Data Curah Hujan HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Sumber Sedimen Daerah Tangkapan Air Waduk dan

74 Gambar 17 Grafik Curah Hujan Bulanan untuk setiap stasiun. Dari data curah hujan, disajikan bahwa intensitas hujan pada bulan Juli, Agustus dan September sangat rendah dengan jumlah hari hujan rata-rata 5 hari. Curah hujan rata-rata pada bulan tersebut adalah kurang dari 150 mm, dimana 200 400 600 800 1000 1200 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Cu ra h Hu jan m m Jumlah Curah Hujan Bulanan Sta. Bili-Bili Dam mmbln Rerata Max Min 200 400 600 800 1000 1200 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Cu ra h Hu jan m m Jumlah Curah Hujan Bulanan Sta. Jonggoa mmbln Rerata Max Min 200 400 600 800 1000 1200 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Cu ra h Hu jan m m Jumlah Curah Hujan Bulanan Sta. Malino mmbln Rerata Max Min 75 berdasarkan kriteria BMG Tjasyono, 2004, bulan ini dikategorikan sebagai bulan kering. Intensitas hujan yang rendah memiliki energi kinetik yang rendah pula sehingga erosi percikan yang terjadi sangat kecil atau bahkan tidak ada, limpasan permukaan juga tidak terjadi karena hujan dengan intensitas yang rendah akan langsung terinfiltrasi kedalam tanah akibat keringnya lapisan tanah yang disebabkan oleh adanya penguapan. Dengan demikian pada bulan Juli, Agustus dan September diperkirakan tidak terjadi erosi. Pada bulan Oktober sampai dengan bulan Juni curah hujan dalam sebulan lebih dari 150 mm, dikategorikan dalam bulan basah. Intensitas hujan yang terjadi sangat besar dan berlangsung rata-rata 25 hari dalam sebulan. Intensitas hujan tersebut menghasilkan energi kinetik yang besar dan aliran permukaan yang lebih banyak sehingga menyebabkan terjadinya erosi yang cukup besar. Evaporasi pada musim hujan tidak terlalu mempengaruhi kandungan air pada lapisan tanah karena kondisi tanah yang selalu basah akibat kejadian hujan yang sering terjadi dengan intensitas tinggi. Gambar 18 Grafik rerata Curah Hujan Tahunan dari Tahun 2002-2008. Selanjutnya dari grafik data curah hujan tahunan rata-rata Gambar 18 dari ketiga stasiun pengamatan maka curah hujan di wilayah hulu DAS Jeneberang berkisar antara 2.327 – 3.987 mmtahun dengan rata-rata sebesar 3.113 mmtahun. Dari rerata curah hujan tahunan selama 7 tahun menunjukkan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Bili-Bili 2606 2652 1708 1429 2931 3564 3721 Jonggoa 1564 3837 2920 3321 3414 3618 3856 Malino 2810 4039 2079 2992 3798 4132 4385 Rerata 2327 3509 2236 2581 3381 3771 3987 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Cura h H u ja n m m Curah Hujan Tahunan mmthn 76 bahwa peningkatan jumlah curah hujan terjadi pada tahun 2004 sampai pada tahun 2008. Curah hujan maksimum rata-rata adalah 3.987 mmthn. Jika dilihat dari setiap stasiun curah hujan, tingkat curah hujan tertinggi adalah pada stasiun Malino yang berada di hulu DAS Jeneberang dengan curah hujan sebesar 4.385 mmthn terjadi pada tahun 2008.

