Kerangka Pemikiran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

8 MasyarakatYayasan Lingkungan Hidup, Pelaku Usaha dan Masyarakat Umum. Disamping itu juga ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia, organisasi, kelembagaan, regulasi dan infrastruktur. Oleh karena itu permasalahan pengendalian sedimentasi waduk merupakan hal yang sangat penting, kompleks dan dinamis. Penting karena waduk memiliki fungsi ekologi, kompleks karena melibatkan multistakeholders dengan karakteristik yang berbeda, dan dinamis karena tingkat sedimentasi selalu berubah seiring dengan perubahan waktu. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kajian mengenai permasalahan sedimentasi di waduk harus dilakukan dengan suatu pendekatan yang holistik. Permasalahan tersebut berkaitan dengan potensi dan ancaman dalam pemanfaatan waduk oleh masyarakat di sekitarnya. Potensi dan ancaman tersebut dapat diidentifikasi baik secara teknis maupun non teknis. Aspek teknis terdiri dari erosi, sedimentasi, infrastruktur pengendali sedimen maupun berdasarkan aspek non teknis seperti persepsi masyarakat, aturan-aturan dan kelembagaan sesuai kebutuhan stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan waduk. Salah satu pendekatan kesisteman yang memungkinkan teridentifikasinya seluruh variabel terkait, dan memudahkan untuk mengetahui trendpola pertumbuhan ke depan seiring dengan perubahan waktu adalah dengan model dinamik. Dengan model dinamik juga dapat teridentifikasi faktor pengungkit dalam pengendalian sedimentasi, sehingga kebijakan yang akan diambil akan menjadi lebih efektif. Pendekatan dengan sistem dinamik merupakan bagian dari pendekatan sistem yang dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam masalah pengendalian sedimentasi di waduk, karena pendekatan sistem dinamik dapat merubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan dari sebuah sistem Hartisari, 2007. Melalui pendekatan sistem dinamik ini seorang pengambil keputusan dapat menggunakan pengalamannya dalam pengambilan keputusan, berdasarkan simulasi model dan perilaku sistem yang dihadapi Barlas, 2002, sehingga rancangan model pengendalian sedimentasi di waduk yang komprehensif dapat mengakomodasi semua kepentingan pelaku dan kebijakan 9 strategis yang perlu dilakukan untuk menciptakan kondisi yang diinginkan dapat diantisipasi lebih dini. Model pengendalian dapat dibangun dengan cara identifikasi secara mendalam tentang permasalahan yang terjadi di waduk serta membangun sistem dan kontrol untuk mencegah atau meminimalisasi dampak atau kerugian lingkungan. Model yang dibangun didasarkan pada beban sedimentasi dari yang berasal dari berbagai sumber serta karakteristik dari waduk itu sendiri. Model yang dibangun juga diharapkan menjadi dasar untuk memformulasi kebijakan oleh pengelola dan para pengambil keputusan dalam pemanfaatan dan pengelolaan pengendalian sedimentasi waduk. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian Model Pengendalian Sedimentasi di Waduk Bili-Bili diilustrasikan pada Gambar 2. SEDIMENTASI - Erosi lahan - Longsor Kondisi Eksisting Waduk Bili-Bili: karakteristik Biofisik dan karakteristik sosek Pemodelan Sistem Pengendalian Sedimentasi Waduk Model Pengendalian Sedimentasi Waduk Strategi Rekomendasi Program Pengelolaan Waduk Pendekatan Sistem: - Analisis Kebutuhan - Formulasi Masalah - Identifikasi Sistem Model Dinamik Pengelolaan Waduk UU SDA No.7 thn 2004: Konservasi, Pemanfaatan, Pengendalian daya rusak air. Alternatif Kebijakan Pengelolaan Waduk Gambar 2 Kerangka Pemikiran.

1.3. Perumusan Masalah

Waduk Bili-Bili memiliki potensi yang sangat penting karena dapat dimafaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Selain 10 itu Waduk Bili-Bili berada pada DAS Jeneberang yang merupakan salah satu DAS Prioritas Nasional yang dalam pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus. Waduk Bili-Bili dibangun untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi penduduk Kota Makassar, Sungguminasa dan sekitarnya, irigasi sawah di bagian hilir, pembangkit tenaga listrik dan juga sebagai sarana rekreasi. Namun demikian, Waduk Bili-Bili seperti halnya waduk lainnya mengalami masalah yang hampir sama yaitu masalah pendangkalan waduk. Apabila tidak ada usaha pencegahan dan pengendalian sedimen dikhawatirkan proses sedimentasi akan terus-menerus berlangsung, yang selanjutnya akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari waduk serta berdampak pada kelangsungan fungsi waduk. Sedimentasi yang terjadi di Waduk Bili-Bili merupakan hasil dari erosi yang berasal dari daerah tangkapan air DAS Jeneberang bagian hulu. Erosi yang tinggi pada daerah tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan mengendap sebagai sedimen di dasar waduk. Selain itu, sedimentasi juga berasal dari longsoran yang terjadi akibat runtuhnya dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng. Akumulasi dari erosi dan longsoran yang terjadi terus-menerus akan mengarah pada terjadinya pendangkalan waduk, menurunnya daya tampung sedimen dan penurunan kualitas perairan. Keberadaan Waduk Bili-Bili yang melintang di tengah Sungai Jeneberang yang sangat dibutuhkan terutama masyarakat bagian hilir harus dapat diselamatkan untuk memenuhi keperluan irigasi, air baku, pengendali banjir, maupun untuk keperluan wisata dan nelayan waduk. Disamping itu aktifitas di daerah hulu juga harus ditata tanpa merugikan petani dari apa yang telah diperolehnya. Termasuk aktifitas pertambangan di daerah Sand-Pocket dan Sabo- Dam juga harus diefektifkan pengelolaannya. Oleh karena itu dalam upaya pengendalian sedimentasi di waduk Bili-Bili, visi pembangunan berkelanjutan harus dapat diimplementasikan. Pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat diartikan bahwa apapun bentuknya pembangunan harus dapat melindungi lingkungan dimana ataupun di sekitar pembangunan dilaksanakan, tetapi sebaliknya ketika pembangunan sudah berjalan maka lingkungan juga berkewajiban yang sama yaitu harus dapat menyelamatkan