Kajian Strategi Pemasaran Ikan Asap (Smoked Fish) di UKM Petikan Cita Halus Citayam Bogor

(1)

Fish

)

DI UKM PETIKAN CITA HALUS CITAYAM - BOGOR

USEP SUHENDAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya yang berjudul:

“Kajian Strategi Pemasaran Ikan Asap (smoked fish) di UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor”

Merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2008

Usep Suhendar F052050045


(3)

Usep Suhendar. Study on Marketing Strategy of Smoked Fish Processing at Petikan Cita Halus Citayam Company – Bogor. Under direction of Soewarno T. Soekarto and Nurheni Sri Palupi.

Petikan Cita Halus Company which categorized as a small entreprise has been producing smoked fish since 2001. This company owned by Haji Amril Lubis and produce various smoked fish from cat fish, tunas, marlin, skipjack, mackerel and stingray. The aims of this research are to analyse the marketing strategy of smoked fish processing of Petikan Cita Halus Company and to determine the company’s marketing strategy in dealing with other competitors. This research has objective to give some information to the company in determining the right strategy to win the market competition.

Based on data, the total production of smoked fish approximately 3 tons/year. It is still not fulfilled the company’s full capacity that reach 120 tons/year. This caused by the low selling value of smoked fish so that the management decide not to take product optimalisation strategy into consideration. Refer to cost analysis, in 2007, the company’s benefit has decreased about 31.41% than in 2006. This caused by the decrease of selling value in 2007 about 35.21% than in 2006. But in the other side the profit margin in 2007 increased 0.65% than in 2006. Based on industry analysis, it concludes that the processing industry has strategy factor at fair level which means that the market is still open and has a big potential to develop related to raw material supply factor. Based on SWOT analysis, The increasing of fuel price, material supply and product quality as the factors that become very dominant in influencing continuity and activity of enterprises. The marketing strategy that used by the company’s management has not at optimal level yet. This indicates by the lower profit and selling value in 2007 than in 2006.


(4)

Petikan Cita Halus (PCH) merupakan perusahaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi ikan asap. Perusahaan ini didirikan oleh Haji Amril Lubis dengan melibatkan anggota keluarga sebagai personel yang menjalankan kegiatan usahanya. Saat ini, produk yang dihasilkan antara lain ikan asap tuna, Marlin, cakalang, layang, pari, patin, dan lele.

Persoalan utama yang dihadapi perusahaan adalah rendahnya permintaan ikan asap di pasar dalam negeri sehingga keuntungan yang didapat perusahaanpun jauh dibawah angka yang diproyeksikan.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji strategi pemasaran UKM Petikan Cita Halus – Citayam Bogor, serta merumuskan strategi pemasaran perusahaan yang tepat dalam menghadapi intensitas persaingan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi menejemen perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran tepat sehingga mampu bertahan dan berkembang.

Berdasarkan hasil pengamatan, produksi ikan asap UKM Petikan Cita Halus yaitu sekitar 3 ton, jauh dibawah kemampuan produksi perusahaan yaitu sekitar 120 ton per tahun. Kondisi ini akibat dari rendahnya tingkat penjualan ikan asap sehingga pihak perusahaan tidak berani bersepekulasi untuk mengoptimalkan produksi.

Strategi pemasaran yang dijalankan oleh UKM Petikan Cita Halus belum optimal sehingga nilai penjualan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 35,21% dibandingkan nilai penjualan pada tahun 2006 akibatnya pada tahun 2007 keuntungan perusahaan turun sebesar 31,41%. Disisi lain, profit margin (laba bersih dibandingkan dengan nilai penjualan) pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 0,65% dibandingkan tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode tersebut perusahaan dapat mengupayakan efisiensi biaya.

Berdasarkan hasil analisis SWOT dan analisis Industry Foresight, strategi pemasaran adalah :

a) Strategi efisiensi yang ditujukan untuk mengefisiensikan pengeluaran untuk memperoleh keuntungan optimal.


(5)

faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan tapi tidak dimiliki oleh para pesaing sehingga produknya unik.

c) Strategi membangun kemitraan strategis (strategic partnership) dilakukan terutama dengan para pembudidaya ikan atau para pemasok ikan dalam ikatan kerjasama yang saling menguntungkan. Strategi ini ditujukan untuk menjaga kelangsungan pasokan bahan baku.

d) Strategi pengembangan dan perluasan pasar produk ikan asap UKM Petikan Cita Halus dilakukan melalui kerjasama dengan pemodal (investor) untuk membangun outlet-outlet penjualan ikan asap. Kerjasama ini bisa dalam bentuk franchise (waralaba) atau bentuk kerjasama lainnya yang saling menguntungkan.

e) Strategi Pemilihan Produk Utama ditujukan untuk mencari produk yang menghasilkan keuntungan maksimal dilihat dari segi biaya dan respon konsumen. Dari hasil kombinasi tersebut dapat disimpulkan antara lain: • Ikan pari merupakan produk utama yang mempunyai margin yang tinggi

dengan prospek pemasaran yang lebih baik.

• Ikan asap lainnya sebagai alternatif adalah ikan patin, ikan tuna dan ikan lele karena selain memiliki margin dan permintaan yang cukup tinggi juga ketersediaan bahan bakunya relatif mudah.


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

DI UKM PETIKAN CITA HALUS CITAYAM - BOGOR

USEP SUHENDAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

pada Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

UKM

Petikan Cita Halus Citayam - Bogor Nama Mahasiswa : Usep Suhendar

Nomor Pokok : F052050045

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof.Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc Dr.Ir. Nurheni S. Palupi, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah,

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS


(9)

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, laporan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah ini berhasil diselesaikan.

Tugas akhir dengan judul Kajian Strategi Pemasaran Ikan Asap (Smoked Fish) Di UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor ini dipilih dengan

tujuan untuk mengkaji strategi pemasaran usaha pengolahan ikan asap UKM Petikan Cita Halus – Citayam Bogor, serta merumuskan strategi pemasarannya dalam menghadapi intensitas persaingan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran khususnya bagi manajemen perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran produknya di tengah-tengah persaingan yang sangat ketat sehingga mampu bertahan dan berkembang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Drh. Soewarno T. Soekarto, MSc, dan Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS selaku Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongannya dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah, Program Pascasarjana, Bapak Haji Amril Lubis, pemilik UKM Petikan Cita Halus yang telah memperkenankan perusahaannya sebagai obyek kajian dan membantu dalam penyempurnaan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penulisan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, anak-anak dan seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2008 Usep Suhendar


(10)

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 06 Juli 1967 dari ayah alm. Yusuf Supriadi dan ibu Dedeh. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang, dan lulus pada tahun 1994.

Pengalaman kerja penulis dimulai tahun 1995 dengan bekerja di PT. Asuransi Jiwa Sopo Indah Asih. Pada tahun 1996 penulis bekerja di PT. Lenggogeni Jakarta dan ditempatkan di Kabupaten Bima Provinsi NTB. Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Pada tahun 2003, penulis dimutasikan ke Departemen Kelautan dan Perikanan RI dan ditempatkan di Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Jakarta sampai dengan sekarang.

Penulis menikah pada tanggal 4 Mei 1997 dengan Elvita, Spi, MP dan dikaruniai tiga orang putri yaitu Annida Aulia Zhafira, Annisa Aulia Zhafira dan Elsyifa Tsabita Rahma serta satu orang putra yaitu Muhammad Firas Rizky Fadillah.


(11)

Halaman

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... .. 2

1.3 Tujuan dan Kegunaan ... ... 3

1.3.1 Tujuan ... 3

1.3.2 Kegunaan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Potensi dan Produksi Ikan ... 4

2.2 Pengolahan dan Mutu Ikan ... 5

2.2.1 Pengolahan Ikan Asap ... 8

2.2.2 Aspek Mutu Produk ... 10

2.2.3 Aspek Keamanan Produk ... 11

2.2.4 GMP dan HACCP ... 15

2.2.5 Penerapan Sistem Manajemen Mutu ... 17

2.3 Pemasaran Ikan ... 17

2.3.1 Permintaan Produk Perikanan di Pasar ... 18

2.3.2 Pola Distribusi ... ... 18

2.4 Kerangka Teoritis Strategi pemasaran ... 19

2.4.1 Definisi dan Prinsip Pemasaran ... 19

2.4.2 Definisi dan Prinsip Strategi Pemasaran ... 20

2.4.3 Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy) ... 26

2.4.4 Analisis Strategi Pemasaran ... 29

2.4.5 Kajian Penelitian Terdahulu ... 41

2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 42

III. METODOLOGI KAJIAN ... 44


(12)

3.3 Metode Kajian ... 44

3.4 Data yang Diperlukan dan Sumbernya ... 44

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ... 45

3.6 Teknik Pemilihan Responden ………... 46

3.7 Pengolahan dan Analisis Data …...………... 47

IV. HASIL dan PEMBAHASAN ... 52

4.1 Kondisis Umum Perusahaan ... 52

4.1.1 Identitas Perusahaan ... 52

4.1.2 Proses Produksi ... 55

4.1.3 Mutu Produk Akhir ……….. 61

4.1.4 Pemasaran produk ... 62


(13)

4.1.6 Kesenjangan (Gap) Kondisi ... 64

4.2 Evaluasi Strategi Pemasaran ... 65

4.2.1 Aspek Produksi ... 65

4.2.2 Aspek Pemasaran ... 72

4.2.3 Aspek Nilai-Nilai Manajerial ... 76

4.2.4 Aspek Profitabilitas ... 81

4.2.5 Aspek Kelayakan Industri Dan Prospek Masa Depan (Foresight) ... 84

4.2.6 Aspek Situasi SWOT ... 94

4.3 Program Pemasaran UKM Petikan Cita Halus ... 103

4.3.1 Tujuan dan Sasaran Perusahaan ... 103

4.3.2 Arsitektur Strategik Pengembangan Bisnis Perusahaan ... 103

4.3.3 Perencanaan Strategik Perusahaan ... 106

4.3.4 Program Pengembangan Bisnis Perusahaan ... 108

4.3.5 Strategi Pemilihan Produk Utama ... 109

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Rekomendasi ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 117


(14)

Halaman

1. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (SDI) menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan

