Penelitian sedimentasi waduk di wilayah lain

43 keterkaitan antara faktor fisik, sosial ekonomi dan tataguna lahan di daerah tangkapan air dengan erosi dan sedimentasi Danau Tondano, Sulawesi Utara. Sedimentasi di waduk yang disebabkan oleh erosi lahan dan longsoran dapat dikendalikan dengan berbagai kombinasi pengendalian. Achmad 2006 telah melakuan kajian pengendalian sedimen Waduk Panglima Besar Soedirman dengan teknologi Sabo. Pengendalian erosi tanah dilakukan dengan merubah pembuatan teras yang model lama ke bentuk teras bangku, tanpa tanaman atau pohon di bagian pembatasnya. Konservasi tanah sama baiknya dengan kombinasi antara pembuatan Sabo Dam dengan penambangan pasir dapat meningkatkan umur operasional waduk dari 34 tahun menjadi 39 tahun. Sedangkan jika dikombinasikan antara konservasi lahan dengan Sabo Dam maka umur operasional waduk menjadi 47 tahun. Adapun Sardi 2008 telah melakukan kajian penanganan sedimentasi dengan waduk penampung sedimen pada bendungan serbaguna Wonogiri. Dengan pengoperasian waduk penampung sedimen dapat menurunkan deposisi netto yang terjadi pada waduk sebesar 30,41 dibandingkan dengan kondisi sebelum ada waduk penampung tersebut. Selanjutnya, peningkatan efektifitas mitigasi dari check-dam terhadap aliran debris telah dilakukan oleh Osti and Egashira 2008. Hasil penelitian menunjukkan metode pendekatan untuk memprediksi karakteristik aliran debris, dan pengusulan teknik untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas mitigasi dari check-dam terhadap aliran debris di gunung yang curam. Diharapkan pula dapat membantu untuk memutuskan mana kombinasi terbaik dari check-dam yang bersama-sama akan cocok untuk mengendalikan secara optimal aliran debris dan sumberdaya yang ada di wilayah perairan sungai. Dari segi penerapan kebijakan pengelolaan DAS, Hasibuan 2005 telah melakukan penelitian mengenai pengembangan kebijakan pengelolan DAS bagian Hulu untuk efektifitas waduk yang berlokasi di DAS Citarum untuk efektifitas waduk Saguling Propinsi Jawa Barat. Disimpulkan bahwa kebijakan saat ini belum memformulasi kebijakan dalam keterpaduan berbagai keputusan dan peraturan perundangan untuk dapat bersinergi satu sama lain. Tetapi malah menimbulkan konflik kepentingan dan melahirkan berbagai persoalan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Persepsi stakeholders juga menunjukkan bahwa 44 aktifitas pemanfaatan ruang belum mengarah pada perpaduan penerapan kebijakan secara konsisten yang didukung dengan penegakan hukum. Akhirnya dirumuskan strategi pengembangan kebijakan pengelolaan DAS menggunakan tiga pilar kebijakan yang terintegrasi, yaitu: satu manajemen DAS terpadu yang diaktualisasikan dalam kelembagaan; kawasan lindung, diaktualisasikan dalam ekosistem; dan fungsi kawasan DAS didukung oleh sosial ekonomi. Ismail 2007 melakukan penelitian mengenai penilaian ekonomi dan kebijakan pengelolaan lingkungan waduk dalam pembangunan di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta menyimpulkan bahwa program kebijakan pengelolaan waduk dalam program jangka pendek adalah tidak memberikan ijin pembuatan Keramba Jaring Apung; revitalisasi penerapan aturan yang berlaku; penebaran ikan pemanfaat limbah dan perbaikan saluran irigasi. Kemudian dengan program jangka panjang yang utama adalah meningkatkan transparansi dalam mekanisme kerja dan pengawasan antara petugas lapangan dan masyarakat petani sawahikan dan meningkatkan kerjasama antar lembaga terkait dalam pemanfaatan sumberdaya di era otonomi daerah.

