AGAMA DAN POLITIK.

1. AGAMA DAN POLITIK.

Seringkali orang bertanja, kenapakah agama di-bawa 2 kedalam politik. Atau sebaliknja, kenapakah politik di-bawa 2 kedalam aga- ma ? Dan sering timbul pertanjaan, bagaimana dapat satu partai poli- tik didasarkan kepada agama, seperti halnja dengan partai politik Islam „ Masjumi" umpamanja.

Pertanjaan ini timbul oleh sebab seringkali orang mengartikan bahwa jang dinamakan agama itu, hanjalah se-mata 2 satu sistem per- ibadatan antara machluk dengan Tuhan Jang Maha Kuasa. Definisi ini mungkin tepat bagi ber-matjam 2 agama. Akan tetapi tidak tepat bagi agama jang bernama Islam itu, jang hakikatnja njata adalah lebih dari itu.

Kalau kita memindjam perkataan seorang orientalist,H.yl.R. G'tbb, maka kita dapat simpulkan dalam satu kalimat : „ Islam is much more than a religious system. It is a complete civili- zation". „ Islam itu adalah lebih dari sistem" peribadatan, la itu adalah satu kebudayaan jang lengkap sempurna !"

Malah lebih dari itu ! Islam adalah satu falsafah hidup, satu levens- filosofie, satu ideologi, satu sistem peri kehidupan, untuk kemenangan manusia sekarang dan diachirat nanti.

Ideologi ini mendjadi pedoman bagi kita sebagai Muslim, dan buat itu kita hidup dan buat itu kita mati. Oleh karena itu bagi kita sebagai Muslim, kita tidak dapat melepas- kan diri dari politik. Dan sebagai orang berpolitik, kita tak dapat mele- paskan diri dari ideologi kita, jakni ideologi Islam. Bagi kita, menegak- kan Islam itu tak dapat dilepaskan dari menegakkan masjarakat, mene- gakkan Negara, menegakkan Kemerdekaan.

Islam dan pendjadjahan adalah paradox, satu pertentangan jang tak ada persesuaian didalamnja. Dengan sendirinja seorang Muslim, seorang jang berideologi Islam, tak akan dapat menerima pendjadjahan apa pun djuga matjamnja. Memperdjuangkan kemerdekaan bagi kita, bukan se-mata 2 lantaran di- dorong oleh aspirasi nasionalisme atau kebangsaan, akan tetapi, pada

ber-njala 2 . Pemberontakan Imam Bondjol, Diponegoro dan lain 2 pende- kar Muslim Indonesia, mendjadi sumber inspirasi bagi bangsa kita, dan keturunan selandjutnja.

Bukan kita hendak berbangga dengan djasa 2 mereka, jang sudah dahulu dari kita itu. Mereka sudah lewat dan mereka telah memetik buah dari apa jang mereka perbuat dan perdjuangkan. Kita kemukakan itu sebagai peringatan, bahwa dimana si lemah perlu dibela, dimana si tertindas harus dilepaskan dari tekanan dan ketakutan, maka golongan Islam tampil kemuka membela hak dan kebenaran Agamanja, ideologi- nja dan haram baginja berpeluk tangan.

Kita tak hendak bermegah dengan perbuatan orang 2 kita jang telah dahulu dari kita. Tetapi revolusi jang meletus di Tanah Air kita semen- djak empat tahun jang lalu, tjukup memberi ukuran bagi kita, dan umat Islam jang sekarang ini telah berhasil membuktikan, bahwa ruh Islamnja itu tidaklah mati. Bahkan ia adalah merupakan sumber jang tak kundjung kering, pendorong jang mahahebat dalam perdjuangan menentang pen- djadjahan. Sedjarah mendjadi saksi bahwa umat Islam Indonesia, tidak-

lah terbelakang dari saudara 2 -nja golongan lain. Ia bahu-membahu, berkurban dan berdjihad dalam pelbagai lapangan dengan tudjuan jang satu.