Perikanan Tahun 2001... 4

2. Produksi Ikan Olahan Periode 2000 – 2004... 8

3. Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. Davis... 21

4. Matrik Analisis Strategi Pemasaran (SWOT)... 36

5. Model Analisis Faktor Internal (IFAS) dan Faktor Eksternal (EFAS)... 37

6. Ringkasan Analisis Faktor-faktro Strategis (SFAS)... 37

7. Matrik Kerangka Pemikiran Konseptual Kajian... 42

8. Jumlah Kebutuhan bahan baku ikan asap UKM Petikan Cita Halus... 57

9. Volume Produksi Ikan Asap UKM Petikan Cita Halus... 59

10. Kesenjangan (GAP) antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan pada UKM Petikan Cita Halus………..… 65

11. Hasil Kuesioner Penilaian Visi dan Misi Perusahaan... 76

12. Parameter dan Indikator Penilaian Visi... 77

13. Perkembangan Bisnis Sesuai Misi Perusahaan... 78

14. Peta Stakeholder berdasarkan hubungan antara Power dan Predictability... 79

15. Peta stakeholder berdasarkan hubungan antara Power dan Interest... 80

16. Laporan Laba Rugi UKM Petikan Cita Halus Tahun 2006 – 2007. 81 17. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2005 – 2007... 81

18. Hasil Analisis Biaya Tahun 2006 – 2007……….. 85

19. Hasil Kuesioner Penilaian Ancaman Pendatang Baru... 85

20. Hasil Kuesioner Penilaian Tingkat Persaingan Antar Perusahaan 87 21. Hasil Kuesioner Penilaian Ancaman Produk Substitusi... 88

22. Hasil Kuesioner Penilaian Kekuatan Tawar Pemasok... 90

23. Hasil Kuesioner Penilaian Kekuatan Tawar Pembeli... 92

24. Hasil Kuesioner Analisis Industri... 93

25. Hasil Penilaian Faktor-faktor Internal... 94

26. Faktor-faktor strategis Internal UKM Petikan Cita Halus... 95

27. Hasil Penilaian Faktor-faktor Eksternal... 97


(15)

29. Faktor-faktor strategis Eksternal UKM Petikan Cita Halus... 99 30. Faktor-faktor Strategis Perusahaan UKM Petikan Cita Halus... 100 31. Program-Program Berdasarkan Inisiatif Strategik Eksternal... 109 32. Perbandingan tingkat penjualan ikan asap dan preferensi

konsumen... 110 33. Perbandingan nilai margin yang diperoleh UKM Petikan Cita


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Proses pembuatan ikan asap... 9

2. Contoh produk ikan olahan di asap (ikan asap)... 10

3. Pola distribusi pemasaran ikan... 19

4. Dinamika diferensiasi biaya rendah yang mendasari inovasi nilai 27 5. Skema Kerangka Kerja Empat Langkah (four actions framework) dari Blue Ocean Strategy... 29

6. Kekuatan dalam Persaingan Industri... 39

7. Formulasi matrik SWOT... 50

8. Matrik internal dan eksternal... 51

9. Struktur organisasi UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor.... 54

10. Denah tataletak pengolahan ikan asap UKM Petikan Cita Halus.. 56

11. Ruang penerimaan bahan baku ikan (penyiangan)……… 57

12. Contoh produk ikan asap UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor... 62

13. Matrik SWOT UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor... 102

14. Arsitektur strategik UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor.... 104

15. Arsitektur strategik UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor Tahun 2008 – 2018... 104

16. Strategy Transformation Map UKM Petikan Cita Halus... 108


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil penilaian responden terhadap Visi dan Misi UKM Petikan

Cita Halus………... 119 2. Penilaian responden terhadap kekuatan (Power) stakeholders

terhadap UKM Petikan Cita Halus……….. 120 3. Penilaian responden terhadap Predictability Stakeholder UKM

Petikan Cita Halus……… 120 4. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan (Interest)

Stakeholder UKM Petikan Cita Halus………... 121

5. Rekapitulasi penilaian responden terhadap stakeholder UKM

Petikan Cita Halus………. 121 6. Penilaian responden terhadap Faktor Internal UKM Petikan Cita

Halus……….. 122 7. Penilaian responden terhadap Probabilitas Faktor Eksternal

UKM Petikan Cita Halus……….. 122 8. Penilaian responden terhadap Dampak Faktor Eksternal pada

UKM Petikan Cita Halus……….. 123 9. Penilaian responden terhadap Waktu berpengaruhnya Faktor

Eksternal pada UKM Petikan Cita Halus……….. 123 10. Penilaian responden terhadap Waktu berpengaruhnya Faktor

Eksternal terhadap UKM Petikan Cita Halus……… 124 11. Pengaruh Parameter Ancaman Pendatang Baru terhadap bisnis

UKM Petikan Cita Halus berdasarkan penilaian responden…….. 124 12. Tingkat Respon UKM Petikan Cita Halus terhadap Parameter

Ancaman Pendatang Baru berdasarkan penilaian responden….. 125 13. Pengaruh Parameter Tingkat Persaingan Dalam Industri

terhadap bisnis UKM Petikan Cita Halus berdasarkan penilaian

responden……….. 125 14. Respon UKM Petikan Cita Halus terhadap Parameter Tingkat

Persaingan Dalam Industri berdasarkan penilaian responden….. 126 15. Pengaruh Parameter Ancaman Produk Substitusi terhadap

bisnis UKM Petikan Cita Halus berdasarkan penilaian

responden……….. 126 16. Respon UKM Petikan Cita Halus terhadap Parameter Ancaman

Produk Substitusi berdasarkan penilaian responden……….. 127 17. Pengaruh Parameter Kekuatan Tawar Pemasok terhadap bisnis

UKM Petikan Cita Halus berdasarkan penilaian responden…….. 127 18. Respon UKM Petikan Cita Halus terhadap Parameter Kekuatan


(18)

19. Pengaruh Parameter Kekuatan Tawar Pembeli terhadap bisnis

UKM Petikan Cita Halus berdasarkan penilaian responden…….. 128 20. Respon UKM Petikan Cita Halus terhadap Parameter Kekuatan

Tawar Pembeli berdasarkan penilaian responden……….. 129 21. Daftar kuesioner Kajian Strategi Pemasaran UKM Petikan Cita


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan sebagai salah satu sumberdaya alam yang terkandung di perairan laut dan perairan umum yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, merupakan sumberdaya yang sangat berpotensi untuk dikembangkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Secara umum, potensi sumberdaya ikan dibagi menjadi dua sesuai dengan wilayahnya yaitu sumberdaya ikan yang terdapat di perairan laut dan sumberdaya ikan yang terdapat di perairan umum yaitu sungai, danau, waduk dan rawa-rawa. Sumberdaya ikan yang terdapat di perairan laut dimanfaatkan dengan melakukan eksploitasi usaha penangkapan mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar (modern). Ikan-ikan yang dihasilkan dari usaha penangkapan yaitu ikan pelagis kecil (kembung, layang, lemuru, cumi-cumi dan lain-lain), ikan pelagis besar (tuna, tenggiri, tongkol dan lain-lain) dan ikan demersal (ikan karang, udang, kerang-kerangan dan lain-lain). Sedangkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang terdapat di perairan umum dilakukan melalui usaha penangkapan ikan skala kecil dengan hasil tangkapan antara lain ikan belida, ikan patin, gabus dan lain-lain.

Selain eksploitasi usaha penangkapan, pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan melalui penerapan usaha budidaya ikan baik di perairan laut, air payau maupun di perairan air tawar. Ikan-ikan yang dihasilkan dari usaha budidaya antara lain udang, bandeng (budidaya air payau), kerapu, beronang (budidaya air laut), nila, mas, gurame dan patin (budidaya air tawar). Seluruh hasil dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di pasar dalam negeri maupun kebutuhan di pasar luar negeri (ekspor).

Kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan tidak akan menghasilkan manfaat serta nilai ekonomis yang tinggi apabila tidak diikuti dengan kegiatan usaha pengolahan dan pemasaran yang baik. Untuk mendorong terciptanya peningkatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal dan sekaligus memberikan nilai ekonomis yang tinggi, perlu dilakukan kegiatan pengolahan produk hasil perikanan yang berkelanjutan. Dengan pengembangan kegiatan


(20)

usaha pengolahan ikan ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah (value added) dan menciptakan variasi (ragam) produk sehingga segmen pasar lebih luas serta mampu menyerap tenaga kerja.

Pengasapan ikan merupakan salah satu usaha pengolahan ikan yang tergolong tradisional yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Produk Ikan asap merupakan makanan yang siap dikonsumsi karena selama proses pengasapan ikan telah mendapatkan perlakuan panas yang cukup untuk mematangkan daging ikan dan membunuh bakteri-bakteri yang bersifat pathogen. Selain itu, pengasapan juga menghasilkan aroma yang khas ikan asap dan memberikan efek pengawetan bagi ikan karena adanya zat-zat kimia yang terkandung dalam asap yang mampu berperan sebagai zat pengawet seperti aldehid, keton dan berbagai asam organik. Proses pengasapan dikenal dengan 2 cara yaitu pengasapan panas (hot smoked) dan pengasapan dingin (cold smoked).

Pengasapan ikan telah dikenal sejak lama terutama di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa yaitu Jawa tengah dan Jawa Timur. Hampir semua jenis ikan bisa diolah menjadi ikan asap. Ikan-ikan yang umum diolah menjadi ikan asap antara lain ikan pari, ikan tuna, tongkol, cakalang, tenggiri, layaran, patin, lele dan lain-lain. Secara umum, pengolahan ikan asap kurang populer dibandingkan dengan pengolahan ikan lainnya seperti pengasinan, pemindangan/ presto dan pengalengan. Kemungkinan besar kondisi ini disebabkan oleh pengolahan ikan asap hanya dikenal di daerah-daerah tertentu dengan konsumen yang terbatas, seperti di Jawa Tengah dan Jawa timur yang dikenal dengan ikan mangut.

UKM Petikan Cita Halus merupakan salah satu perusahaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi ikan asap. Perusahaan ini merintis usahanya dari skala rumah tangga dengan melibatkan anggota keluarga sebagai personel yang menjalankan kegiatan usahanya. Saat ini, produk yang dihasilkan antara lain ikan asap tuna, Marlin, cakalang, layang, pari, patin, dan lele.

1.2 Permasalahan

Kemampuan produksi yang tinggi tidak akan berarti apabila tidak didukung oleh sistem pemasaran yang tepat. Strategi pemasaran yang tepat akan membuat perusahaan berkembang menjadi bisnis yang menguntungkan.

Mempertimbangkan pencapaian keuntungan perusahaan yang jauh lebih kecil dari proyeksi yang ditetapkan dalam rencana bisnis perusahaan terdahulu


(21)

dan masa depan perusahaan maka perlu disusun suatu perencanaan strategi jangka panjang dari usaha pengolahan ikan asap UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor tersebut dengan rumusan permasalahan sebagai berikut : a) Bagaimana mengoptimalkan sumberdaya yang ada sehingga produk yang

dihasilkan mempunyai daya saing yang tinggi ?

b) Bagaimana meningkatkan penjualan ikan asap sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan ?