2.7.3. Penelitian sedimentasi waduk dengan menggunakan Model

Penerapan berbagai model juga telah dilakukan untuk meneliti masalah sedimentasi waduk. Abdulah et al. 2003 dengan menggunakan simulasi model tata guna lahan menggunakan GIS mengemukakan bahwa waduk Bili-Bili tanpa melakukan konservasi menghasilkan sedimentasi sebesar 1473,04 m 3 km 2 tahun. Adapun jika menggunakan konservasi dengan skenario seperti reforestation pada kemiringan lahan 40 dan lahan yang belum ditanami maka sedimentasi dapat dikurangi menjadi 1022,72 m 3 km 2 tahun. Kemudian, Munir, A. et al. 2005 dengan menggunakan model WBCVE-SIG menyebutkan bahwa dengan pengelolaan secara kolaborasi daerah tangkapan hujan terutama pada daerah tangkapan hujan yang dikuasai oleh lebih dari satu otonomi kabupaten, dapat meminimalkan laju sedimentasi pada waduk. Suhartanto 2005 melakukan pendugaan erosi, sedimen dan limpasan berbasis model WEPP dan SIG di sub-das Ciriung, DAS Cindanau. Dari model tersebut diperoleh bahwa pengendalian erosi, sedimen dan limpasan dapat dilakukan dengan mencegah bertambahnya luas ladang dari hilir ke hulu sub-das 45 Ciriung. Terdapat 8 Ha lahan yang sebaiknya tidak dikembangkan untuk pertanian karena merupakan sumber terbesar dari erosi dan sedimen. Sukresno et al. 2002 dengan penerapan model ANSWERS melakukan pendugaan erosi-sedimentasi di Sub DAS Keduang Wonogiri. kemudian, Boix- Fayos et al 2008 telah meneliti mengenai dampak perubahan tataguna lahan dan check-dam terhadap hasil tampungan sedimen. dengan penerapan model erosi WATEM-SEDEM menggunakan 6 skenario tataguna lahan: tataguna lahan dari tahun 1956, 1981 dan 1997 dengan dan tanpa bangunan check-dam. Aplikasi model menunjukkan bahwa skenario tanpa check-dam, perubahan tataguna lahan antara tahun 1956 dan 1997 menyebabkan hasil sedimen berkurang secara nyata 54. Pada skenario tanpa adanya perubahan tataguna lahan tetapi menggunakan check-dam, hasil sedimen 77 tertahan di belakang dam. Check-dam dapat menjadi pengendali sedimen yang efisien, tetapi dampaknya jangka pendek. Ada dampak lain yang ditimbulkan, seperti menyebabkan erosi saluran di bagian hilir. Walaupun juga menimbulkan dampak lain, perubahan tataguna lahan dapat mengakibatkan pengaruh jangka panjang terhadap jumlah sedimen.

2.7.4. Posisi Strategis dan Kebaruan Penelitian

Membangun model pengendalian sedimentasi waduk akibat erosi lahan dan longsoran terutama diarahkan untuk efektifitas pola pengendalian bangunan pengendali sedimen. Penerapan model pengendalian sedimentasi waduk terutama dilakukan untuk mengendalikan sedimen akibat longsoran kaldera yang mengancam keberadaan waduk multi guna dan memiliki fungsi yang sangat vital bagi Kab. Gowa dan kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian terkait dengan erosi lahan dan longsoran pada suatu DAS telah banyak dilakukan. Demikian pula penelitian mengenai sedimentasi waduk yang diakibatkan oleh limbah dan pencemaran yang ditimbulkannya serta upaya pengendalian sedimennya. Kajian yang banyak dilakukan juga terutama untuk pengelolaan waduk dan kebijakan dalam mengatasi konflik kepentingan yang terjadi. Terkait dengan upaya pengendalian sedimentasi waduk yang diakibatkan oleh sedimen yang berasal dari aliran debris dan erosi lahan, saat ini masih sedikit yang melakukannya. Posisi strategis penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6.