Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa PPKBD

93

a. Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa PPKBD

Program PPKBD merupakan program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Program ini diselenggarakan atas instruksi pemerintah Pusat sebagai program nasional peningkatan kesadaran masayarakat tentang pentingnya Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Praktek pelaksanaan program PPKBD di Desa Bangunjiwo dilaksanakan oleh Kader Desa dan diorganisir secara langsung oleh Pemerintah Desa dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN. Adapun modal sosial yang terbangun didalam program ini adalah sebagai berikut, 1 Jaringan Kelompok yang terlibat di dalam program PPKBD terdiri dari 19 aktor yang meliputi organisasi masyarakat, lembaga pemerintahan, dan instansi terkait sesuai dengan Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semua aktor yang terlibat memiliki hubungan timbal balik yang berkesinambungan antara aktor satu dengan yang lainnya. Aktor yang memiliki peran tinggi dan memiliki jaringan yang erat ditandai dengan simbol warna merah, sedangkan simbol warna putih merupakan aktor yang memiliki jaringan lemah. 94 Gambar 14. Jaringan Program PPKBD Tahap-tahap pembentukan jaringan pada program PPKBD pertama-tama adalah melalui pembekalan kader desa mengenai materi program Keluarga Berencana. Materi tersebut disampaikan oleh pegawai Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan BKKBN. Kader yang telah dibekali pengetahuan mengenai materi sosialisasi selanjutnya melakukan aksi pemberdayaan. Langkah awal pemberdayaan adalah mendatangi rumah warga atau mengikuti perkumpulan warga dan melakukan sosialisasi. Pertemuan warga yang bisa digunakan untuk sosialisasi misalnya kegiatan rutin posyandu, arisan, maupun musyawarah desa. Jika dalam proses sosialisasi Kader Desa mengalami kendala atau temuan seperti adanya keluarga yang gagal KB, perencanaan kehamilan dan lain-lain selanjutnya kader desa merujuk kepada puskesmas. Rumah Sakit Daerah dan Klinik Kesehatan merupakan alternatif utama jika kader tidak mampu mengakses Puskesmas. Tahap- tahap pemberdayaan tersebut dapat berjalan dengan lancar apabila setiap aktor- aktor yang terkait memiliki kemampuan membangun jaringan yang baik. Selain 95 melakukan penelusuran jejaring kerja seperti yang diuraikan di atas, peneliti juga melakukan studi dokumentasi, observasi, dan wawancara untuk meningkatkan validitas data. Hasil wawancara yang menguatkan eratnya jejaring antara program pemberdayaan dengan beberapa aktor dapat dilihat pada hasil wawancara kepada SW berikut, “Puskesmas, sudah istilahnya kayak satu rumah. Setiap ada masalah ngebel Puskesmas, Puskesmas langsung ke lapangan. Kalau KB langsung dengan instansi KB. Kalau swasta belum” CW 4, 16122016. Istilah “satu rumah” menekankan hubungan yang erat dan harmonis antara Kader Desa dengan instansi Puskesmas. Hubungan ini dapat dibangun dengan baik jika Kader Desa mampu memupuk hubungan baik dengan pihak mitra. Sejalan dengan pernyataan tersebut, di lanjutkan dengan pernyataan “kalau KB langsung dengan instansi KB” yang dimaksudkan sebagai instansi BKKBN dan Dinas Kesehatan yang merupakan penggagas adanya PPKBD tersebut. Pemerintah kelurahan sebagai instansi desa memiliki peran sebagai pelindung dan pengawas jalannya program. Jika terjadi permasalahan yang tidak dapat dipecahkan oleh kader, Pemerintah Desa menjadi jembatan penyelesai dengan melakukan pendekatan dengan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. Saat ini, kader desa sebagai pelaku pemberdayaan belum melakukan kemitraan yang mendalam kepada pihak-pihak swasta. Akan tetapi kemitraan yang terbangun antara Kader Desa Desa Bangunjiwo dengan instansi pendidikan sudah terjalin melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata KKN. Karena peserta KKN adalah 96 mahasiswa yang memiliki tuntutan akademik, kerjasama yang dilakukan belum dapat berkelanjutan. Selain itu, Kader Desa harus menyesuaikan dengan apa yang dapat dilakukan mahasiswa. Sejalan dengan yang diungkapkan “SW”, “… Kalau yang perlu ditingkatkan yang stratanya paling bawah di Bibis. Namun saat ini sedang kerjasama dengan KO-AS UMY yang mulai besok hari senin melakukan KKN di Bibis.” CW 4, 16122016. Dilanjutkan dengan ungkapan “ST”, “… Kalau KKN ya mbantunya cuma pas KKN aja, kita juga tidak bisa ngarani anak KKN kan juga butuh biaya, saya juga punya anak ya yang namanya kuliah kan biayanya banyak to mbak, …” CW 7, 30122016. