24 Komunikasi yang lancar antara siswa dan guru dapat meningkatkan
kreatifitas dalam belajar. Siswa menunjukkan sikap yang antusias dalam kegiatan belajar. Siswa menyerap dan mengingat apa yang telah mereka pelajari. Siswa
yang menyelesaikan pengalaman belajar dan tugas belajar dengan perasaan termotivasi akan lebih mungkin menggunakan materi yang telah dipelajari.
Semakin siswa memiliki pengalaman belajar yang temotivasi, maka semakin mungkin akan menjadi siswa sepanjang masa.
2.1.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Karakteristik dan perilaku yang diperoleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran baru, umumnya akan mempengaruhi kesiapan belajar dan cara-cara
mereka belajar Rifa‟i dan Anni, 2012: 3. Guru dapat memperhatikan karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangan dan pertumbuhannya.
Pemahaman ini sangat bermanfaat dalam memahami kebutuhan siswa, merumuskan tujuan pembelajaran, dan bahan ajar atau materi yang akan
digunakan. Setelah guru memahami karakteristik siswa, guru dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan dapat meningkatkan kemampuan siswa
secara optimal. Piaget 1950 dalam Susanto 2013: 77-8 menyatakan bahwa setiap tahapan
perkembangan kognitif mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik tersebut dikelompokkan menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap
pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Tahap sensori motor berada pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini siswa belum memasuki
usia sekolah. Mereka mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui
25 kemampuan panca indra dan gerakannya. Selain itu, mereka memiliki dunianya
berdasarkan pengamatan mereka atas gerakanaktivitas yang dilakukan oleh orang-orang disekeliling mereka.
Tahap pra-operasional berada pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, kehidupan siswa ditandai dengan sikap egosentrisme, berpikir imajinatif, dan
perkembangan bahasa yang pesat. Mereka sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada berpikir logis.
Meraka suka meniru perilaku orang lain terutama orang tua dan guru. selain itu, mereka mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek secara efektif. Tahap operasional konkret berada pada usia 7-11 tahun. Pada tahap ini,
siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya masa, volume, dan jumlah. Selain itu, siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai
benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Kemampuan berpikir siswa pada tahap ini berada pada tahap berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak.
Tahap operasional formal berada pada usia 11-15 tahun. Pada tahap ini, siswa telah memiliki kemampuan mengoordinasikan dua ragam kemampuan
kognitif baik secara simultan serentak maupun berurutan. Siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu merumuskan hipotesis dan
menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Prinsip abstrak inilah yang membuat siswa mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak seperti agama dan matematika.
Berdasarkan pendapat Piaget 1950 tersebut, siswa usia SD berada pada tahap operasional konkret. Siswa sudah mampu berpikir secara operasional,
26 namun masih menggunakan bantuan benda konkret, karena belum bisa berpikir
secara abstrak. Hal ini menjadi kendala bagi siswa usia SD dalam memahami materi bahasa Indonesia yang cenderung besifat abstrak.
Nasution 1993 dalam Djamarah 2011: 123-4 menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam
hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya siswa masuk sekolah dasar. Masa usia sekolah disebut juga masa matang belajar
dan masa matang sekolah. Masa matang belajar artinya siswa sudah belajar mencapai sesuatu. Masa matang sekolah artinya anak sudah menginginkan
kecakapan-kecakapan baru yang diberikan oleh sekolah. Suryobroto 1990 dalam Djamarah 2011: 124 merinci masa sekolah
menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah dan kelas tinggi sekolah dasar. Masa kelas rendah sekolah dasar yakni kira-kira usia 6 atau 7 sampai usia 9 atau 10.
Masa kelas tinggi sekolah dasar yakni kira-kira usia 9 atau 10 sampai usia 12 atau 13 tahun. Penelitian ini dilakukan di kelas lima sekolah dasar. Kelas lima
termasuk dalam masa kelas tinggi sekolah dasar. Djamarah 2012: 125 menjelaskan bahwa terdapat beberapa sifat khas
anak-anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu sebagai berikut: a adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret,
hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membanding- bandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis; b amat realistik, ingin
tahu, dan ingin belajar; c menjelang akhir masa ini telah ada minat- minat tehadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli
ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor; d sampai kira- kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa
lainnya; dan e anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di
27 dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan
permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri. Berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan, guru sekolah dasar
hendaknya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara langsung. Guru dapat memadukan stategi belajar, permainan, dan
media pembelajaran yang mendukung, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan permainan dan media
pembelajaran mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran tersebut tidak membosankan bagi siswa, sehingga lebih bermakna
dan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
2.1.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar