Analisis Erosi Lahan sub DAS Jeneberang

63 c. Analisis Data - Prediksi Erosi Lahan dengan MWAGNPS Pendugaan besarnya erosi yang terjadi menggunakan pendekatan persamaan prediksi kehilangan tanah secara komprehensif dengan pendekatan yang dikemukakan dalam The Universal Soil Loss Equation USLE. USLE merupakan suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah. USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan tindakan konservasi tanah. Persamaan USLE yang telah direvisi tersebut menurut Smith, et al. 1978 dalam Asdak 2004 adalah : A = R x K x LS x C x P Dimana : A : Besarnya erosi yang mungkin terjadi tonhatahun R : Besarnya faktor curah hujan dan aliran permukaan K : Besarnya faktor kepekaan erodibilitas tanah LS : Besarnya faktor panjang lereng dan kemiringan lereng. C : Besarnya faktor pengelolaan penutup tanah tanaman. P : Besarnya faktor tindakan pengelolaan tanah konservasi tanah Selain dengan pengukuran langsung, penentuan sedimen DAS dapat dilakukan dengan pendugaan. Pendugaan sedimen yang berkembang pada saat ini adalah menggunakan model terdistribusi. AGNPS adalah salah satu model terdistribusi yang dapat memprediksi erosi, puncak aliran permukaan banjir dan hasil sedimen yang baik Guluda, 1996. Komponen dasar model AGNPS adalah hidrologi, erosi, transport sedimen dan unsur hara. Model AGNPS dilakukan dengan melakukan penyelesaian persamaan keseimbangan massa dikerjakan secara simultan seluruh sel dan air serta polutan ditelusuri dalam rangkaian aliran di permukaan lahan dan saluran secara berurutan. Dasar prediksi yang digunakan adalah dalam satuan sel, sehingga areal DAS yang akan diprediksi harus dibagi habis kedalam sel-sel. Setiap sel dapat mencapai luas 4,6 hektar untuk luas DAS yang lebih kecil dari 930 hektar, atau luas sel dapat mencapai 18,6 hektar bila luas DAS yang diprediksi lebih luas dari 930 hektar. 64 Model AGNPS dalam operasionalnya melakukan perhitungan-perhitungan beberapa tahap. Tahap pertama, perhitungan inisial untuk seluruh sel dalam suatu DAS. Tahap kedua adalah penghitungan volume aliran permukaan yang meninggalkan sel yang berisi endapan dan impoudment untuk sel utama. Tahap ketiga adalah melakukan penghitungan untuk memperoleh laju aliran terkonsentrasi, untuk menurunkan kapasitas transpor kanal dan untuk menghitung laju aliran endapan dan hara aktual. Kapasitas model AGNPS adalah sebagai berikut: 1 model dapat memprediksi dengan hasil yang akurat di seluruh DAS berdasarkan parameter distribusi yang dipergunakan, 2 model dapat mensimulasi berbagai kondisi biofisik DAS secara bersamaan, 3 hasil prediksi model dapat meliputi aliran permukaan, hasil sedimen, kehilangan N dan P serta kebutuhan oksigen kimiawi, baik yang terjadi didalam setiap sel maupun kontribusi dari sel yang lain Young dan Onstad, 1990. Secara ringkas diagram alir prediksi sedimentasi waduk dengan AGNPS disajikan paada Gambar 15. Gambar 15 Diagram alir prediksi sedimentasi waduk dengan AGNPS. 65 Adapun erosi lahan yang terjadi di wilayah sub DAS Jeneberang dianalisis menggunakan program AGNPS Young et all 1994 dengan Map Window sebagai interface MWAGNPS. Analisis erosi menggunakan MWAGNPS dilakukan berdasarkan peta digital topografi, jenis tanah dan penutupan lahan. Dalam model MWAGNPS, prediksi erosi dilakukan dengan metode USLE yang diperoleh dari hubungan antara faktor-faktor penyebab erosi itu sendiri Leon dan George, 2009. Perhitungan dalam MWAGNPS dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah dengan memberikan inisial kepada semua sel yang dibuat. Tahap ini mencakup perkiraan untuk erosi hulu, volume limpasan, waktu saat aliran permukaan menjadi terkonsentrasi, sedimen dan aliran limpasan yang terjadi, dan polutan yang berasal dari sumber titik input. Tahap kedua menghitung volume limpasan yang meninggalkan sel-sel dan produk sedimen pada sel utama. Sel utama adalah salah satu sel yang tidak mengalir ke sel lain. Sedimen dari setiap sel kemudian dibagi menjadi lima kelas ukuran partikel: tanah liat, lumpur, agregat halus, agregat kasar, dan pasir. Tahap ketiga, proses perhitungan dibuat untuk menetapkan tingkat aliran terkonsentrasi, untuk mengatur kapasitas saluran, dan menghitung laju aliran sedimen aktual yang terjadi. Seluruh data dipresentasikan dalam bentuk grid ber-georeference dengan ukuran sel 500 x 500m. Data DEM diperoleh dari hasil analisis peta topografi, peta landuse dan jenis tanah dengan skala 1:50.000 BPDAS Jeneberang. Data curah hujan diperoleh dari badan Meteorologi dan Geofisika BBWS Pompengan-Jeneberang dengan perwakilan pos hujan dam Bili-Bili, Jonggoa dan Malino. Faktor K, C dan P dibagi per gridsel yang ditentukan berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan dengan jumlah gridsel sesuai dengan luas wilayah sub DAS Jeneberang. Prediksi faktor penyebab erosi berdasarkan persamaan USLE diperoleh berdasarkan data curah hujan untuk menentukan nilai erosivitas R. selanjutnya dari peta jenis tanah digunakan untuk menentukan nilai erodibilitas K, kemudian data DEM dari peta topografi untuk menentukan nilai kemiringan lereng LS. Adapun untuk nilai jenis tanaman C diperoleh dari data peta penggunaan lahan dan nilai konservasi lahan P diambil nilai 1 tanpa konservasi. Penyeragaman proyeksi semua peta harus dilakukan agar data spasial dari semua peta dapat di 66 overlay dan dianalisis. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah UTM Universal Transverse Mercator dengan datum WGS 84 dan zone 50S. transformasi proyeksi peta dilakukan dengan software ArcView 3.3 dengan bantuan extensions Projection Utility Wizard serta perangkat lunak ArcGIS 9.2. - Prediksi sedimen dengan Sediment Delivered Ratio SDR Memperkirakan besarnya hasil sedimen dilakukan dengan menghitung besarnya Sediment Delivered Ratio SDR suatu daerah tangkapan air. SDR adalah perbandingan antara hasil sedimen yang terangkut kedalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi didalam DAS. Apabila SDR mendekati satu artinya semua tanah yang terangkut erosi masuk kedalam sungai Arsyad, 2006. SDR = 0,41 A -0,3 dimana A = luas DAS km 2 Y = SDR x E Menurut SCS National Engineering Handbook dalama Asdak 2004 untuk luas daerah tangkapan air tertentu, besarnya perkiraan hasil sedimen dapat ditentukan dengan : Y = E . SDR . Ws Dimana : Y = hasil sedimen per satuan luas E = erosi total SDR = perbandingan pelepasan sedimen Ws = luas daerah tangkapan air