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, kemitraan yang terjalin antara instansi pendidikan belum erat dan terbatas oleh waktu praktek mahasiswa sehingga peran mahasiswa belum dapat dirasakan dampaknya oleh Kader Desa. 2 Kepercayaan Bentuk kepercayaan yang diberikan pemerintah pada program PPKBD yakni pemberian kewenangan Kader PPKBD untuk mengelola keuangan program KB, baik dana dari Pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, BKKBN, maupun pihak swasta. Hal ini dibuktikan dengan adanya anggaran dari Pemerintah Desa yang ditujukan kepada Kader Desa selaku pengelola program PPKBD. Pemberian anggaran tersebut tertuang dalam Buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes. Selain itu Kader PPKBD juga dipercaya menjadi Kader yang memberikan penyuluhan dan penanganan aseptor KB dengan pengawasan dari BKKBN. Bentuk kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada Kader Desa selaku pengelola program pemberdayaan adalah melalui kesediaan masyarakat 97 mengikuti arahan dan kesediaan menjadi aseptor KB. Masyarakat secara tidak langsung juga bersedia menerima bantuan Kader Desa untuk melakukan kepengurusan KB di puskesmas. Pertemuan aseptor KB dengan Kader Desa dilakukan kurang lebih sebulan sekali sesuai dengan jadwal Posyandu rutin. Daftar hadir program PPKBD tercatat bahwa sebanyak 23 aseptor KB yang terdiri dari 20 perempuan dan 3 laki-laki, dan hampir semua aseptor KB menghadiri kegiatan sosialisasi. Kalaupun aseptor tidak hadir, dikarenakan ada kendala yang dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk kepercayaan yang terbangun antara sesama Kader Desa dalam yang dinaungi PPKBD adalah kemauan kader bekerjasama dengan kader lain dengan saling mem back up tugas bagi Kader Desa yang belum selesai melakukan tugasnya. 3 Resiprositas Resiprositas yang terbangun dalam program PPKBD belum tampak dengan jelas, hal ini dikarenakan intensitas pertemuan antara Kader Desa dengan masyarakat sasaran belum insensif yang berkisar antara 1-2 kali pertemuan dalam satu bulan. Namun, hasil observasi di kediaman SH menunjukkan bahwa baik antara Kader Desa dan aseptor KB memiliki hubungan yang erat dan saling bertukar kebaikan. Seperti ketika SH memberikan pengarahan kepada salah satu Aseptor KB yang sudah mengikuti saran SH untuk KB selama satu tahun terakhir. SH memberikan pengarahan kepada sasarannya secara kekeluargaan tanpa ada unsur paksaan. SH mengatakan, Yen njenengan sampun ajeng program meneh Bu, boleh di copot. Anak ibuk sakniki sampun SD kelas kaleh, dadi yo program maleh mboten menopo- 98 menopo. Tapi ibuk nggeh kudu mempertimbangkan rumiyen, biayanya mbenjang anak setunggal nopo kalih mesti benten. CL 15, 832017. Ungkapan yang disampaikan oleh SH menunjukkan bahwa selain menjalankan program, SH juga memberikan wujud perhatian kepada Aseptor KB. Wujud perhatian yang diberikan oleh Kader Desa tidak lagi sebatas client dan Kader saja, melainkan sangat erat dan memiliki unsur kepedulian dan kekeluargaan. Bentuk resiprositas lainnya juga timbul seperti pengakuan ibu “ST” ketika diwawancarai yang menyatakan bahwa ibu ST sangat peduli tentang pentingnya menunda kelahiran dengan tata cara yang benar. Menunda kelahiran merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga, kalau kesejahteraan keluarga sudah stabil baik dalam segi ekonomi maupun psikis, tidak masalah untuk menambah momongan lagi. Program PPKBD memiliki hubungan timbal balik dengan program Posyandu, bida diibaratkan bahwa program PPKBD menginduk pada program Posyandu. Beberapa kegiatan PPKBD dilaksanakan ketika kegiatan Posyandu sedang berlangsung dikarenakan kedua program ini memiliki sasaran yang sama. Resiprositas antara Kader Posyandu dan Kader