„ Melepaskan Negara dari pendjadjahan, lahir dan batin, menegak- kan dan mengisi kedaulatan atas seluruh kepulauan Tanah Air". Maka Masjumi dalam pergolakan jang menggelora itu adalah sa- luran dari kewadjiban berat bagi umat Islam Indonesia dilapangan politik.

Dalam persimpang-siuran bermatjam aliran jang ada, kita bersedia mentjari dasar persamaan dalam hal 2 jang dapat didjalankan ber-sama 2 , berdjalan atas dasar „ kalimatin sawa-in bahana wabainakum" (Q.s. Ali Imran : 64).

Tak ada paedahnja bagi kita menghabiskan waktu dengan rasa gusar kesal, bilamana berdjumpa dengan perlawanan paham atau ideo- logi. Maka dengan kepala dingin dan djiwa jang besar, seorang Muslim,

se-waktu 2 harus pandai menempatkan dirinja pada pendirian jang tentu, dengan mengambil sikap : Qul i'malu 'ala makanatikum inni 'amil, — „ Berdjuanglah kamu atas tempat dan dasar kejakinanmu, sesungguh-

Dalam pada itu kita menggariskan djalan dalam masjarakat dengan

„ Katakanlah ! Inilah djalanku. Aku adjak kepada djalan Allah dengan bukti 2 , aku dan pengikut 2 -ku. Mahasutji Tuhan, dan aku bu- kanlah termasuk orang 2 jang menjekutukan Tuhan" (Q.s. Jusuf: 108).

Februari 1950

2. „ NEGARA DARURAT" dan „ DON QUICHOTTERIE"

/. „ Negara Darurat" Sudah mendjadi ketentuan dalam Undang 2 Dasar kita, bah- wa dalam keadaan jang mendesak, Pemerintah mengadakan undang 2 darurat. Undang 2 darurat itu, boleh berdjalan dulu, dan Parlemen nanti membitjarakannja, menerima atau menolaknja. Sudah tentu kelonggaran ini hanja dapat diberikan, apabila memang sudah sangat perlu, kekurangan waktu, dan kebetulan umpamanja Parlemen sedang reses. Oleh karena itu sudah mendjadi tradisi pula dalam Parlemen kita, bahwa apabila Pemerintah merasa perlu akan mengeluarkan

undang 2 darurat, Pemerintah mengadakan hubungan lebih dulu de- ngan Panitia Permusjawaratan Parlemen, untuk ditindjau ber-sama 2 , apakah betul 2 waktu sangat mendesak, dan apakah tidak mungkin diichtiarkan rapat Parlemen setjara tjepat dengan memberikan priori- tet kepada undang 2 jang dikehendaki Pemerintah itu. Dalam pada itu Parlemen dan Pemerintah mengetahui bahwa walaupun dalam reses, kalau perlu, Panitia Permusjawaratan dapat setiap waktu di- kumpulkan untuk berapat. Begitu ketentuan dan tatatertib jang lazim.

Akan tetapi, di-achir 2 ini, rupanja kelaziman jang baik ini sudah dianggap sepi dengan „ geruisloos" sadja. Pada tanggal 31 Desember malam Pemerintah dengan mendadak mengeluarkan undang 2 darurat tentang penaikan padjak vennoot- schap dari 40 sampai 52%. Satu undang 2 jang besar sekali artinja bagi kalangan pengusaha, baik asing atau bukan asing. Alasannja bagi Pemerintah ialah, oleh karena waktu mendesak, Parlemen reses

sedang pada tanggal 1 Djanuari undang 2 itu harus berlaku. Satu undang 2 jang demikian sipatnja sudah tentu sudah lebih lama diper- siapkan oleh Kementerian jang bersangkutan, dan kita tak dapat menerima bahwa rentjana undang 2 seperti itu hanja didapat sebagai ilham dihari Natal, sehingga Pemerintah tidak sempat lagi memberi tahukannja kepada Parlemen lebih dahulu.