1.3 Tujuan dan Kegunaan 1.3.1 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

a) Mengkaji strategi pemasaran

usaha pengolahan ikan asap UKM Petikan Cita Halus – Citayam Bogor. b) Merumuskan strategi pemasaran UKM Petikan Cita Halus – Citayam Bogor

dalam menghadapi intensitas persaingan. 1.3.2 Kegunaan

Laporan akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran khususnya bagi manajemen UKM Petikan Cita Halus Citayam – Bogor dalam menentukan strategi pemasaran produk ikan di tengah-tengah persaingan yang sangat ketat sehingga mampu bertahan dan berkembang yang pada akhirnya ikut membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan.

Dalam rangka menumbuhkembangkan usaha kecil menengah secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wacana dalam menentukan strategi pemasaran yang tepat di masa-masa mendatang.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi dan Produksi Ikan

I ndonesia memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang sangat besar dan bervariasi yang tersebar di wilayah perairan laut dan perairan darat (seperti

danau, waduk, sungai dan rawa-rawa). Hasil pengkajian stock ikan di perairan

I ndonesia yang dilaksanakan Badan Riset Kelautan dan Perikanan-DKP bekerjasama dengan Lembaga I lmu Pengetahuan I ndonesia (LI PI ) pada tahun 2001, potensi lestari sumberdaya ikan laut I ndonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton/ tahun. Jika diasumsikan 80% dari potensi lestari merupakan jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan, maka jumlah ikan laut yang dapat dimanfaatkan maksimal 5,12 juta ton/ tahun.

Tabel 1. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya I kan (SDI ) menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun 2001

No

Jenis Sumberdaya

Ikan

Potensi (ton/th)

JTB (ton/tahun)

Produksi (ton)

Tingkat Pemanfaatan

(%)

1. I kan Pelagis Besar 1.165.360 932.288 736.170 78,97 2. I kan Pelagis Kecil 3.605.660 2.884.528 1.784.330 61,86 3. I kan Demersal 1.365.090 1.092.072 1.085.500 99,40

4. I kan Karang 145.250 116.200 156.890 135,02

5. Udang Penaeid 94.800 75.840 259.940 342,75

6. Lobster 4.800 3.840 4.080 106,25

7. Cumi-cumi 28.250 22.600 42.510 188,10

Jumlah 6.409.210 5.127.368 4.069.420 79,37

Keterangan : JTB = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun 2005, angka perkiraan produksi penangkapan ikan di laut mencapai 4,97 ton atau sekitar 77,7% dari jumlah potensi lestari atau 97% dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Sedangkan penangkapan di wilayah perairan umum dengan luas sekitar 54 juta hektar, sebagian besar berupa perairan rawa yaitu ± 39,4 juta hektar (71,63% ) dan perairan sungai dan danau ± 14,6 juta hektar (28,37% ), total potensi produksi diperkirakan sebanyak


(23)

0,9 juta ton/ tahun. Sementara itu, produksi perikanan I ndonesia selain dari penangkapan, juga dihasilkan dari usaha budidaya seperti budidaya air laut, budidaya air payau dan budidaya air tawar. Pada tahun 2004, budidaya air laut mampu menghasilkan ikan sebanyak 420.919 ton, budidaya air payau menghasilkan sekitar 559.612 ton dan budidaya air tawar sekitar 488.179 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005).

Secara umum, produksi ikan nasional dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 6,36% yaitu 5,1 juta ton produksi pada tahun 2000 menjadi 7,4 juta ton pada tahun 2006. Kontribusi produksi ikan nasional masih didominasi oleh usaha penangkapan khususnya penangkapan di laut. Kontribusi perikanan budidaya terhadap produksi ikan nasional pada tahun 2006 naik menjadi 35,5% , dimana pada tahun 2005 kontribusi produksi ikan nasional hanya mencapai 31,5% dari total produksi (Siaran pers Perikanan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat. 27/ 06/ 07). Dari jumlah produksi ikan nasional tersebut, sebagian besar (70% ) dipasarkan dalam

bentuk segar dan frozen dengan tujuan pasar ekspor dan pasar domestik, dan

sisanya (30% ) dipasarkan dalam bentuk ikan olahan seperti ikan asin, ikan asap, ikan pindang/ presto, ikan kaleng, bakso ikan, nuget, otak-otak dan lain-lain.

2.2 Pengolahan dan Mutu Ikan

Usaha pengolahan ikan dewasa ini berkembang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan. Berbagai usaha pengolahan ikan telah dikenal di I ndonesia dari yang tradisional sampai yang menggunakan teknologi modern. Berkembangnya pengolahan ikan ini dilandasi oleh pemanfaatan produk ikan yang memberikan keuntungan yang optimal. Di samping itu, pengolahan ikan dapat dijadikan sebagai upaya dalam mempertahankan mutu dan dapat menciptakan margin harga baru yang menguntungkan bagi para pelaku usaha.

Menurut terminologi FAO, ikan olahan tradisional atau ”cured fish” adalah

ikan yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan dalam skala industri rumah tangga. Jenis produk olahan yang termasuk industri olahan tradisional antara lain ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap dan fermentasi. Produk seperti ini tidak hanya dikenal di I ndonesia, tetapi juga di negara-negara Asia, Afrika bahkan sampai ke Eropa (I nggris, Norwegia, Polandia). Produk olahan


(24)

ikan tradisional ini mempunyai sebaran distribusi yang luas karena pada umumnya produk relatif stabil walaupun pengawetan dan pengemasan masih sangat sederhana.

Data statistik perikanan I ndonesia menunjukan bahwa produksi ikan olahan dari perikanan laut mengalami perkembangan secara signifikan. Pada kurun waktu antara tahun 1993 – 2003, produksi ikan olahan mengalami peningkatan rata-rata 13,13% per tahun. Sementara produksi ikan olahan dari perairan umum mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,57% per tahun. Bila dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun 2003 maka jumlah hasil tangkapan ikan yang diproses menjadi produk olahan baru mencapai 30% dari total produksi (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2005), total produksi perikanan I ndonesia pada tahun 2004 mencapai 6.275.810 ton, dan 1.501.064 ton dari total produksi tersebut adalah produk olahan hasil perikanan. Dari jumlah produk olahan hasil perikanan tersebut, produksi pengolahan hasil perikanan dari industri menengah

dan modern (produk pembekuan atau frozen ) memberi kontribusi yang paling

dominan yaitu sebesar 631.320 ton (42,06% ), kemudian diikuti oleh produksi ikan asin/ kering UKM memberi kontribusi sebesar 586.323 ton (37,86% ), produksi pemindangan sebesar 122.807 ton (8,8% ) dan produksi ikan kaleng (industri pengalengan) sebesar 31.945 ton (2,13% ).

Usaha pengolahan produk perikanan dikelompokan menjadi beberapa

kelompok berdasarkan jenis produknya, yaitu pembekuan (frozen), pengalengan

(canning), pengasinan, pengasapan, pemindangan dan pengolahan produk turunan (diversifikasi produk). Sedangkan berdasarkan skala usahanya, usaha pengolahan produk perikanan secara umum dikelompokan menjadi:

a) Pengolahan tradisional/ kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM), umumnya

berskala kecil dilakukan secara manual dan menggunakan peralatan yang relatif sederhana. Jenis usaha kelompok ini antara lain

penggaraman/ pengasinan (dried/ salted), pemindangan (boiling),

pengasapan (smoking), fermentasi (fermentation) dan pengolahan lainnya.

Beberapa hal yang merupakan ciri-ciri pengolahan tradisional/ kelompok UKM sekaligus merupakan permasalahan utama dalam pengembangannya antara lain :


(25)

1) Teknologi dalam proses pengolahan masih sederhana dan hampir tidak ada perkembangan.

2) Variasi produk terbatas.

3) Penanganan mutu produksi dan pasca produksi seperti pengemasan, pelabelan dan pergudangan masih terbatas bahkan hampir tidak ada. 4) Pengetahuan dalam pemasaran masih terbatas akibat kurangnya

informasi penjualan. 5) Permodalan relatif kecil.

6) Tidak mempunyai sistem manajemen dalam mengembangkan usaha.

7) Tingkat pendidikan Sumberdaya Manusia-nya relatif rendah.

b) Pengolahan modern/ kelompok skala industri, umumnya skala besar dengan menggunakan peralatan modern sebagai alat bantu. Jenis usaha kelompok

ini antara lain pembekuan (freezing), pengalengan (canning), pembuatan

tepung ikan (fishmeal making ) dan pengolahan lainnya seperti nuget ikan,

surimi dan lain-lain. Usaha pengolahan modern biasanya berorientasi pada pasar ekspor dengan menitikberatkan pada produk yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak dan berkesinambungan serta mutu yang sangat baik. Pengolahan modern biasanya sudah menerapkan kaidah-kaidah cara

penanganan yang baik (Good Handling Practices), pengolahan yang baik

(Good Manufacturing Practices) dan pendistribusian/ pemasaran yang baik (Good Distributing Practices). Penerapan kaidah-kaidah tersebut ditujukan untuk menghasilkan suatu produk yang prima sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dari mulai produksi, distribusi sampai ke tangan

konsumen, seperti zero tolerance terhadap bahan-bahan pencemar baik

kimia (chloromphenicol dan nitrofuran), fisika (partikel logam atau benda

lain) maupun biologi (bakteri Vibrio parahaemaliticus, Salmonella dan

Escherichia coli ).