TKPK juga berjalan dengan baik. jika Kader Posyandu menemukan temuan bahwa ada masyarakat yang ingin KB, Kader Posyandu akan menyampaikan kepada Kader PPKBD. Kader PPKBD selanjutnya menemui masyarakat tersebut, memberikan pengarahan sebelum merujuk ke Puskesmas untuk pasang KB. 99 4 Nilai dan Norma Kader Desa yang mengelola program PPKBD bukanlah masyarakat yang profesional di bidang Keluarga Berencana seperti ahli kesehatan, bidan, maupun profesional lainnya. Kader Desa Bangunjiwo merupakan warga masyarakat biasa yang memiliki waktu luang dan mam pu mengikuti segenap pelatihan dan bimbingan yang diberikan Pemerintah Desa Bangunjiwo. Pelatihan tersebut diharapkan mampu menjadikan Kader Desa yang memiliki multi latar belakang pendidikan memiliki kemampuan mengenai dasar-dasar Keluarga Berencana dan mampu menyampaikan kepada masyarakat luas. Bentuk-bentuk nilai-nilai dan norma yang berhasil digali oleh penulis sebagai berikut, a Nilai ketekunan belajar Wujud ketekunan belajar yang dilakukan oleh Kader Desa dalam program PPKBD muncul ketika Kader Desa belajar mengenai dasar-dasar KB sebagai acuan ketika menyampaikan sosialisasi. Kader Desa Bangunjiwo merupakan masyarakat pada umumnya yang memiliki berbagai latar belakang pendidikan. Sebagian besar Kader Desa Bangunjiwo berpendidikan terakhir SMA sederajat. Kompetensi yang mereka miliki juga beraneka ragam, sehingga untuk membentuk Kader Desa yang menguasai dasar-dasar KB perlu adanya pelatihan yang cukup. Saat ini pelatihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa bekerjasama dengan puskesmas dan Dinas Kesehatan belum intensif. Pelatihan biasanya dilaksanakan sebulan sekali pada tanggal 25 di Desa Bangunjiwo dan sebagai ajang pertemuan rutin Kader Kesehatan. Tidak semua Kader Desa dapat mengikuti pelatihan tersebut, sehingga hanya satu sampai dua orang yang mengikuti pelatihan. 100 Kader yang mengikuti pelatihan selanjutnya mengumpulkan kader lainnya dalam satu Padukuhan untuk membagikan ilmu yang mereka dapat. Meskipun Kader Desa memiliki kesibukan tersendiri, mereka dituntut terus belajar dan meningkatkan pengetahuannya agar dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat dengan sebaik- baiknya. Hasil wawancara dengan SH menguatkan uraian di atas, “Kalau di Desa, kita perwakilan satu kader to, tiap bulan. Dari desa oleh-olehnya kita sampaikan di pertemuan kader di Dusun. Itu nanti kita sampaikan apa yang kita dapat. CW 6, 29122016”, dilanjutkan dengan pendapat beliau mengenai kompetensi yang dimiliki, “Ya sedikit-dikit saya tahu, hehehe. Ya mungkin kegunaannya, macam-macam alatnya, efek sampingnya, dan lain-lainnya harus ngerti. Kalau tidak tahu ya saya tanya ke Puskesmas, atau penyuluh KB. Soalnya ya namanya tanya itu nambah ilmu kita.” CW 6, 29122016”. Kader desa memiliki kemauan untuk menambah ilmu tentang Keluarga Berencana agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Selain ungkapan dari Kader Desa, kepemilikan ketekunan belajar Kader Desa juga diakui oleh petugas pemerintahan sesuai dengan hasil wawancara berikut ini, Sebenarnya kan semua tergantung kemauan. Kader memiliki kemauan untuk belajar dan mengabdi kepada masyarakat. Kemauan itu perlu dihargai dan harus di pompa terus oleh kita sebagai abdi masyarakat. Kita memberi fasilitas, mereka harus mau belajar CW 4, 16122016. Pernyataan tersebut juga dikuatkan dengan pendapat SW ketika diwawancarai lebih lanjut m engenai kemampuan belajar Kader Desa, “Ya bisa di lihat, nyatanya banyak yang sudah berhasil menjadi kader. Dan mereka mampu membantu masyarakat dengan ilmunya yang mungkin belum banyak.” CW 4, 16122016. 