial’. Ketika seseorang dalam kelompok bercerita tentang mahasiswa yang dianggap begitu
menyenangi dosen baru padahal di mata dia menyebalkan, kemudian ada celetukan
”Proyeksi tuh, padahal
wajah lu berbinar juga sekali setiap di kelas dosen ganteng
itu... ,” disambut gelak tawa, namun dua mahasiswa Arsitek lain yang kebetulan
berada di dekat mereka akan mengernyitkan dahi dan mencoba lebih keras memahami makna kata „proyeksi‟.
Apakah sama dengan proyeksi seperti pada gambar perspektif yang sering mereka buat?
Berlaku pula ketika mahasiswa psikologi terkikik melihat cipratan tinta yang secara spontan memancing humor ala test Rosarch, bukan merupakan humor bagi mahasiswa seni
rupa misalnya. Maka konteks pun memegang peran di sini. Humor Memacu Kreativitas
Humor dan kesehatan telah banyak diperbincangkan dan dibuktikan, karena tertawa berarti melakukan peregangan otot-otot halus tidak hanya di sekitar wajah tapi seluruh tubuh
sehingga kita menjadi santai. Humor juga berkhasiat memacu kreativitas, karenanya sangat dianjurkan dalam ruang kelas maupun ruang keluarga.
Pendekatan komunikasi dan interaksi antara orangtua dan anak, pengajar dan anak didik dapat mendorong kreativitas serta kemampuan berpikir, mengenalkan nilai-nilai,
mengajarkan perilaku positif dan tanggung jawab pada lingkungan sekitar, menanamkan rasa percaya dan kepercayaan diri anak-anak dengan mengenalkan satu mekanisme untuk
menghadapi kesedihan, kekecewaan atau perasaan duka Lovorn,2008. Mengapa? Karena mengapresiasi humor tidak sekedar terbahak, dibutuhkan sensitivitas
sosial mencakup momen, siapa dan di mana kita saat itu. Mungkin kita sendiri akan langsung merasa geli menghadai satu kegagalan, tetapi kita perlu berpikir ulang ketika
mendapati sahabat yang begitu terpukul pada satu kejadian, tidak serta merta humor bisa menjadi obat kekecewaan. Maka, mengenalkan dan membiasakan humor pada anak-anak,
sekaligus melatih banyak aspek seperti terungkap dalam penelitian Lovorn di atas.
JK.Rowling dalam karyanya ”Harry Potter” pun menawarkan ‟terapi‟ humor pada pembacanya dengan menciptakan mantra
”Ridiculus” untuk melenyapkan boggart, makhluk non penyihir yang selalu berwujud beda-beda tergantung ketakutan yang dimiliki
penyihir. Seperti Ron Weasley yang takut pada laba-laba, maka boggart akan menampakkan dirinya sebagai laba-laba raksasa, mengucapkan mantra
Ridiculus
dan membayangkan laba-laba ketakutan menjadi melakukan sesuatu yang menggelikan,
maka hilanglah ketakutan Boggart itu. Menertawakan ketakutan diri sendiri, menjadi obat penawar yang ampuh, itulah yang ingin
disampaikan.
HANDOUT 2 HUBUNGAN INTERPERSONAL