Tabel 2. Produksi I kan Olahan Periode 2000 – 2004

No Jenis Olahan Volume Produksi (ton)

2000 2001 2002 2003 2004


(26)

2. Pemindangan 66.457 134.071 124.826 121.491 122.807 3. Pembuatan Terasi 16.457 21.607 7.251 9.342 9.809

4. Pembuatan Peda 7.950 13.442 4.996 4.911 4.665

5. Pembuatan Kecap I kan 76 524 2 6 10

6. Pengasapan 37.641 36.561 53.905 56.574 59.403

7. Pembekuan 305.923 307.235 319.237 573.911 631.320 8. Pengalengan 21.227 25.299 36.913 28.415 31.945 9. Pembuatan Tepung I kan 1.640 12.204 16.612 8.635 7.339

10. Lain-lain 9.195 30.158 53.645 53.355 65.443

Jumlah 1.078.352 1.165.495 1.188.364 1.453.875 1.501.064 Sumber : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2005

2.2.1 Pengolahan Ikan Asap

I kan merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi sangat lengkap, mudah didapat, dan harganya relatif murah. Namun dibalik kelebihan itu, ikan memiliki kelemahan yaitu cepat mengalami pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Proses pembusukan ini disebabkan oleh aktivitas bakteri pengurai yang ada dalam tubuh ikan dan proses penguraian dari reaksi kimia organik yang terdapat dalam ikan. Ciri-ciri ikan yang segar antara lain daging kenyal, mata jernih menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut kuat dan bau ikan segar. Sedangkan ciri-ciri ikan yang tidak segar (busuk) antara lain mata suram dan tenggelam, sisik suram dan mudah lepas, warna kulit suram dengan lendir tebal, insang berwarna kelabu dengan lendir tebal, dinding perut lembek, warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Salah satu usaha untuk mempertahankan mutu ikan adalah pengawetan secara tradisional dengan metode pengasapan yang bertujuan mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. I kan asap adalah hasil pengawetan ikan yang pengerjaannya merupakan gabungan dari penggaraman (perendaman dalam air garam) dan pengasapan sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas (spesifik). Peralatan dan bahan yang digunakan untuk pembuatan ikan asap adalah tungku (drum) pengasapan, meja, pisau, baskom, kayu bakar, rak, ikan


(27)

sealer. Secara umum proses pembuatan ikan asap dapat diilustrasikan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan ikan asap

Sumber : Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001

Sebagai bahan makanan, ikan asap harus memenuhi syarat layak untuk dikonsumsi, aman bagi kesehatan dan memiliki manfaat mutu bagi kesehatan. Kriteria I kan Asap yang bermutu :

1) Rupa dan warna ikan asap yang dihasilkan harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;

2) Bau dan rasa dari ikan asap yang baik dapat memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang sedap dan merangsang selera);


(28)

3) Proses pengasapan ikan dengan metode menggunakan panas pada suhu 70 ~ 80 C, dapat menghasilkan ikan yang tahan lama (awet) disimpan sampai 1 bulan, dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 20 ~ 30 C (kurang dari 1 bulan).

Gambar 2. Contoh produk ikan olahan di asap (ikan asap)

2.2.2 Aspek Mutu Produk

Proses pengolahan ikan secara tradisional dapat menyebabkan penurunan mutu protein sampai dengan 5% tergantung dari lamanya proses pengolahan tersebut. Pada proses pengasapan ikan sebaiknya dilakukan pada waktu singkat dan kepekatan asap rendah, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang akan bereaksi dengan lisin dan mereduksi kualitas protein. Bahan

baku yang disimpan beku hingga 33 minggu dapat menyebabkan hilangnya lisin

dan tiamin yang tersedia masing-masing 74% dan 90% setelah proses

pengasapan (Zotos et al., 1995). Burt (1988) menyatakan bahwa beberapa jenis

vitamin yang terdapat dalam ikan akan mengalami kerusakan sebagai akibat proses pengeringan atau pengasapan, tergantung waktu dan suhu, pH, serta

terjadinya penirisan ("drip"). Pengasapan panas (di atas 80DC) dapat

menyebabkan hilangnya vitamin yang larut dalam air seperti niasin, riboflavin,


(29)

Proses pemanasan pada ikan dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard

antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin yaitu

suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai penampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan yaitu menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin. Bahkan apabila dilakukan pemanasan yang berlebihan (di atas 90° C) dan

berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan

mereduksi ketersediaan sistein dalam produk (Pan, 1988). Untuk

mempertahankan mutu dan nilai gizi produk, kondisi tersebut di atas harus menjadi pertimbangan dalam melakukan pengolahan.

2.2.3 Aspek Keamanan Produk a. Kimiawi

Makanan yang diolah dengan cara dipanggang menggunakan arang, listrik, gas, minyak tanah, atau diasap mempunyai potensi besar menimbulkan bahaya

senyawa karsinogenik dan mutagenik. Senyawa polar yang larut dalam air dan

tahan panas, mendorong terjadinya pembentukan mutagen, misalnya karbolin

selama pemanasan makanan (Krone et al., 1986). Kondisi pembakaran,

pemanggangan, dan pengasapan sangat cocok bagi pembentukan hidrokarbon

aromatik polisiklik (PAH), senyawa N-nitroso (NNC), dan amina aromatik heterosiklik (HAA), yang semuanya bersifat karsinogenik. HAA merupakan hasil reaksi antara asam amino dengan pirolisat protein, lebih sering ditemukan pada produk panggang daripada produk asap. Adapun NNC, baik yang berupa N--nitrosamin (NNA), maupun N-nitrosodimetilamin, merupakan hasil reaksi antara nitrogen oksida, yang berasal dari nitrit atau asap kayu, dengan senyawa amina sekunder yang banyak terdapat dalam ikan. Pemanggangan dengan kompor gas atau minyak tanah pada suhu di atas 100° C dapat menghasilkan NNC yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemanggang listrik. Walaupun demikian, NNC yang

terdapat dalam produk dapat didegradasi dengan sterilisasi (Dikun et al., 1980),

atau melalui metabolisme oleh mikroorganisme (Harada & Yamada, 1979). Pada ikan asap, PAH berasal dari asap kayu, terutama lignin dan selulosa. Fraksi hidrokarbon dari asap kayu mengandung lebih dari 24 jenis PAH. Walaupun tidak semua jenis PAH tersebut bersifat karsinogenik, Benzopirena


(30)

(BP), salah satu jenis PAH, adalah indikator karsinogenitas. Sikorski (1988) menyebutkan kandungan BP pada ikan asap sekitar 0,70 hingga 60 ng/ g (bb) terbanyak terdapat di bagian kulit. BP juga lebih banyak ditemukan pada ikan yang diasap secara tradisional (pengasapan langsung pada suhu tinggi) dibandingkan dengan yang menggunakan alat pengasap dengan generator asap yang terpisah yang bekerja pada suhu rendah. Pada prinsipnya pengasapan harus dilakukan dengan mengatur suhu dan kecepatan aliran udara serta kepekatan asap agar produksi fenol dan karbonil menjadi seperti yang diinginkan yakni pembentukan PAH sekecil mungkin. Meskipun demikian, kuantifikasi proses pengolahan tidak pemah dilakukan karena intensitas asap yang diinginkan kon-sumen bervariasi, sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap intensitas asap produk akhir, juga beragam seperti jenis dan kelembaban kayu, atau jenis, ketebalan, kadar air, dan kadar lemak ikan. Oleh karena itu, pengaturan suhu, kecepatan udara, dan kepekatan asap diatur secara manual, disesuaikan dengan intensitas asap yang diinginkan. Sebagai pedoman, Sikorski (1988) menyatakan bahwa untuk mencegah pembentukan BP, suhu dekomposisi kayu harus di bawah 40° C dan suhu oksidasi senyawa volatil hasil dekomposisi tersebut tidak lebih dari 20° C.

b. Mikrobiologis

Kandungan protein ikan yang relatif ‘tinggi’ dengan kandungan air mencapai 10-60% , memerlukan cara penanganan dan pengolahan yang tepat serta penyimpanan dengan suhu yang mampu menonaktifkan bakteri pengurai. Apabila penanganan produk perikanan kurang baik seperti kurang saniter dan higienis, penyimpanan tidak ditutup/ dikemas dengan baik serta temperatur tinggi maka akan rentan terhadap kerusakan mikrobiologis. Kerusakan mikrobiologis dapat menyebabkan pembusukan produk baik oleh bakteri, jamur yang patogen ataupun oleh enzim (racun) yang terbentuk dari hasil reaksi pembusukan.

Sikorski et al. (1998) menyatakan bahwa Enterobacteriaceae, Salmonella

typhimurium dan Vibrio parahaemolyticus sering ditemukan pada ikan asap yang

berkadar air tinggi. Karena cara pengolahan yang tidak saniter dan higienis maka

tidak menutup kemungkinan terjadinya kontaminasi baik dengan peraltan, lingkungan, udara maupun dengan para pengolah, sehingga menjadikan produk


(31)

demikian, Listeria monocytogenes, bakteri penyebab meningitis yang sering ditemukan pada ikan asap di beberapa negara, namun belum pernah dilaporkan terjadi pada produk olahan ikan di I ndonesia. Hal ini kemungkinan disebabkan ikan asap di lndonesia tidak disimpan pada suhu rendah (beku) yang merupakan persyaratan bagi kehidupan bakteri tersebut.

Selain penyakit yang disebabkan oleh bakteri, bahaya lain adalah

terjadinya keracunan akibat pertumbuhan Clostridium botulinum, bakteri

pembentuk spora yang tahan terhadap panas dan menghasilkan racun botulisme. Bakteri ini bersifat anaerobik yaitu mampu hidup di tempat yang hampa udara sehingga penggunaan kemasan yang hampa udara pada produk perikanan belum tentu terhindar dari serangan bakteri. Bakteri lain yang merusak ikan dan menimbulkan suatu toksin bagi manusia adalah bakteri Morganella, Proteus, dan Klebsiella, yang mampu merubah kandungan hidtidin

dalam ikan berdaging merah menjadi histamine melalui proses dekarboksilasi.

Pada orang-orang tertentu, histamine dapat menyebabkan keracunan berupa

gatal-gatal yang cukup hebat. Penyimpanan ikan tanpa pendinginan sebelum diolah dapat mempercepat terjadinya pembentukan histamin. Salah satu derivatif

histamin yang toksik adalah senyawa yang disebut giserosin, yang dapat

menyebabkan tukak lambung (GE).

Jamur yang sering tumbuh pada kondisi aktivitas air atau kadar air rendah, selain menurunkan nilai estetika, juga potensial untuk menghasilkan racun. I kan

asin, ikan pindang, dan ikan asap paling sering ditumbuhi Aspergillus spp. dan

Penicillium spp. Jenis jamur yang dominan pada ikan asin adalah Polypaecilum pisce dan A. niger (Wheeler et al., 1986), namun jenis serofilik yang ditemukan

pada ikan asin adalah A. crwamori, A. carbonarius, A. glaucus, A. tamarii, dan

Eurotium glaucus (Santoso et al., 1999). Pada ikan kayu dari cakalang

(katsuobushi), jenis jamur yang sering ditemukan yakni A. glaucus, P glaucus, A.

melleus. E repem, danE rubrum. Jamur ini diyakini mampu memberikan aroma

yang lezat pada ikan kayu, sedangkan A. flavoviridescens, Torula spp.,

Clado~ porium herbarum, dan Catennlaria faliginea adalah kontaminan yang tidak disukai (Motohiro, 1988).

Jenis jamur yang potensial menghasilkan racun karsinogenik adalah Aflavus, yang menghasilkan aflatoksin. Jamur ini mempunyai waktu germinasi 8


(32)

jam pada aktivitas air 0,97 dan suhu 30° C, sehingga untuk menghambat pertumbuhannya dapat dilakukan dengan pengaturan aktivitas air. Radiasi

dengan sinar gamma pada 0,62-5,00 KGy dapat mematikan spora Aflavus.