101 Salah satu perangkat desa tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah memberikan fasilitas untuk kader agar dapat belajar dengan baik, dan Kader Desa meresponnya dengan positif dengan mau belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya. Meskipun kemampuan Kader Desa masih standar, mereka masih bisa melakukan tugasnya, jika memang Ia belum mampu, Kadwr Desalah yang bertugas untuk mengarahkan masyarakat kepada pihak profesional seperti Puskesmas maupun pegawai dinas kesehatan. b Nilai Loyalitas Bekerja Loyalitas yakni kepatuhan, kesetiaan, dan ketaatan KBBI, 2008:877. Kader Desa dianggap telah memiliki kepatuhan, kesetiaan, dan ketaatan kepada pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan tugasnya sebagai Kader Desa, yakni Kader yang memiliki peran melaksanakan tugas pemberdayaan masyarakat. Hal ini diungkapkan o leh “SK” selaku anggota pemerintah desa dengan cuplikan wawancara sebagai berikut: Pemilihan kader desa secara umum dipilih oleh Padukuhan masing-masing atas inisiasi Pak Dukuh dan warga setempat dengan melihat loyalitas kader desa dalam kegiatan kemasyarakatan. Apalagi Kader kan pekerjaan sosial, tidak semua warga mau untuk melakukannya CW 3, 16122016. Pendapat SK selaku aparatur pemerintahan desa tersebut menguatkan bahwa orang yang terpilih menjadi Kader Desa merupakan pilihan masyarakat Dukuh. Sebagai wakil dari masyarakat, tentu mereka akan memilih wakil yang loyal. Hal ini dikuatkan oleh pendapat salah satu kader, “Kader dilandasi kepercayaan, yang menyaring masyarakat, kalau kinerja gak bagus langsung di ganti oleh RT nya. CW 4, 16122016. Loyalitas merupakan nilai yang penting yang menjadi patokan 102 seseorang dipilih menjadi kader. Jika kader mulai kehilangan loyalitasnya, RT dan warga akan melakukan tindakan pergantian sebagai wujud sanksi atas kesalahannya. c Nilai Bekerja Berasaskan Kekeluargaan Wujud nilai yang muncul dalam program PPKBD yakni bekerja berasaskan kekeluargaan. Kader Desa memiliki kemampuan dalam menangani dan memberikan penyuluhan mengenai Keluarga Berencana. Permasalahan yang sering dihadapi oleh masyarakat setempat adalah kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya KB bagi masyarakat. KB dianggap penting karena keluarga yang kesejahteraannya kurang diharapkan menunda kelahiran terlebih dahulu. Jika keuangan dan kesiapan keluarga sudah meningkat,keluarga dapat melakukan perencanaan kehamilan. Beberapa kasus di Desa Bangunjiwo yakni banyak keluarga yang miskin namun memiliki banyak anak. Kasus ini menyebabkan keterlantaran anak yang berimbas pada kesejahteraan anak. Dalam menjalankan tugasnya, misi utama Kader Desa adalah memberikan penyuluhan dan memotivasi warga masyarakat agar mensejahterakan hidupnya. Bentuk kegiatan ini dilaksanakan dengan sistem jemput bola. Kader PPKBD tidak segan-segan mendatangi pasangan suami istri yang baru menikah, pasangan suami istri yang selesai melahirkan, atau pasangan suami istri yang sudah memiliki anak banyak tetapi keadaan ekonominya masih dibawah rata-rata. Misi kader desa adalah memberikan pengertian, penyuluhan, dan mengadvokasi pasangan tersebut agar mengikuti KB. Lancarnya pemberian sosialisasi ini adalah dampak dari nilai yang ditanamkan kader desa yakni memberikan sosialisasi secara kekeluargaan. 103 d Nilai Ramah kepada Orang Lain Keramahan perlu dimiliki oleh Kader PPKBD untuk melancarkan tugasnya. Tugas Kader PPKBD adalah memberikan sosialisasi dan pendataan kepada masyarakat yang berkeluarga tentang pentingnya KB untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Untuk mensukseskan sosialisasi dan pendataan tersebut Kader Desa dituntut untuk bersosialisasi dan berinteraksi secara erat kepada masyarakat sasaran yang disebut Aseptor KB. Keramahan Kader Desa akan membuat masyarakat sasaran tertarik mendengarkan dan mengikuti saran dari Kader PPKBD. YN sebagai salah satu aseptor KB menunjukkan bahwa Kader PPKBD memiliki keramahan sesuai yang Ia ungkapkan berikut, “Ibu SH itu orangnya greteh nyenengke mbak, jadi kalau ada apa-apa kita minta tolong Bu SH. Arep siang apa malam Ibunya mau di mintain tolong. ”CW 9, 412017. Ungkapan kata “greteh nyenengke” merupakan serapan dari bahasa jawa yang memiliki makna cekatan dan menyenangkan. Bentuk cekatan dan menyenangkan tersebut tercermin ketika Kader Desa memberikan sosialisasi dan pengarahan kepada masyarakat sasarannya. Dilanjutkan dengan pendapat Bapak “WK” selaku Dukuh Kalirandu berikut ini, Kamu ketemu Bu SH aja, RT 5, mangke wis luweh jelas, Bu SH niku malah paham masalah kependudukan dan seluk beluk padukuhan. Apalagi masalah data posyandu dan pengelolaannya. Tak wenehi nomere wae mengko di hubungi arep ketemu kapan, jam piro. Njenengan WA wae, ibuknya terbuka kok, jadi santai wae kalau sama Bu SH CW 5, 29122016. 