Sesudah itu dekat 2 Parlemen akan bersidang kembali, kita men- dengar dari siaran radio bahwa sudah ada pula undang 2 darurat tentang pendjualan atau pemindahan hak atas persil (onroerend goed). Kita tak melihat satu urgensi jang sangat mendesak untuk

mengeluarkan undang 2 ini sebagai undang 2 darurat.

Pemerintah dapat meminta prioritet kepada Parlemen untuk membitjarakannja djika memang waktu mendesak. Dan untuk 2 atau 3 minggu, andai kata perlu, Pemerintah dapat memerintahkannja ke-

Kita merasa perlu mensinjalir sikap jang karakteristik ini, jang diperlihatkan oleh pihak Pemerintah terhadap pekerdjaan legislatif kita sekarang ini. Lebih 2 , kalau kita melihat, bagaimana untuk hal 2 jang mempengaruhi sangat kehidupan masjarakat seperti kenaikan bea bensin, umpamanja, Pemerintah malah merasa tjukup menge-

luarkan Peraturan Pemerintah sadja, bukan pula undang 2 darurat. Se-olah 2 Pemerintah berpendapat bahwa dalam lapangan legislatif, Parlemen itu dapat dianggap sebagai quantite negligeable sadja. Par- lemen boleh miosi 2 -an dan segala rupa, dan boleh berteriak banjak 2 , akan tetapi toch Negara bisa diperintah dengan undang 2 darurat, dan

S.O.B. Se-olah 2 Negara kita, hanjalah „ Negara Darurat" sadja.

Soal ini kita anggap agak prinsipil, sebab mengenai dasar 2 kita berpikir dalam merintiskan djalan kita bernegara. Kita tidak rabun terhadap kekurangan 2 dari tjaranja Parlemen kita bekerdja. Akan tetapi djika Pemerintah memang sudah jakin, bahwa Parlemen jang seka- rang ini hanja sebagai penghalang sadja dalam usahanja mengatur Negara, baiklah Pemerintah berterus terang. Barangkali lebih ksatria, kalau Pemerintah mengusulkan kepada Kepala Negara supaja. Par- lemen disuruh pulang sadja !

Mendengar hal 2 seperti ini, ada orang jang selalu berkata: „ Negara kita masih muda. Sabar !" Soalnja, bukan tidak mau sabar ! Soalnja, ialah apakah kita akan terus main sandiwara sebagai badut, atau bagaimana ? !

// „ Don Ouichotterie" Kesudahannja mereka di Den Haag itu berunding djuga ! Urusan protokol jang keseleo sudah dianggap selesai. Para anggota delegasi kita sudah dapat membelalakkan matanja. Tidak lagi diang- gap sebagai serombongan turis jang kesasar. Soal pembeslahan sen- djata Belanda dari kapal Blitar dan Talisse sudah disalurkan oleh

Pemerintah kita, menurut resep jang lazim, suatu panitia dari tiga menteri, untuk „ dipeladjari". Sudah diadakan pertukaran nota ! Ke-

ke-dua 2 nja, walaupun sama 2 „ pijnlijk getroffen" menjatakan kesedia- an untuk „ mentjari hubungan jang baik antara kedua negara". Dan sekarang perundingan sudah dimulai. Dimulai pada tanggal p e n j u d a h i perundingan ! Pihak kita memulai perundingan dengan sembojan jang sudah terkenal: „ Unie perlu dihapuskan dengan maksud mentjapai hubungan jang lebih baik dan sehat antara kedua negard'. Kita belum tahu, apa- kah nanti Dr. Blom akan mengulangi lagi pertanjaannja: „ Djika soal Unie sudah selesai, sedangkan soal Irian belum, apakah djaminannja bahwa hubungan jang baik itu tidak akan mendjadi buruk kembali ? " .

