PERDJUANGAN UMAT ISLAM DITENGAH BENTROKAN DUNIA.

3) PERDJUANGAN UMAT ISLAM DITENGAH BENTROKAN DUNIA.

Kedjajaan Islam harus timbul dari dalam. Mohammad Natsir, telah memberikan interpiu kepada Nawawi

Dusky redaksi madjalah „ Hikmah", sekitar perdjuangan Islam dalam djangka lama, berkenaan dengan tambah hebatnja perantukan dunia, dengan mengemukakan pertanjaan, dimanakah umat Islam akan me- nempatkan dirinja dalam pergolakan itu.

Atas pertanjaan, bagaimanakah kiranja pandangannja tentang pen- dapat jang menjatakan bahwa Islam akan kembali djaja oleh adanja

Islam tidak akan mendapat kedjajaan, se-mata 2 oleh karena adanja bentrokan antara golongan lain diluar kalangan mereka, baik di Barat atau di Timur. Kedjajaan umat Islam, kata Natsir, terutama harus datang:

Pertama: kesadaran mereka sendiri akan kedudukannja jang se- karang dan kesadaran akan tingkatan jang harus mereka duduki sebagai

umat jang ditentukan Tuhan, ummatan wasatha. Kedua: tergantung kepada ketjakapan untuk mengedjar ketinggalan jang ber-abad 2 dalam lapangan politik, ekonomi, ataupun dalam achlakul karimah, keluhuran budi. Ketiga: kepada hidup suburnja kembali solidaritet dan persesuaian langkah antara umat Islam seluruhnja, sehingga terlaksanalah ruh uchuwatul Islamyah dalam amal dan tindakan mereka, dan sanggup me- nolak tiap bahan perpetjahan baik datang dari luar atau dari dalam, serta

sanggup pula membuktikan perbuatan 2 jang positif kepada dunia, jang diliputi oleh rasa tjinta untuk melaksanakan keamanan dan kemakmuran hidup lahir-batin dengan tidak memilih bangsa dan warna kulit.

Ringkasnja, kata Natsir, manakala umat Islam telah dapat mem- buktikan bahwa mereka adalah rahmatan lil-'alamin, rahmat bagi semua alam, maka disitulah saat kedjajaan akan tertjapai. Tjampur tangan luaran, tidak mendjadi pokok, hanja mungkin merupakan faktor jang mentjepatkan. Adanja kebangkitan umat Islam di Asia Tenggara, adalah

tanda jang baik, jang mengandung harapan tertjapainja tjita 2 pengikut Muhammad s.a.w.". Atas pertanjaan: Apakah jang harus diperhatikan oleh pemimpin 2 Islam, Natsir mendjawab: Pertama: „ Sadar akan kekuatan dan kekurangan jang njata ada, pada sisinja, dan akan kekuatan jang dihadapi dan membawa umat kepada kesadaran itu.

Kedua: Mengatur usaha perdjuangan dengan sistematis dan program jang tentu 2 . Ingatlah, demikian Natsir menegaskan, akan kebenaran pepatah jang menjatakan „ Kebatilan jang berdjalan dengan teratur, bisa menga- lahkan kebenaran jang tjentang-perenang" .

Atas pertanjaan, tenaga apakah jang harus disiapkan dari sekarang, Natsir mendjawab dengan tegas : „ Tenaga kader !" Kader, atau hawariyun jang tangkas jang dapat bekerdja dan sang- gup bertanggung-djawab dalam langkahnja menghadapi golongan 2 dan pelbagai ideologi dengan djiwa jang besar. Dalam mempersiapkan ba-

Tentang pertanjaan, penjakit apakah jang terdapat dalam masjarakat Islam dewasa ini, Natsir menerangkan, bahwa salah satu penjakit itu, ialah minderwaardigheidscompIex (istichfafun-nafs), merasa diri rendah disebabkan salah paham tentang apa artinja tawadu', merendahkan diri. Dan djuga kekurangan perlengkapan dalam ilmu keduniaan, serta ko- songnja pergaulan umat Islam dari pada apa jang dinamakan achlakul karimah tadi.

Dalam negeri bekas djadjahan sebagai Indonesia, demikian Natsir selandjutnja, terdapat penjakit dualisme, jakni ada satu golongan jang se-mata 2 mengisi otaknja dengan ilmu keduniaan, sedangkan djiwanja kurang dengan hidajah Ilahi, dan sebaliknja golongan jang se-mata 2 memperdalam adjaran Islam, tetapi silau matanja dan gugup ia meng- hadapi masjarakat jang serba modern.

Ketika ditanjakan, obat apakah jang mudjarab buat penjakit ini, Natsir menerangkan bahwa tahzibun naf s (melatih djiwa), dan tamvirul 'uqul (menjinari akal dengan hidajat Tuhan) dengan se-giat^-nja.

Insja Allah, akan bangkitlah angkatan putera 2 Islam untuk meng- gali permata jang terpendam, seperti jang ditamsilkan oleh Al-Quran : „ Ashluha tsabitun, wa fir 'uha fis-samd" , x ) uratnja terhundjam dipetak bumi, putjuknja mendjulang dialam tinggi !" Demikian Natsir meng- achiri pendapatnja.

8 Djuni 1951