Pemodelan Sistem Sedimentasi Waduk 1. Laju Sedimen

39 gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan. Pengembangan model dalam pendekatan sistem merupakan titik kritis yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Menurut Muhammadi et al. 2001, model dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: 1. Model kuantitatif, adalah model yang berbentuk rumus-rumus matematik, statistik atau komputer. 2. Model kualitatif, adalah model yang berbentuk gambar, diagram atau matriks yang meyatakan hubungan antar unsur. 3. Model ikonik, adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan. Meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil. Adapun Suwarto 2006, mengelompokkan sebagai: 1. Model Ikonik, adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakili, terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. 2. Model Analog, adalah model yang dapat mewakili situasi dinamik yaitu keadaan berubah menurut waktu. Model ini lebih sering dipakai daripada model ikonik karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. 3. Model Simbolik model matematik, merupakan perwakilan dari realitas yang sedang dikaji dimana pada hakekatnya selalu menjadi pusat perhatian dari ilmu sistem. Model ini umum menggunakan persamaan equation. Hartisari 2007 menguraikan bahwa secara umum model dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu: model fisik dan model abstrak. Model fisik merupakan model miniatur replika dari keadaan sebenarnya. Model abstrak yang juga disebut model mental merupakan model yang bukan fisik, tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Menurut Handoko 2005 ada tiga yang hal yang perlu diperhatikan dalam membangun model yaitu: 1 memahami proses, untuk menjelaskan proses yang ada dalam sistem berupa model kuantitatif atau deskriptif 2 membuat prediksi, 40 yaitu melakukan peramalan sesuai dengan proses yang terjadi dalam sistem, 3 untuk mendukung pengelolaannya, artinya penerapannya dapat memberikan manfaat bagi pengguna model yang akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan dan harus dapat diterima atau memenuhi tujuan sebelumnya.

2.6.2. Verifikasi dan Validasi

Suatu model ketika dijalankan secara bebas mungkin sesuai apabila cocok dengan data yang dipublikasi. Verifikasi dan validasi merupakan bagian yang penting pada setiap analisis yang bersifat empirik. Setelah model dibangun dengan pemrograman komputer dan format input-output yang telah dirancang dan memadai, selanjutnya dilakukan tahap pembuktian verifikasi. Verifikasi berkaitan dengan kesesuaian antara model konseptual dengan model matematik. Verifikasi sebagai suatu uji terhadap model yang disusun sesuai tujuan. Verifikasi suatu model mengindikasikan kepercayaan terhadap konsep. Validasi adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan Eriyatno, 2003. Muhammadi et al. 2001 mengemukakan bahwa validitas atau keabsahan merupakan salah satu kriterai penilaian obyektifitas dari suatu pekerjaan ilmiah. Lebih lanjut dikatakan dalam pekerjaan pemodelan objektif itu ditunjukkan dengan sejauhmana model dapat menirukan fakta. Keserupaan model dengan dunia nyata ditunjukkan dengan sejauhmana data simulasi dan pola simulasi dapat meniru data statistik dan informasi aktual. Uji validitas model terbagi menjadi dua yaitu validasi struktur dan validasi kinerja output model. Validasi struktur bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem dan ditujukan untuk memperoleh keyakinan sejauhmana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah sesuai fakta Muhammadi et al., 2001. Validasi kinerja dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1 cara kualitatif yaitu dengan membandingkan secara visual antara simulasi dan aktual, dan 2 cara kuantitatif yaitu dengan uji statistik antar simulasi dan aktual. 41

2.6.3. Simulasi Model

Menurut Manetch dan Park 1977 simulasi adalah suatu aktifitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya. Sementara Muhammadi et al. 2001 menjelaskan yang dimaksud dengan simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi juga adalah proses percobaan dengan menggunakan suatu model untuk mengetahui perilaku sistem dan akibat pada komponen-komponen dari suatu perlakuan. Simulasi berfungsi sebagai pengganti percobaan di lapangan yang akan banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya. Dengan menggunakan model simulasi dapat dilakukan eksperimen terhadap suatu sistem tanpa harus menggangu perlakuan terhadap sistem yang diteliti dan kegagalan yang dialami pada eksperimen tidak terjadi. Menurut Suwarto 2006, terdapat enam tahap yang saling berhubungan dalam proses membangun model simulasi komputer yaitu: 1 identifikasi dan defenisi sistem; 2 konseptualisasi sistem; 3 formulasi model; 4 simulasi model; 5 evaluasi model; dan 6 penggunaan model. 2.7. Penelitian Terdahulu yang Terkait

2.7.1. Penelitian sedimentasi waduk di Waduk Bili-Bili

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan masalah sedimentasi di Waduk Bili-Bili dilakukan dengan berbagai tujuan yang berbeda. Fadiah 2006 telah menguraikan besarnya sedimentasi yang terjadi di waduk Bili-Bili ternyata lebih banyak disebabkan oleh erosi lahan yaitu 42,3 14,09 tonhatahun dari erosi lahan yang terjadi pada lahan tegalan sebesar 33,32 tonhatahun klasifikasi TBE sangat berat. Menurut Lubis dan Syafiuddin 1992 bahwa lahan tegalan diluar kawasan hutan DAS Jeneberang Hulu telah mencapai gejala kritis karena tingkat erosi di wilayah DAS tersebut melebihi tingkat erosi yang diizinkan. Oleh karena itu diperlukan tindakan konservasi lahan baik secara mekanik maupun secara vegetatif pada lahan tegalan secara kontinyu untuk menahan kehilangan tanah yang terjadi.