Wheeler et al, (1986) menemukan Aflavus pada beberapa sampel ikan asin yang

diambil dari pasar-pasar di I ndonesia, walaupun aflatoksin tidak ditemukan pada sampel sampel tersebut. Toksin lain yang ditemukan pada ikan asin adalah

moniliformin yang dihasilkan oleh Fusariumfusaroides (Rabie et all, 1978)

Kerusakan oleh bakteri maupun jamur sebenarnya dapat dihindari dengan mengembangkan model-model pembusukan produk olahan oleh beberapa jenis bakteri dan jamur tertentu. Suatu model pembusukan ikan asin oleh bakteri Staphylococcus xylosus, Halobacterium salinarium, dan jamur telah dihasilkan oleh Doe dan Heruwati (1988). Sebagai contoh, dengan model yang merupakan fungsi antara aktivitas air produk, suhu dan waktu penyimpanan dapat diprediksi bahwa bila suatu produk yang mempunyai aktivitas air antara 0,75-0,90 disimpan pada suhu antara 25-45° C, maka produk tersebut akan mengalami penjamuran setelah disimpan lebih dari 20 jam.

2.2.4

Good Manufacturing Practices

(GMP) dan

Hazard Analysis and

Critical Control Point

(HACCP)

Asal mula Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu peraturan

yang dicetuskan oleh pemerintah Amerika Serikat (US-FDA) yang menuntut

sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, penentuan kriteria yang

mampu memenuhi the code of Federal Regulation (21 CFR parts 110) guna

memperoleh produk pangan yang bebas dari penyimpangan mutu. Definisi GMP adalah minimum standar sanitasi dan proses pengolahan yang diperlukan untuk

menjamin produksi pangan secara utuh (Luning et al., 2002). Lebih lanjut

menjelaskan tentang unsur-unsur GMP yang terkandung antara lain dokumentasi

dan pencatatan (recordkeeping), kualifikasi personal/ SDM (personnel

qualification), sanitasi dan higienis (Hygienee and Sanitation), verifikasi alat dan

peralatan (equipment verification), validasi proses (procces validation) dan

penanganan bahan (complaint handling).

Dalam implementasinya, GMP dapat berperan dalam menjamin untuk menghasilkan suatu produk pangan yang bermutu dan aman bagi kesehatan.


(33)

Sebelumnya, baik-buruknya mutu produk ditentukan dengan mengandalkan pengujian akhir di laboratorium. Namun hal itu ternyata tidak efektif, sehingga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen

lingkungan, dan sistem produksi pangan yang baik (Good Manufacturing

Practices). Dengan menerapkan GMP diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).

Fardiaz (1997) mengemukan ada dua hal yang berkaitan dengan

penerapan GMP di industri pangan yaitu Critical Control Point (CCP) dan Hazard

Analysis and Critical Control Point (HACCP). Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi pangan yang apabila tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan

bahan tambahan (ingredien), pengolahan, pengemasan, distribusi sampai

dikonsumsi oleh konsumen. Batas kritis (critical limit) adalah toleransi yang

ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Batas kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.

Sedangkan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau

Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan (Fardiaz, 1997). Sistem HACCP memuat 7 prinsip yang merupakan konsepsi HACCP antara lain analisis

bahaya (Hazard Analysis), pengendalian titik kritis (Critical Control Point),

penentuan batas kritis (Critical Limit), pemantauan titik kritis (Monitoring),

tindakan perbaikan (Corective Action), pencatatan (Record keeping) dan


(34)

Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan

dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu: (1) keamanan pangan (food

safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness),

merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini meliputi antara lain pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan

label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan (Hadiwihardjo,

1998).

Penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen

(Hubeis, 1994).

2.2.5 Penerapan Sistem Manajemen Mutu

I ndustri pengolahan ikan memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer, pendistribusian, pengolah, penyalur, pengecer, konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan

pengendalian mutu (quality control) yang berorientasi pada standar jaminan

mutu (quality assurance) baik di tingkat produsen sampai ke konsumen.

Penanganan mutu dalam rangka menciptakan jaminan mutu dan keamanan

harus dilakukan melalui penerapan dan penguasaan total quality management

(TQM) yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan sertifikat mutu internasional seperti I SO seri 9000 s.d. I SO-9004.

Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan sebuah dokumen yang menyatakan suatu produk/ jasa sesuai dengan persyaratan standar atau spesifikasi teknis tertentu (Hubeis, 1994). I ndonesia mengadopsi I SO-9000 dengan nama SNI -seri 19-9000-Manajemen Mutu. I SO seri 9000 memberikan pedoman tentang bagaimana suatu organisasi dapat menghasilkan produk atau jasa yang bermutu, dengan mutu yang konsisten. Standar I SO seri 9000 mengarahkan keseluruhan sistem manajemen mutu


(35)

untuk menyempurnakan dan menjaga mutu produk. Sistem ini mengakui bahwa proses mutu terpadu melibatkan semua bagian dan fungsi organisasi. I SO-9000 dapat digunakan pada situasi tanpa kontrak (I SO 9004) dan situasi kontrak (I SO-9001, I SO-9002, dan I SO-9003). Tiga model jaminan mutu untuk situasi kontrak yaitu I SO-9001 : sistem mutu dalam desain/ pengembangan, produksi dan instalasi; I SO-9002 : sistem mutu dalam produksi dan instalasi; sedangkan I SO-9003 : sistem mutu dalam inspeksi dan uji akhir (Kadarisman, 1996). Dengan diperolehnya sertifikat tersebut diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar produk yang dihasilkan baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional.

2.3 Pemasaran Ikan

Pemasaran ikan menunjukan kenaikan permintaan yang positif seiring dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan ’makanan sehat’ yang terdapat pada ikan sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan. Sementara itu, suplai ikan untuk mencukupi permintaan tersebut dipasok dari hasil tangkapan dan hasil budidaya.

2.3.1 Permintaan Produk Perikanan di Pasar

Jumlah pasokan ikan dari usaha penangkapan cenderung pertumbuhannya

relatif stagnan sehingga secara umum mengakibatkan pasar dalam negeri

mengalami kekurangan pasokan ikan sebesar 0,6 juta ton per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, 2006). Disisi lain, kekurangan pasokan tidak otomatis menyebabkan harga ikan naik. Berdasarkan uji koefisien trend harga menunjukan tidak adanya peningkatan harga yang signifikan, dengan kata lain harga ikan relatif stabil di tengah kekurangan pasokan. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa pengelolaan produk perikanan belum memenuhi standar kualitas dunia dan sistem distribusi yang efektif.

Berdasarkan pengukuran tingkat konsumsi ikan per kapita per tahun I ndonesia, yang pada tahun 2006 berkisar 28,69 kg dan diperkirakan akan meningkat terus menjadi 30 kg per kapita pada tahun 2006/ 2007, maka diprediksikan permintaan produk perikanan di pasar dalam negeri akan

mengalami kenaikan. Selain itu trend konsumsi ikan di masyarakat perkotaan

cenderung naik sejalan dengan tingkat kesadaran akan hidup sehat yang berkembang akhir-akhir ini. Sebagian besar produk perikanan laut digunakan


(36)

untuk memenuhi permintaan akhir yang terdiri atas konsumsi rumah tangga, industri/ usaha pengolahan dan sisanya untuk memenuhi permintaan ekspor.

2.3.2 Pola Distribusi

Secara umum pola distribusi produk perikanan di I ndonesia antara satu pola dengan pola yang lain berbeda panjang rantai distribusinya. Panjang rantai pemasaran menandai banyaknya jumlah perantara yang terlibat dalam penyampaian produk perikanan yang dihasilkan nelayan/ pembudidaya (produsen) ke konsumen yaitu konsumen terlembaga (hotel, restoran, industri pengolahan dan ekspor) dan konsumen akhir (rumah tangga). Panjangnya rantai pemasaran menandakan terjadinya beberapa kali transaksi jual beli, yaitu pertukaran hasil ikan dengan uang sebelum ikan dibeli oleh konsumen akhir. Pola distribusi produk perikanan dari nelayan/ produsen sampai ke konsumen akhir dapat digambarkan pada Gambar 3 sebagai sebagai berikut :

Gambar 3. Pola distribusi pemasaran ikan

Sumber : Kajian Rantai Ditribusi Produk Perikanan (Diseminasi Hasil Penelitian dan

Pengembangan Perdagangan, 2006). Balitbang Perdagangan, Departemen Perdagangan RI , Jakarta.

2.4 Kerangka Teoritis Strategi Pemasaran 2.4.1 Definisi dan Prinsip Pemasaran

Definisi pemasaran banyak dikembangkan oleh para pakar antara lain American Marketing Association, 1960 mendefinisikan bahwa Pemasaran adalah


(37)

pelaksanaan dunia usaha yang mengarahkan arus barang-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen atau pihak pemakai. Definisi ini menekankan pada aspek distribusi ketimbang pada kegiatan pemasaran. Kemudian definisi lain

dikemukakan oleh Kotler (1990) dalam bukunya Marketing Management Analysis,

Planning, and Controling, bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial, dimana individu dan kelompok mendapatkan yang dibutuhkan, dan diinginkan dengan menciptakan dan mempertahankan produk dan nilai.

Tujuan pemasaran sebuah perusahaan bukanlah laba melainkan menciptakan dan mempertahankan pelanggan atau konsumen (Levitt, 1989). Dengan menciptakan konsumen-konsumen baru dan mempertahankannya maka sistem penjualan akan terjaga stabil dan tentunya akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut sebuah penelitian Boston Consulting

Group yang diacu dalam Zimmerer dan Scarborough (2002) mengemukakan

bahwa mempertahankan pelanggan akan menghasilkan laba diatas rata-rata dan pertumbuhan pangsa pasar yang sangat baik.

2.4.2 Definisi dan Prinsip Strategi Pemasaran

I stilah strategi diambil dari bahasa Yunani yaitu ’strategos’ yang

mempunyai pengertian ilmu perencanaan dan pengerahan sumberdaya untuk operasi besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi siap yang paling menguntungkan sebelum melakukan penyerangan terhadap lawan. Dalam bidang ekonomi dan manajemen, pengertian strategi bervariasi. Johnson & Scholes (1997) dan Hutabarat & Huseini (2006) mendefinisikan strategis sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk memperoleh keunggulan melalui konfigurasi sumberdaya dalam lingkungan yang berubah-ubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi keharapan pihak yang berkepentingan. Sementara Henry Mintzberg (1994) dan Hutabarat & Huseini (2006) mendefinisikan strategi sebagai 5 P yaitu :

a) Strategi sebagai perspektif, dimana strategi dalam membentuk misi yang menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas.

b) Strategi sebagai posisi, dimana dicari pilihan untuk bersaing

c) Strategi sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan.


