Simulasi Model Sedimentasi Waduk 1. Laju Sedimen

42 Selain akibat erosi lahan, sedimentasi waduk juga disebabkan oleh longsoran dinding kaldera di hulu DAS Jeneberang. Hardjosuwarno dan Soewarno 2008 mengemukakan bahwa laju sedimentasi waduk akibat aliran debris pada Waduk Bili-Bili sebesar 9,24 juta m 3 tahun adalah aliran debris yang berasal dari produksi aktifitas vulkanik longsoran dan peningkatan kapasitas penampungan dari kapasitas rencana tidak dapat dilakukan sehingga penanganan sedimentasi hanya untuk mempertahankan kapasitas yang ada. Namun demikian, Binga 2006 telah menganalisis bahwa pengendalian sedimen akibat longsoran tersebut dapat dilakukan dengan berbagai variasi jumlah dan ukuran bangunan check-dam. Adapun aspek teknis yang dikendalikan termasuk jumlah sedimen transpor, kecepatan aliran sedimen dan proses degradasi dan agradasi. Dari segi kelembagaan dan potensi pemanfaatan sumberdaya air di DAS Jeneberang, Sylviani dan Elvida 2006 menguraikan bahwa potensi sumberdaya air di Kab. Gowa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari sumber mata air di dalam kawasan hutan lindung dan dari sungai Jeneberang melalui Waduk Bili- Bili. Pengelolaannya melibatkan berbagai stakeholders antara lain: Dinas PU dan Pengairan Kabupaten, BPDAS, UPTD BPSDA dan PDAM. Terdapat pula kelembagaan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian hutan yang dilakukan oleh kelompok tani sebelum mengajukan perijinan air terutama untuk irigasi. Kemudian, Supratman dan Yudilastiantoro 2001 mengemukakan bahwa adanya kecenderungan yang terjadi pada DAS Jeneberang dan aspek sosial ekonomi masyaarakat wilayah hulu DAS Jeneberang menyebabkan perlunya dibangun sistem kelembagaan perencanaan dan pengelolaan DAS yang terinterkoneksi.

2.7.2. Penelitian sedimentasi waduk di wilayah lain

Beberapa penelitian mengenai sedimentasi waduk dan penanganannya juga telah dilakukan di berbagai wilayah lain. Sudarto 2005 membuktikan bahwa ada pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap tingkat erosi daerah tangkapan hujan dan pendangkalan di Waduk Way Rarem. Adapun Anton, et al. 2002 dengan membandingkan peta topografi lama tahun 1774, 1840, 1930 dan 1990 menemukan bahwa adanya perubahan tataguna lahan dan karakateristik biofik lahan disebabkan oleh adanya keputusan peraturan yang digunakan untuk mengkonversi wilayah hutan. Kemudian, Laoh 2002 menyebutkan adanya