4.3.2. Analisis Longsoran Kaldera dan Tingkat Sedimentasi Waduk Bili-Bili

a. Jenis dan sumber data Jenis data yang digunakan untuk menganalisis longsoran dan tingkat sedimentasi di waduk Bili-Bili terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikoleksi adalah elevasi sedimentasi di sepanjang sungai Jeneberang dan waduk Bili-Bili yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran echosounding di waduk, dan data sekunder berupa karakteristik DAS dan waduk Bili-Bili berdasarkan hasil dari survei lapangan. Adapun data sekunder yang dikoleksi adalah data Infrastruktur Waduk Bili-Bili dari Balai PSDA dan PU, kondisi iklim dan cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika. 67 b. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan Survey lapangan untuk mendapatkan data primer yang dibutuhkan dengan melakukan pengamatan sedimen di beberapa titik pengamatan yang representatif. Kegiatan pengukuran diarahkan untuk mengambil data primer seperti elevasi sedimentasi yang terjadi di badan sungai dan waduk. Pengambilan data sekunder, dilakukan pada berbagai instansi yang terkait dengan pengelolaan waduk dan melakukan studi literatur. c. Analisis Data Perhitungan besarnya volume sedimen akibat terjadinya longsoran Kaldera dilakukan beberapa analisis yaitu: uraian deskriptif melalui peta digital kontur dan data sekunder untuk mengetahui keadaan karakteristik daerah tangkapan waduk. selanjutnya, dilakukan analisis disepanjang hulu sungai Jeneberang dan di waduk Bili-Bili serta analisis kapasitas pengendalian sedimentasi menggunakan bangunan Sabo Dam. - Analisis volume sedimen di sepanjang hulu sungai Jeneberang Volume sedimentasi yang terjadi di hulu sungai Jeneberang dianalisis berdasarkan data hidrologi dan data hasil pengukuran lapangan yang dilakukan dengan menggunakan 26 titik potongan melintang cross section. Volume sedimentasi diperhitungkan berdasarkan elevasi untuk setiap titik potong yang dibandingkan dengan data elevasi awal sebelumnya. - Analisis volume sedimentasi yang terjadi di Waduk Bili-Bili Volume sedimentasi yang terjadi di waduk Bili-Bili dianalisis berdasarkan data pengukuran lapangan echosounding tingkat elevasi sedimentasi pada menggunakan 22 titik potongan melintang cross section. Volume sedimentasi diperhitungkan berdasarkan elevasi untuk setiap titik potong yang dibandingkan dengan data elevasi awal sebelumnya. - Analisis Kapasitas Bangunan Sabo Perhitungan besarnya volume sedimen per tahun Q s di lokasi pembangunan Sabo didekati dengan perkalian antara luas daerah tangkapan air m 2 dengan tingkat sedimentasi di daerah tangkapan air tersebut mmthn.