(38)

d) Strategi sebagai pola kegiatan, dimana dalam suatu strategi dibentuk suatu pola yaitu umpan balik dan penyesuaian.

e) Strategi sebagai penipuan (ploy) yaitu muslihat rahasia.

Hamel dan Prahalad (1994) dan Umar (2001) mendefinisikan strategi

sebagai tindakan yang bersifat incremental, terus menerus dan dilakukan

berdasarkan apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang.

Strategi diklasifikasikan menjadi 3 yaitu Strategi Generik (Generic Strategy),

Strategi Utama (Grand Strategy) dan Strategi Fungsional. Strategi generik adalah

suatu pendekatan strategi perusahaan secara umum untuk mengungguli pesaing, yang akan ditindaklanjuti dengan strategi operasional yaitu strategi utama (Umar, 2000). Penjelasan lebih jauh seperti diuraikan dalam Tabel 3. Strategi utama yang dijabarkan di tingkat fungsional perusahaan sering kali disebut strategi fungsional.

Tabel 3. Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. David

Strategi Generik (

Generic Strategy

) Strategi Utama (

Grand Strategy

)

Strategi I ntegrasi (I ntegration Strategy)

ƒ Strategi I ntegrasi ke depan

ƒ Strategi I ntegrasi ke belakang

ƒ Strategi I ntegrasi horisontal

Strategi I ntensif (I ntensive Strategy)

ƒ Strategi Pengembangan Pasar

ƒ Strategi Pengembangan Produk

ƒ Strategi Penetrasi Pasar

Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)

ƒ Strategi Diversifikasi Konsentrik

ƒ Strategi Diversifikasi Konglomerat

ƒ Strategi Diversifikasi Horisontal

Strategi Bertahan (Defensive Strategy)

ƒ Strategi Usaha Patungan

ƒ Strategi Penciutan Biaya

ƒ Strategi Penciutan Usaha

ƒ Strategi Likuidasi

Sumber: Buku Metode Riset Bisnis, Husein Umar, 2002.

Kotler (1990) mendefinisikan strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu unit usaha diharapkan mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Dalam mendisain strategi pemasaran yang paling penting

dilakukan adalah menerapkan konsep segmentasi pasar (segmentation),

penentuan target pasar (targeting) dan penentuan posisi pasar (positioning).

Tujuannya adalah memposisikan suatu produk dalam benak konsumen sehingga produk tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.


(39)

a. Segmentasi Pasar (

Segmenting

)

Pada dasarnya segmentasi pasar adalah suatu strategi yang didasarkan pada falsafah manajemen pemasaran yang orientasinya pada konsumen. Dengan melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan lebih terarah dengan penggunaan sumberdaya yang dimiliki secara lebih efektif dan efisien guna memberikan kepuasan bagi konsumen.

Prinsip dari segmentasi pasar adalah membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen. Berdasarkan definisi di atas diketahui bahwa pasar suatu produk tidaklah homogen, akan tetapi pada kenyataannya adalah heterogen. Ada empat ktiteria yang harus dipenuhi segmen pasar agar proses segmentasi pasar dapat dijalankan dengan efektif dan bermanfaat bagi perusahaan, yaitu:

1) Terukur (Measurable), artinya segmen pasar tersebut dapat diukur, baik

besarnya, maupun luasnya serta daya beli segmen pasar tersebut.

2) Terjangkau (Accessible), artinya segmen pasar tersebut dapat dicapai

sehingga dapat dilayani secara efektif.

3) Cukup luas (Substantial), sehingga dapat menguntungkan bila dilayani.

4) Dapat dilaksanakan (Actionable), sehingga semua program yang telah

disusun untuk menarik dan melayani segmen pasar itu dapat efektif.

Dalam kegiatan bisnis, segmentasi pasar digunakan untuk mendisain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi yang efektif, menciptakan keunggulan dan menganalisis perilaku konsumen. Segmentasi pasar dibagai dalam tiga kelompok yaitu : 1) Pemasaran segmen yaitu kelompok besar yang dapat diidentifikasikan dalam

sebuah dengan perbedaan keinginan, daya beli, lokasi geografis, perilaku membeli sehingga dapat dipisahkan beberapa segmen yang luas.

2) Pemasaran ceruk (niche) yaitu kelompok yang diidentifikasi secara lebih

sempit dari segmen, yang merupakan sub-segmen atau kelompok yang memilih sekumpulan ciri berbeda tetapi mencari gabungan manfaat khusus. 3) Pemasaran individual yaitu tingkat segmentasi yang paling terperinci pada

pemasaran secara individual atau sesuai dengan pesanan (costumized).

Segmentasi pasar dapat dilakukan melalui dua cara yaitu segmentasi yang

dilakukan sebelum produk diluncurkan ke pasar (segmentasi apriori) dan


(40)

post-hoc). Purnama (2002) menjelaskan bahwa variabel dalam melakukan segmentasi pasar konsumen adalah segmentasi geografis, demografis, psikologis dan perilaku konsumen. Sedangkan variabel dalam melakukan segmentasi pasar bisnis demografis, operasional, pendekatan pembelian, situasi dan karakteristik pribadi.

b. Penentuan Pasar Target ( Targeting)

Targeting merupakan suatu kegiatan dalam pemasaran yang berisi menilai serta memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki oleh suatu perusahaan. Dalam menentukan segmen pasar yang akan dimasuki, maka langkah yang pertama adalah menghitung dan menilai potensi profit yang akan didapat dari berbagai segmen yang ada.

Tujuan utama penentuan pasar target (targeting) adalah untuk

menghindari kerugian-kerugian yang bakal terjadi dalam kegiatan pemasaran, atau paling tidak menguranginya sekecil mungkin. Hal yang harus diperhatikan

dalam menentukan pasar sasaran (targeting) adalah ukuran dan potensi

pertumbuhan segmen, karakteristik struktural segmen, dan kesesuaian produk

dan pasar/product – market fit (Chandra (2005).

c. Penempatan produk ( Product Positioning)

Menurut Kotler (2002), positioning adalah tindakan merancang tawaran

dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi yang terbedakan di antara pesaing dalam benak pelanggan sasaran. Hasil akhir penentuan dari positioning adalah keberhasilan penciptaan suatu usulan nilai yang terfokus pada pasar. Penempatan posisi produk (positioning) adalah bagaimana cara produk, merek atau organisasi perusahaan dipersepsikan secara relatif dibandingkan dengan para pesaingnya oleh pelanggan saat ini atau calon pelanggan (Chandra,

2005). Secara garis besar positioning terdiri atas 3 hal utama yaitu :

1) Pemilihan konsep positioning

2) Perancangan dimensi atau fitur yang paling efektif dalam

mengkomunikasikan positioning.

3) Mengkoordinasikan dengan bauran pemasaran untuk menyampaikan pesan yang konsisten.


(41)

Banyak ahli pemasaran menyarankan agar mempromosikan produk hanya satu manfaat sentral. Penentuan posisi nomor satu yang paling umum dipromosikan adalah kualitas terbaik, pelayanan terbaik, harga termurah, nilai terbaik, paling aman, paling cepat, dan teknologi paling maju. Penekankan terhadap salah satu penentuan posisi produk dan menyampaikannya dengan penuh keyakinan, memungkinkan perusahaan tersebut akan selalu diingat dan terkenal karena kekuatan yang dimiliki. Kotler (2002) menjelaskan ada beberapa strategi penentuan posisi bagi suatu perusahaan, yaitu:

1) Penentuan posisi menurut atribut, yaitu terjadi bila suatu perusahaan

memposisikan diri menurut atribut, seperti ukuran dan lama keberadaannya.

2) Penentuan posisi menurut manfaat, yaitu Produk diposisikan sebagai

pemimpin dalam suatu manfaat tertentu.

3) Penentuan posisi menurut penggunaan/ penerapan, yaitu suatu perusahaan

memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan/ penerapan.

4) Penentuan posisi menurut pemakai yaitu perusahaan dapat memposisikan

produk sebagai yang terbaik bagi sejumlah kelompok pemakai.

5) Penentuan posisi menurut pesaing yaitu produk memposisikan diri sebagai

lebih baik dari pesaing yang disebutkan namanya atau yang tersirat.

6) Penentuan posisi menurut kategori produk yaitu produk diposisikan sebagai

pemimpin di suatu kategori produk.

Kotler (2002: 343) juga mengatakan bahwa saat perusahaan menambah jumlah pengakuan terhadap manfaat merek mereka, maka mereka juga menghadapi risiko ketidakpercayaan dan kehilangan penentuan posisi yang jelas. Secara umum, perusahaan harus menghindari empat hal utama dalam

penentuan positioning :

1) Penentuan positioning yang kurang (underpositioning)

Pembeli tidak benar-benar merasakan sesuatu yang khusus tentang produk yang ditawarkan dan dianggap hanya sekedar pendatang baru di pasar.

2) Penentuan positioning yang berlebihan (overpositioning)

Pembeli mungkin memiliki citra yang terlalu sempit terhadap produk yang ditawarkan.


(42)

Pembeli mungkin memiliki citra yang membingungkan tentang produk yang ditawarkan karena perusahaan terlalu banyak membuat pengakuan atau

terlalu sering mengubah positioning produk.

4) Penentuan positioning yang meragukan (doubtful positioning)

Pembeli mungkin sukar mempercayai pengakuan dari suatu merek karena pengaruh harga, ciri khusus, atau perusahaan pembuat produk itu.

Strategi positioning yang ditentukan oleh perusahaan harus

dikomunikasikan secara efektif baik secara visual maupun secara tulisan. Misalnya perusahaan memilih posisi sebagai terbaik dalam mutu, maka mutu perlu dikomunikasikan dengan memilih tanda atau petunjuk fisik yang umumnya berkaitan dengan penilaian mutu. Harga yang mahal biasanya identik dengan produk yang bermutu tinggi.

d. Bauran Pemasaran

Pemasaran dapat diartikan, selain yang telah didefinisikan di atas, sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang dan jasa dalam rangka memuaskan tujuan individu dan organisasi (Chandra, 2005). Dalam implementasinya, organisasi perusahaan atau individu menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan Bauran Pemasaran (Maketing Mix).

Marketing mix merupakan kombinasi variabel-variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasaran. Stanton (1986)

mendefinisikan marketing mix adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan

kombinasi empat besar pembentuk inti sistem pemasaran sebuah organisasi. Keempat unsur tersebut adalah penawaran produk/ jasa, struktur harga, kegiatan

promosi, dan sistem distribusi yang disebut Four P's yaitu :

1) Product (Produk/ Jasa)

Terdiri atas variasi produk/ jasa, kualitas, kuantitas, desain, fitur, merek, kemasan, ukuran, layanan dan garansi. Produk merupakan elemen yang paling penting, karena dengan produk inilah perusahaan berusaha untuk memenuhi "kebutuhan dan keinginan" konsumen.