Pertanjaan jang sematjam itu akan aneh sekali ! Se-olah 2 „ pertjintaan" itu dapat di-djamin 2 terlebih dahulu begitu sadja. Manusia matjam manakah jang dapat mendjamin „ tjinta" atau „ harmoni" seperti jang dimaksud olehnja ? Walaupun andai kata soal Irian djuga beres, tidak ada jang dapat mendjamin, bukan ?

Satu sjarat jang minimum bagi satu perundingan, ialah bahwa kedua pihak jang bersangkutan mempunjai kepertjajaan jang minimum pula, bahwa lawan berundingnja akan setia kepada tanda tangan jang dibubuhnja dan akan mendjalankan semua kewadjiban jang telah dite- tapkan dalam perdjandjian dengan kedjudjuran jang diharapkan dari padanja sebagai satu bangsa jang tahu akan harga diri. Jakni selama lawannja tidak berchianat terhadap perdjandjian itu.

Kalau ini jang dikehendaki oleh pihak delegasi Belanda, maka pihak Indonesia tidak boleh ragu 2 mendjawabnja. Tiap 2 hak dan kewadjiban jang sudah mendjadi perdjandjian Negara, kita akan hargai penuh, dengan tjara zakelijk. Sesuatu perdjandjian hanja akan diubah atau dihabisi dengan perundingan menurut tatatertib jang lazim. Apakah memenuhi kewadjiban itu akan berlaku dengan penuh „ ketjintaan" atau tidak, itu lain perkara ! Dan jang demikian tidak mendjadi sjarat bagi memulai perundingan ! Siapa jang dapat mengatakan bahwa Amerika dan Rusia sekarang ini saling „ tjinta- mentjintai" ?! Akan tetapi perhubungan diplomatiknja tetap ada, dan

kewadjiban 2 mereka sebagai negara dan negara mereka penuhi, atas dasar zakelijk. Dalam pada itu ada satu tjara berpikir dikalangan kita sendiri jang sepintas lalu kedengarannja tegap dan „ tegas", akan tetapi 304 kewadjiban 2 mereka sebagai negara dan negara mereka penuhi, atas dasar zakelijk. Dalam pada itu ada satu tjara berpikir dikalangan kita sendiri jang sepintas lalu kedengarannja tegap dan „ tegas", akan tetapi 304

Padahal, djika kedjadian jang sematjam itu, Unie tak usah diuni- lateralkan lagi. Sebab jang hendak di-unilateralkan itu, sudah tidak ada lagi, sebagai hasil perundingan. Paling banjak orang akan dapat menolak perubahan bentuk hubungan antara Indonesia-Belanda (tanpa Unie) itu nanti. Dan kalau rentjana perubahan ditolak, maka jang asal dengan sendirinja hidup kembali, jakni hubungan dengan bentuk Unie.

Tapi kalau orang memang amat senang kepada pembatalan uni- lateral 2 -an kenapa nanti, sesudahnja perundingan-penghapusan Unie itu berhasil ? Lebih logis sekarang sadja, tanpa berunding perkara Unie lebih dulu.

Kita bukan orang jang ingin mempertahankan Unie. Unie seperti sekarang ini adalah suatu barang mati tak bisa hidup, paling banjak ibarat adju 2 ditengah sawah, bagi sebagian hewan menakutkan, tapi bagi manusia menertawakan. Makin lekas didapat jang lebih normal, lebih „ waarachtig" lebih baik. Djalan untuk menghilangkan Unie sudah terbuka. Djalani djalan jang lazim itu !

Tetapi kita berkeberatan bila orang hendak membawa Negara kita menurutkan pikiran jang ber-liku 2 tidak berketentuan udjung pangkalnja. Kita berkeberatan bila Negara disuruh bermain dipanggung dunia seperti badut atau Don Quichot.

19 Djanuari 1951