Strategi Model Pengendalian Model Dinamik Pengendalian Sedimentasi Waduk Bili-Bili

130 Pengelolaan daerah tangkapan air sering kali dianjurkan sebagai cara terbaik untuk mengatasi permasalahan sedimentasi waduk. Penekanan laju erosi di daerah tangkapan waduk dapat dilakukan dengan teknik konservasi, baik secara mekanis maupun vegetatif, atau kombinasi dari keduanya. Penekanan laju erosi di daerah tangkapan akan berhasil dengan baik bila gangguan aktivitas manusia terhadap lahan di kawasan hulu dapat dikurangi atau ditekan serendah mungkin. Kecenderungan terjadinya penurunan kapasitas waduk Bili-Bili diakibatkan tingginya laju sedimentasi sehingga volume sedimen yang masuk melebihi kapasitas yang diperkenankan dead storage. Upaya pengendalian sedimentasi waduk Bili-Bili dapat dilakukan dengan beberapa alternative skenario. Dari tiga skenario yang diusulkan, maka skenario moderat merupakan pilhan yang paling optimal karena dengan menggunakan sumberdaya yang cukup telah dapat memberikan manfaat yang maksimal, khususnya jika dipandang dari aspek sosial ekonomi. Skenario moderat secara praktis akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar waduk terutama berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam hal penyerapan tenaga kerja. Seperti telah dikemukakan bahwa erosi dan produksi sedimen akan mengancam keberlanjutan fungsi waduk. Tanpa mengurangi upaya perbaikan penggarapan lahan di wilayah hulu dan tengah, sektor pertambangan secara signifikan telah turut mempertahankan kapasitas tampung waduk. Selain itu, Peningkatan berbagai aktifitas perekonomian pada sektor pertanian di wilayah hulu dan tengah telah diperkirakan meningkatkan suplai sedimen ke dalam waduk. Untuk itu diperlukan kerjasama antara masyarakat pengguna lahan di wilayah hulu dan tengah dan masyarakat pengguna jasa waduk untuk menjaga agar seluruh fungsi waduk tetap berfungsi. Berdasarkan hasil penelitian ini maka ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi peningkatan produksi sedimen, yaitu pada tingkat sumber erosi lahan, dengan memperbaiki cara-cara penggunaan lahan, dan pada tampungan di sejumlah bangunan pengendali sedimen sabo dam dengan melakukan penambangan pasir dan batu. Kapasitas total tampungan bangunan pengendali direncanakan melampaui intensitas sedimen yang masuk, tetapi dengan adanya penambangan maka kapasitas tersebut tetap dapat dipertahankan. 131 Hal ini tentu saja sangat membantu pengendalian sedimentasi yang masuk ke waduk Bili-Bili. Namun demikian aktifitas penambangan tetap harus dijaga dengan memberikan persyaratan-persyaratan yang harus dipatuhi, yaitu penambangan harus terbatas sampai pada dasar dan tebing sungai semula. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bangunan pengendali sedimen sabo dam. Selanjutnya, direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Gowa selaku pengambil kebijakan khususnya di hulu DAS Jeneberang agar tidak membuka areal baru khususnya bagi kawasan hutan dan perlunya apresiasi yang sangat tinggi terhadap salah satu program utama Pemerintah Provinsi Pemprov Sulsel dengan Go Green. Di sisi lain di negeri dengan kesan egosektoral masih terlalu tinggi, padahal terkadang terdapat permasalahan yang harus ditangani secara simultan dan berkesinambungan dan harus multisektor, seperti terjadinya longsoran kaldera di Gunung Bawakaraeng yang mengancam keberadaan waduk Bili-Bili, seharusnya menjadi bagian dari pemikiran semua sektor, sehingga diperoleh suatu formula penangan secara terpadu, baik secara secara struktur civil engineering, nonstruktur penangan lanscap, pemacahan masalah geologi, formulasi sistem bercocok tanam pada daerah tangkapan air, sampai kepada perwujudan masyarakat ikut serta dalam satu sistem penanganan secara menyeluruh.

5.4. Pembahasan Umum

Waduk Bili-Bili adalah waduk multi guna yang berfungsi sebagai pemasok berbagai kebutuhan air, biak untuk keperluan irigasi, pembangkit tenaga listrik, keperluan domestik, dan industri, untuk daerah sekitarnya seperti kota Makassar, Kab. Gowa dan Kab. Takalar. Waduk Bili-Bili dengan luas tangkapan air sebesar 384,4 km 2 memiliki volume total kapasitas sebesar 375.000.000 m 3 dengan volume efektif sebesar 345.000.000 m 3 dan kapasitas tampungan sedimen dead storage sebesar 29.000.000 m 3 . Volume yang dialokasikan untuk kepentingan air irigasi adalah 270.000.000 m 3 atau 44,8 m 3 dtk dapat melayani areal irigasi seluas ± 24.000 ha DI. Bili-Bili, DI. Bissua dan DI. Kampili. Volume alokasi untuk air baku sebesar 132 35.000.000 m 3 atau 3,3 m 3 dtk yang dimanfaatkan baru 1,1 m 3 dtk sesuai kapasitas IPA. Kemudian, volume kapasitas pengendalian banjir 41.000.000 m 3 atau 1000 m 3 dtk dapat mengurangi luasan areal banjir kota Makassar 5.200 ha. Waduk Bili-Bili terletak di bagian tengah Daerah Aliran Sungai DAS Jeneberang. Namun demikian saat ini DAS Jeneberang merupakan salah satu dari tiga daerah aliran sungai yang terdapat di Sulawesi Selatan yang termasuk DAS prioritas untuk ditangani. Kerusakan lahan di DAS Jeneberang karena adanya berbagai faktor termasuk adanya alih fungsi lahan dan sistem pertanian yang dilakukan masyarakat yang tidak mengikuti teknik konservasi tanah dan air terutama di wilayah hulu DAS Jeneberang. Selain itu, terjadinya longsoran kaldera membuat tingkat erosi dan sedimentasi semakin tinggi sehingga mengancam keberadaan waduk Bili-Bili yang berada di bagian hilir sungai Jeneberang. Kejadian longsoran kaldera menyebabkan tingginya laju sedimen yang masuk ke waduk Bili-Bili. Kemudian dibangun fasilitas bangunan pengendali di sepanjang aliran sungai Jeneberang yang terbagi atas penwilayahan antara lain : Upper Watersheed bagian Hulu, Middle Watersheed bagian Tengah, Lower Watersheed bagian Hilir. Pada bagian hulu dibangun 7 seri sabo dam yang berfungsi untuk menahan gerakan longsoran kaldera, di bagian tengah dibangun konsolidasi dam untuk menstabilkan dasar sungai dan lereng sungai. Kemudian di bagian hilir dibangun sand pocket untuk menampung sedimen sebelum masuk ke waduk Bili-Bili. Pada bagian hulu DAS Jeneberang, dengan mengetahui tingkat erosi lahan yang terjadi untuk berbagai penutupan lahan dengan dilengkapi peta lokasi maka dapat dilakukan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dalam mengurangi laju aliran erosi. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertahankan penggunaan lahan yang ada sekarang, kecuali untuk ladangtegalan dan semak belukan yang perlu dikonversi ke bentuk penggunaan lahan yang menyerupai hutan alam produksi. Untuk itu, arahan pengelolaan lahan untuk sub DAS Jeneberang secara umum adalah penerapan teknik konservasi tanah dan air, pengembalian kawasan hutan sebagai fungsi lindung dan penerapan sistem pengendalian sedimentasi dengan sabo dam.