(43)

Terdiri atas harga katalog, diskon, potongan khusus, periode pembayaran, dan persyaratan kredit.

3) Place (tempat/ Saluran Distribusi)

Setelah perusahaan berhasil menciptakan barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dan menetapkan harga yang layak, tahap selanjutnya adalah menentukan metode penyampaian produk/ jasa tersebut ke konsumen/ pasar.

Pengertian tempat dalam kontek marketing mix tidak hanya merupakan

pengertian secara fisik tetapi tempat atau keberadaan produk yang mudah didapat oleh konsumen baik di suatu took, distributor, atau jaringan pemasaran lainnya. Semakin mudah tempat/ keberadaan suatu produk akan sangat mudah dilihat, diingat dan diputuskan untuk memilihnya.

4) Promotion (Promosi)

Aspek ini berhubungan erat dengan berbagai kegiatan untuk memberikan informasi tentang produk/ jasa yang ditawarkan yang meliputi antara lain kegiatan periklanan (advertising), penjualan pribadi (Personal Selling), Promosi penjualan (Sales Promotion) dan Publisitas (Publicity).

2.4.3 Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy)

Persaingan dalam pemasaran produk merupakan hal yang wajar dan sering terjadi. Perusahaan berlomba-lomba untuk saling ’mengalahkan satu sama lainnya’ demi mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar dalam ruang pasar yang semakin sempit dengan prospek keuntungan/ laba dan pertumbuhan semakin berkurang.

Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy) merupakan suatu strategi

pemasaran yang berusaha keluar (menghindari) kompetisi baik dengan produk sejenis maupun tidak sejenis dan menciptakan ruang pasar baru yang belum terjelajahi, menciptakan permintaan dan peluang pertumbuhan yang

menguntungkan. Fokus utama dari Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy)

ini adalah menciptakan inovasi nilai (Value I nnovation).

a. Inovasi Nilai : Batu-Pijak Strategi Samudera Biru

I novasi nilai memberikan penekanan setara pada nilai dan inovasi. Nilai

tanpa inovasi cenderung berfokus pada penciptaan nilai dalam skala besar,

dengan kata lain sesuatu yang meningkatkan nilai produk tetapi tidak memadai


(44)

bersifat mengandalkan teknologi, pelopor pasar atau futuristik dan sering

membidik sesuatu yang belum siap diterima dan dikonsumsi oleh pembeli (Kim

& Mauborgne, 2005). Dalam pengertian ini, sangat penting membedakan antara inovasi nilai, inovasi teknologi, dan usaha menjadi pelopor pasar. I novasi nilai diciptakan dalam wilayah di mana tindakan perusahaan secara positif memengaruhi struktur biaya dan tawaran nilai bagi pembeli. Penghematan biaya dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor yang menjadi titik persaingan dalam industri. Nilai pembeli ditingkatkan dengan menambah dan menciptakan elemen-elemen yang belum ditawarkan industri. Dalam perjalanan waktu, biaya berkurang lebih jauh ketika skala ekonomi bekerja setelah terjadi volume penjualan tinggi akibat nilai unggul yang diciptakan.

Sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4 dibawah ini, penciptaan samudera biru adalah menekan biaya seefisien mungkin dan meningkatkan nilai produk bagi pembeli, sehingga nilai yang diterima pembeli berasal dari manfaat dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli, dan nilai bagi perusahaan dihasilkan dari harga dan struktur biaya. I novasi nilai tercapai hanya ketika keseluruhan system kegiatan utilitas, harga, dan biaya perusahaan terpadu dengan tepat (Kim & Mauborgne, 2005).

Biaya

I novasi

Nilai

Nilai Pembeli

Upaya Bersamaan dalam mengejar Diferensiasi dan Biaya Rendah

Gambar 4. Dinamika diferensiasi-biaya rendah yang mendasari inovasi nilai.

Sumber : ”Strattegi Samudera Biru”. Kim, W.C. and R. Mauborgne. 2005. Hal. 36


(45)

Dalam mendukung perumusan dan penerapan Strategi Samudera Biru, telah dirumuskan enam prinsip Strategi Samudera Biru yang mendorong kesuksesan penerapan dan pelaksanaannya beserta resiko-resiko yang ditangani oleh prinsip-prinsip tersebut (Kim & Mauborgne, 2005). Ke-enam prinsip tersebut adalah merekonstruksi batasan-batasan pasar, fokus pada gambaran pasar bukan pada angka, menjangkau melampaui permintaan yang ada, melakukan rangkaian strategis dengan tepat, mengatasi hambatan-hambatan utama dalam organisasi dan mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi.

c. Kerangka Kerja dan Alat Analisis

Kerangka kerja dan alat analitis untuk menciptakan inovasi nilai dalam penerapan Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy) adalah:

1) Kanvas Strategi

Yaitu kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk membangun strategi samudera biru yang baik. Kanvas strategi memiliki fungsi merangkum situasi saat ini dalam ruang pasar yang sudah dikenal sehingga bisa memahami dimana kompetisi saat ini sedang tercurah, faktor-faktor apa yang sedang dijadikan ajang kompetisi dalam produk dan jasa serta memahami apa yang didapatkan konsumen dari penawaran kompetitip di pasar.

2) Kerangka Kerja Empat Langkah (four actions framework)

Yaitu suatu langkah kerja yang mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam penciptaan kurva nilai baru. Kerangka kerja empat langkah mempunyai empat pertanyaan kunci antara lain :

a) Faktor apa saja yang harus dihapuskan dari faktor-faktor yang telah

berlangsung selama ini pada industri?

b) Faktor apa saja yang harus dikurangi hingga di bawas standar industri?

c) Faktor apa saja yang harus ditingkatkan hingga di atas standar industri?

d) Faktor apa saja yang belum pernah ditawarkan industri sehingga harus

diciptakan?

Hapuskan Faktor-faktor yang harus dihapuskan dari


(46)

Gambar 5. Skema Kerangka Kerja Empat Langkah (four actions framework) dari Blue Ocean Strategy.

Sumber : ”Strattegi Samudera Biru”. Kim, W.C. and R. Mauborgne. 2005. Hal. 53

3) Skema Hapuskan-Kurangi-Tingkatkan-Ciptakan

Yaitu alat analisis pelengkap bagi kerangka kerja empat langkah. Skema ini akan mendorong perusahaan untuk bertindak berdasarkan pertanyaan pada kerangka kerja empat langkah dalam menciptakan suatu kurva nilai baru. Skema ini memberikan empat manfaat utama yaitu mendorong perusahaan untuk mengejar diferensiasi dan biaya murah secara bersamaan, menganalisis setiap faktor yang menjadi ajang kompetisi sehingga menemukan berbagai asumsi implisit yang dibuat secara tidak sadar dalam berkompetisi, menghindari kesalahan dalam struktur biaya dan modifikasi produk secara berlebihan sehingga menyebabkan kenaikan biaya dan mudah dipahami oleh menejer di segala level.

2.4.4 Analisis Strategi Pemasaran

Dalam penerapan suatu strategi pemasaran, keberhasilan suatu stategi yang diterapkan sangat bergantung pada hasil analisis faktor internal dan eksternal perusahaan saat ini. Untuk menghasilkan suatu hasil analisis yang optimal diperlukan alat-alat analisis antara lain :

a. Analisis Eksternal

Analisis Eksternal merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang berada di luar organisasi/ perusahaan dan tidak dapat dikontrol oleh organisasi tersebut. Tujuan dari Analisis Eksternal ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menjadi peluang dan ancaman

Ciptakan Faktor-faktor yang

belum pernah ditawarkan industri Kurangi

Faktor-faktor yang harus dikurangi hingga dibawah standar industri

Tingkatkan Faktor-faktor yang harus ditingkatkan hingga diatas standar

Kurva Nilai Baru


(47)

terhadap organisasi. Secara umum faktor-faktor eksternal dapat dikelompokkan menjadi empat kategori sebagai berikut :

1) Faktor politik, hukum dan pemerintahan, merupakan faktor eksternal yang berupa kebijakan-kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat yang dikeluarkan dalam bentuk peraturan, undang-undang, atau himbauan yang dapat mempengaruhi organisasi.

2) Faktor ekonomi, merupakan faktor eksternal yang berkaitan dengan bidang ekonomi yang dapat mempengaruhi suatu organisasi seperti suku bunga kredit, ketersediaan kredit, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, tingkat penghasilan dan sebagainya.

3) Faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan, merupakan faktor eksternal yang berkaitan dengan bidang sosial, budaya, demografi dan lingkungan yang dapat memberikan dampak terhadap produk, jasa, pasar dan pelanggan.

4) Faktor teknologi, merupakan faktor eksternal yang berkaitan dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi melalui perubahan atau penemuan baru yang dapat mempengaruhi organisasi.

Untuk melihat faktor-faktor yang merupakan peluang/ ancaman yang mungkin akan dihadapi oleh perusahaan, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan probabilitas terjadinya peluang/ ancaman dengan kategori Rendah, Sedang atau Tinggi.

2) Menilai dampak yang mungkin ditimbulkan oleh peluang/ ancaman tersebut dengan kategori Rendah, Sedang atau Tinggi.

3) Mengidentifikasi problem yang mungkin timbul terhadap manajemen akibat peluang/ ancaman yang memiliki probabilitas tinggi dan dampak yang juga tinggi.

4) Menilai urgensi terhadap perusahaan dari seberapa besar dampak pada kelangsungan perusahaan dan kapan akan dialami oleh perusahaan.

5) Menetapkan isu strategik eksternal. I su strategik eksternal ditetapkan dari penilaian terhadap peluang/ ancaman yang probabilitasnya tinggi dan dampaknya tinggi serta akan dialami oleh perusahaan dalam waktu dekat.

6) Menetapkan key performance indicator (KPI ) sebagai alat untuk mengukur


(48)

7) Melakukan inisiatif strategik berikut target dan program yang akan dilakukan. Untuk memudahkan dalam evaluasi, langkah-langkah tersebut di atas dapat disederhanakan dalam bentuk Tabel 4 seperti tersaji dibawah ini.

b. Analisis Internal

Analisis I nternal adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap seluruh aspek yang berada di dalam organisasi dan dapat dikontrol sepenuhnya oleh organisasi tersebut. Analisis I nternal bertujuan mengetahui kekuatan dan kelemahan dari suatu organisasi/ perusahaan.

Untuk melihat aspek-aspek yang merupakan kekuatan dan kelemahan organisasi/ perusahaan, maka dilakukan analisis yang akurat terhadap parameter-parameter kunci dalam organisasi sebagai berikut :

1) Key Result Area

Key Result Area merupakan kinerja pokok yang dituntut dari suatu organisasi atau bidang yang harus dikelola dengan baik karena hasilnya akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan (Drucker, 1993).