104 Secara tidak langsung “WK” mengungkapkan keramahan yang dimiliki Kader Desa melalui ucapan “ibuknya terbuka kok”. Terbuka berarti bentuk sifat seseorang untuk menerima dan memberi informasi dari lawan bicara. Bentuk keramahan juga dirasakan oleh peneliti ketika mengikuti kegiatan pertemuan Kader dan saat berbincang-bincang dengan Kader. e Norma Malu jika Lalai Saat ini Kader PPKBD belum memberlakukan peraturan dan sanksi yang tertulis. Mereka menganggap bahwa pekerjaan sebagai Kader Desa merupakan pekerjaan yang suka rela, lebih tepatnya sebagai amanah yang diberikan oleh masyarakat luas untuk membantu terwujudnya keharmonisan dalam suatu wilayah. Karena kesadaran inilah, program posyandu masih tetap berjalan dengan baik meskipun tanpa sanksi dan norma yang tertulis secara resmi. Sanksi yang diterima yakni sanksi moral seperti rasa malu, tidak enak dengan teman lain, dan mendapatkan sindiran. SW sebagai salah satu aparat pemerintah desa menyebut kan, “Peraturan kader tidak ada, kalau terikat malah pada kabur, mencari yang mau aja sulit. Mereka kan kerja tanpa pamrih, perlu dihargai.”CW 4, 16122016. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya peraturan akan mengikat kader. Kader merupakan kegiatan kerelawanan, sehingga jika ada ikatan yang dapat membatasi gerak mereka yang dikhawatirkan akan membuat mereka tidak nyaman. Namun aparatur desa juga memberikan konsekuensi apabila ada Kader Posyandu yang lalai. Bentuk kelalaian yang dilakukan oleh Kader PPKBD salah satunya yakni ketelatan dalam mengumpulkan data Penduduk. Langkah awal penyelesaiannya 105 adalah pemberian teguran oleh Ketua kelompok, sesuai dengan yang diungkapkan SH, Dulu pernah ada satu RT yang kalau laporan mesti terlambat, saya harus membuat laporan. Laporannya kan tidak sesuai dengan kenyataan karena saya tidak tahu seluk beluknya RT itu. Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa. Kebetulan dia bilang keberatan. Lalu dia cari orang yang khusus laporan. Alhamdulilah sampai sekarang sudah tertib. Soalnya kan kalau tidak ada laporan jadi laporannya mengada-ada, kita jadi tidak sreg CW 7, 30122016. Ketua Kader Desa memegang peran penting dalam mengawasi gerak Kader Desa yang lainnya. Apabila ada salah satu Kader yang kurang loyal, dia harus mau mengingatkan. Tata cara mengingatkan Kader lain saat ini masih melalui kekeluargaan atau dengan musyawarah. Saat ini musyararah merupakan langkah terbaik dalam menyelesaikan permasalahan terkait loyalitas Kader.

b. Program Pos Pelayanan Terpadu Posyandu

Dokumen yang terkait

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Studi tentang pembinaan kader pembangunan Desa dalam menunjang keberhasilan pembangunan Desa di Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang

0 10 55

HUBUNGAN KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DI DESA BANGUNJIWO KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL

6 91 245

PENGEMBANGAN DESA WISATA SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA BRAYUT, KECAMATAN SLEMAN, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

4 22 156

PERAN PEMUDA DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DESA KEBONAGUNG, KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

17 72 197

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI SENTRA PERTANIAN DI RUMAH PINTAR “PIJOENGAN” DESA SRIMARTANI, KECAMATAN PIYUNGAN, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA.

0 1 184

MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DI DESA WISATA TEMBI KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

1 6 177

Potensi Produksi Arang dari Hutan Rakyat Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta | Purwanto | Jurnal Ilmu Kehutanan 1856 5888 1 PB

0 0 9

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MENAYU LOR, MRISI DAN BETON, TIRTONIRMOLO, KASIHAN, BANTUL DALAM PROGRAM PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN DESA

0 1 6