b. Prediksi Erosi Menggunakan MWAGNPS

Model MWAGNPS Map Windows Agricultural Non-Point Source Pollution adalah suatu model yang menggunakan Map Window sebagai interface dapat mensimulasikan limpasan permukaan, transpor sedimen, dan unsur hara terutama dari DAS pertanian. Model memiliki kemampuan untuk menghasilkan karakteristik erosi yang terjadi pada setiap titik di seluruh jaringan DAS. Kemampuan ini didasarkan pada penggunaan model sel. Sel-sel persegi yang seragam membagi daerah aliran sungai, dan semua karakteristik daerah aliran sungai dengan input dinyatakan pada tingkat sel. Komponen model menggunakan persamaan dan metodologi yang telah diakui dan banyak digunakan oleh badan peneliti konservasi seperti Konservasi Tanah USDA. Limpasan volume dan laju aliran puncak diperkirakan dengan menggunakan kurva limpasan metode nomor SCS. Erosi lahan dan laju sedimen diperkirakan dengan menggunakan bentuk modifikasi dari Persamaan erosi USLE Arsyad, 2006. Sedimen disalurkan dari sel ke sel melalui DAS ke outlet menggunakan transport sedimen yang didasarkan pada persamaan kontinuitas. Aplikasi MWAGNPS memerlukan data DEM Digital Elevation Model untuk menghasilkan gambaran faktor LS yang lebih spesifik dalam setiap sel. Dalam perkembangannya, ada beberapa formula untuk menentukan nilai faktor LS berbasis DEM dalam MWAGNPS mempertimbangkan heterogenitas lereng serta mengutamakan arah dan akumulasi aliran dalam perhitungannya Leon and George, 2009. Semua karakteristik DAS dan input lainnya diinformasikan dalam setiap sel. Sebuah sel tunggal dapat dibuat dengan resolusi 2,5 hektar sampai 40 acre 1 acre = 4.047 m 2 . Ukuran sel yang kecil seperti 10 hektar 200 x 200 sel dianjurkan untuk DAS yang kurang dari 2000 hektar 8 km 2 . Untuk wilayah yang melebihi 2.000 hektar, biasanya digunakan ukuran sel 40 hektar 400 x 400 m untuk melakukan diskritisasi di daerah aliran sungai. 77 Erosi lahan yang terjadi di wilayah sub DAS Jeneberang dianalisis menggunakan program AGNPS Young,R.A, et all 1994 dengan Map Window sebagai interface MWAGNPS. Analisis erosi menggunakan MWAGNPS dilakukan berdasarkan peta digital topografi, jenis tanah dan penutupan lahan Leon and George, 2009. Peta elevasi hasil dari TIN menghasilkan peta aliran seperti pada Gambar 19 yang telah dikonversi ke bentuk grid dengan bantuan data DEM yang terbentuk. Selanjutnya, arah aliran dari suatu sungai diperoleh berdasarkan kondisi topografi sebagai tempat terakumulasinya aliran dari tempat dengan elevasi yang tinggi ke tempat yang rendah. Untuk lebih jelasnya arah aliran berdasarkan dari AGNPS disajikan pada Gambar 20. Selanjutnya, peta citra sub DAS Jeneberang skala 1:50.000 di overlay dengan peta DEM sebagai dasar grid dengan resolusi 500 x 500 m. dari luasan 25 ha per grid menghasilkan 1478 grid. Dari hasil keluaran model dengan nilai masukan curah hujan harian rata- rata yang terbesar selama 7 tahun sebesar 31,66 mm dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit EI 30 sebesar 25,89 diperoleh besarnya laju erosi di outlet sebesar 44,81 tonhathn, laju sedimentasi sebesar 2,22 tonhathn dan sedimen total sebesar 203283,00 ton. Selanjutnya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Keluaran sedimen model di outlet sub DAS Jeneberang Analisis Sedimen Jenis partikel Erosi per satuan luas NPS Sedimen per satuan luas tonhath Sedimen total ton Daratan tonhath Saluran tonhath Liat 2,87 75 2,15 196988,00 Debu 3,22 2 0,06 5101,98 Aggregat halus 22,79 1110,50 Aggregat kasar 12,90 63,69 Pasir 3,04 18,82 Total 44,81 5 2,22 203283,00 Nilai Nisbah Pelepasan Sedimen NPS yang mendekati 100 artinya semua tanah yang tererosi masuk kedalam sungai Arsyad. 2006. NPS di sub DAS Jeneberang total sebesar 5. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hanya 5 dari total erosi yang terjadi di sub DAS Jeneberang yang masuk ke saluran sungai dan menjadi sedimen. Sedangkan sisanya sebesar 95 mengendap di