Lebih lanjut Drucker (1993) mengemukakan bahwa Key Result Area dari

suatu perusahaan terdiri atas :

a) Profitabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

buat perusahaan.

b) Produktivitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk

atau jasa buat konsumen.

c) Pengelolaan Dana, yaitu kemampuan perusahaan dalam mengelola dana

yang mampu menghasilkan pengembalian (return) yang baik.

d) Kedudukan Pasar, yaitu posisi perusahaan dalam persaingan

dibandingkan dengan pesaing dalam produk yang sejenis.

e) Pengembangan Organisasi, Sarana dan Prasarana, yaitu kemampuan

perusahaan dalam mengembangkan organisasi dan fasilitas yang dimiliki.

f) Pengembangan Sumberdaya Manusia, yaitu kemampuan perusahaan

dalam meningkatkan kualitas dan potensi dari sumberdaya manusia yang dimiliki.

g) I novasi dan Pembaruan, yaitu kemampuan perusahaan dalam melakukan

inovasi dan pembaruan baik dalam bentuk produk maupun proses produksi.


(1)

c) Jika ya, bagaimana mekanisme kontrak yang dilakukan ? ... d) Jika tidak menggunakan kontrak, menggunakan sistem apa perusahaan

melakukan penjualan ? ... e) Apakah perusahaan mampu bersaing dari sisi harga ?

Ya, alasan? ...

Tidak, alasan? ...

f) Apakah perusahaan bersedia memberikan potongan harga ?

Ya, alasan? ...

Tidak, alasan? ... g) Apakah perusahaan menghadapi hambatan dalam menentukan harga

pokok produk?

Ya, alasan? ... Tidak, alasan? ... h) Apakah perusahaan menetapkan harga tinggi, sedang atau rendah

dibandingkan dengan harga pasar ?

Tinggi, mengapa? ... Sedang, mengapa?... Rendah, mengapa? ... i) Apakah konsekuensi yang harus dihadapi apabila harga jual ditetapkan

tinggi, sedang atau rendah ?

Jika harga tinggi, konsekuensinya adalah ... Jika harga sedang, konsekuensinya adalah ... Jika harga rendah, konsekuensinya adalah ... j) Apakah perusahaan memberikan jangka waktu pembayaran kepada

pembeli ?

Ya

Tidak

Jika ya, berapa lama jangka waktu yang diberikan ? ...

c) Faktor Tempat :

a) Pasar bagaimana yang harus dituju / dijangkau oleh perusahaan ? b) Apakah pemasaran diarahkan pada suatu wilayah geografis (Propinsi)

tertentu ?


(2)

c) Propinsi mana saja yang menjadi tujuan pemasaran perusahaan saat ini ? ...

d) Sudah tepatkah Propinsi tujuan ekspor tersebut ?

Ya

Tidak

Jika jawaban Ya, pertimbangan apa ? ... Jika jawaban Tidak, mengapa ? ... e) Jika No. 4 Tidak, Propinsi manakah yang paling tepat menjadi tujuan

pemasaran saat ini maupun masa datang ? ... f) Pertimbangan apa saja yang menjadikan propinsi tersebut tepat ? ... g) Jika dihadapkan pada pilihan pasar yang akan dijadikan tujuan seperti untuk

ekspor, maka perusahaan akan memilih :

Pasar yang didalamnya perusahaan besar mengekspor ke Negara tersebut.

Pasar yang didalamnya perusahaan menengah yang bersaing. Pasar yang didalamnya perusahaan kecil bersaing (ceruk pasar)

Pasar lainnya yaitu ... h) Jika tidak keberatan, siapakah nama pembeli/ perusahaan yang membeli I kan

Asap saat ini ? ... i) Saluran distribusi apa yang digarap dan dimanfaatkan ?

Menjual langsung kepada konsumen akhir (nelayan)

Menjual langsung kepada perusahaan/ industri pakan dalam negeri Menjual langsung kepada perusahaan / industri pakan luar negeri Menggunakan cara lain yaitu : ………

j). Apakah berbagai saluran itu dapat diandalkan dilihat dari segi pemasaran, struktur dan manajemen ?

Ya

Tidak

k)

Apakah perusahaan memiliki kantor perwakilan/ staf pemasaran perwakilan di daerah lain ?

Ya

Tidak

l)

Apakah Manajemen perusahaan perlu mengkaji ulang jalur pemasaran yang selama ini digunakan ?

Ya

Tidak

Jika ya, bagaimana ? ... Jika tidak, mengapa tidak perlu ... m)

...

P

erusahaan pesaing yang juga membuat I kan Asap sudah diketahui :

Ya, sudah diketahui

Tidak tahu


(3)

Jika ya, perusahaan manakah yang menjadi pesaing utama ? ...

n)

Perlukah perusahaan mengetahui para pesaing ?

Ya

Tidak

Jika Ya, langkah apa yang selanjutnya diambil oleh perusahaan ? ... Jika tidak, apakah dapat mengancam perusahaan ?

Ya

Tidak

Mengapa ? ...

o)

...

B

agaimana pengiriman dan pendistribusian produk ?

Diangkut dan didsitribusikan dengan kendaraaan milik sendiri

Diangkut dengan menggunakan jasa angkutan (perusahaan ekspedisi) Diangkut oleh Pembeli (buyer)

p) Hambatan apakah yang dihadapi oleh perusahaan dalam pengangkutan / distribusi

produk ? ...

d) Faktor Promosi :

a). Prioritas promosi bagaimana yang sudah maupun akan dilakukan ? ... b) Media promosi mana yang paling tepat digunakan oleh perusahaan ?

-

Televisi, Radio, I nternet, Koran / Majalah, Signboard / billboard dan Leaflet

-

Kekuatan atas kualitas produk sehingga promosi dilakukan dari mulut ke mulut diantara pembeli / konsumen (kepuasan konsumen)

-

Kekuatan merek

-

Harga yang bersaing / menarik (termasuk potongan harga/ diskon harga)

-

Promosi denga cara lain, yakni : ...

-

Tidak perlu promosi

c) Apakah perusahaan membuat iklan ?

- ...

Ya, bagaimana? Dan siapa target yang dituju? ...

- ...

T idak pernah, mengapa? ... d) Kalau Ya, Bagaimanakah kira-kira kaitan isi iklan dengan moral dan etika ? ... e) Pembiayaan bagaimana yang perlu diberikan dalam menunjang promosi ?


(4)

- ...

T idak ada yang perlu dibiayai.

- ...

P embuatan Website di I nternet

- ...

B iaya promosi di Koran / majalah / media cetak

- ...

B iaya promosi untuk signboard / billboard

- ...

B iaya pembuatan label / merek dagang dalam brosur / leaflet yang

diberikan Cuma-cuma di tempat tertentu (baik di dalam negeri / di luar negeri)

- ...

B iaya berupa insentif bagi staff pemasaran

- ...

B iaya berupa pelayanan ekstra (termasuk entertainment)

- ...

B iaya lainnya : ... f) Hambatan apakah yang dihadapi oleh perusahaan dalam melakukan promosi

penjualan ? ...

E. PREFERENSI KONSUMEN

Permasalahan :

Beberapa jenis produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan kadangkala tidak semua jenis tersebut dapat diterima oleh pasar. Ada yang mampu memberikan kontribusi keuntungan yang nyata bagi perusahaan, ada pula yang justru membebani keuangan suatu perusahaan karena produk tersebut mengalami kerugian akibat dari biaya produksi tinggi sementara penjualan sangat minim. Untuk melihat sejauh mana produk tersebut diterima tidaknya oleh konsumen, maka perlu dilakukan survey ke konsumen langsung dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk questioner. Hasil dari survey ini akan memberikan gambaran terhadap jenis-jenis produk yang kurang disukai, disukai dan sangat disukai oleh konsumen (pasar).

Pertanyaan :

Berikut ini beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan prilaku konsumen

Jawaban :

Beri tanda ”

” pada kotak yang tersedia untuk jawaban yang paling sesuai dan penjelasan pada titik-titik yang telah disediakan, apabila tidak mencukupi, dapat


(5)

ditulis di balik kertas ini maupun di kertas lain dengan mencantumkan nomor jawaban.

1) Apakah anda menyukai ikan asap? Ya

Tidak, alasannya ? ………. 2) I kan asap jenis apa yang anda sukai?

I kan asap Tuna

I kan asap cakalang

I kan asap layang

I kan asap Marlin I kan asap pari

I kan asap patin

I kan asap lele Semuanya

Lainnya …………..

3) Sebutkan merk dan nama perusahaan ikan asap yang sering anda beli ? (boleh lebih dari satu).

a. ... b. ... c. ... 4) Apakah anda mengenal ikan asap produksi UD. Petikan Cita Halus ?

Ya

Tidak, (lanjutkan ke no. 6)

5) Dari mana anda mengenal ikan asap produksi UD. Petikan Cita Halus? I klan di media

cetak

I klan di Televisi

Brosur Pameran

Reklame Semuanya

6) Apakah sering membeli ikan asap produksi UD. Petikan Cita Halus ? Ya

Tidak, produksi dari perusahaan ……….. dan Jenis ikan asap yang paling disukai ………. (lanjutkan ke no. 8)

7) Jenis ikan asap apa saja yang sering dibeli dari UD. Petikan Cita Halus? I kan asap Tuna

I kan asap cakalang

I kan asap laying

I kan asap Marlin

I kan asap pari

I kan asap patin I kan asap lele Semuanya


(6)

8) Jenis ikan asap yang paling anda sukai ? I kan asap Tuna

I kan asap cakalang

I kan asap layang

I kan asap Marlin I kan asap pari

I kan asap patin I kan asap lele Semuanya

9) Rasa ikan asap yang paling anda sukai ? Asin

Asin Sedang Pedas Asin

Manis

Manis sedang

Pedas Manis

Lainnya : ……….

10) Berapa Jumlah kebutuhan ikan asap setiap minggu per keluarga? Kurang dari 1 Kg

1 kg – 2 kg

2 kg – 3 kg 3 kg – 4 kg

Diatas 5

11) Bagaimana menurut anda harga yang ditawarkan untuk ikan asap? Sangat Murah

Mahal

Murah

Sangat Mahal

Sedang/ Wajar

12) Dimana anda membeli ikan asap? Pasar Tradisional

Super Market

Langsung Pabrik

Pengecer/ pedagang

Warung/ Toko

13) Dimana tempat yang paling anda sukai untuk membeli ikan asap ? Pasar Tradisional

Super Market

Langsung Pabrik Pengecer/ pedagang