KESUNGGUHAN PEMERINTAH INI TIDAK TERLIHAT DALAM MENJELESAIKAN PEMILIHAN-UMUM.

9) KESUNGGUHAN PEMERINTAH INI TIDAK TERLIHAT DALAM MENJELESAIKAN PEMILIHAN-UMUM.

D ja n gka w a k t u b a r u s eger a a k a n d iu m u m k a n .

D a la m k et er a n ga n n j a k epa d a „ P ed om a n " M oh. N a t s ir

m en ja - takan,

b er - s u n ggu b * untuk m en j eles a ik a n

p em iliha n - u m u m p a da

ga im a n a k es u n ggu ha n n ja u n t u k m en y elen gga r a ka n K on p er en s i

A s ia - A f r ik a , m a ka in s j a A lla h pem iliha n - u m u m it u

a ka n s eles a i s eb elu m b u la n A gu s t u s n a n t i.

Akan tetapi sajangnja, kesungguhan Pemerintah dalam menjelesai- kan pemilihan-umum itu tidak terlihat. Atas pertanjaan bagaimana djika Pemerintah masih akan menunda pemilihan-umum sampai achir tahun ini, Moh. Natsir menjatakan bahwa Pemerintahlah jang bertanggung- djawab terhadap semuanja itu.

Tentang panggilan Djaksa Agung terhadap kedua pemimpin Ma- sjumi, jaitu Mr. Burhanudin Harahap dan M. Isa Anshary, Natsir me- njatakan, bahwa dalam soal itu Kedjaksaan Agung telah mendjalankan tugas dan kewadjibannja sebagai alat Pemerintah, sedangkan kedua pe- mimpin Masjumi itupun telah melakukan kewadjibannja pula, apa jang mereka rasa perlu untuk dilakukan.

Harian Pedoman, Djakarta

16 M aret 1953

EKONOMI NASIONAL DJADI „ TRAGEDI NASIONAL".

R es olu s i P . N . l. a da la h k es eda r a n j a n g s u da h k a s ip .

A p a j a n g d ika t a ka n oleh p iha k op os is i du a t a hu n jang

k e- 511

la lu la lu

Adjaran Islam dalam Republik Indonesia. Untuk menjempurnakan kemerdekaan bangsa dan Negara jang „ belum mempunjai pedoman tegas", kita akan meneruskan djihad me- nurut jang diridai Tuhan dengan tertib dan teratur.

Kita akan berusaha melaksanakan adjaran 2 Islam dalam kepriba- dian hidup bangsa kita, dalam masjarakat Negara Republik Indonesia sesuai dengan apa jang diridai Tuhan. Pemilihan-umum jang akan datang ini adalah merupakan djalan bagi kita kearah itu.

Keadaan ekonomi sekarang. Natsir menggugat masalah ekonomi dan keuangan Negara dewasa ini. Dua tahun jang lalu ketika Kabinet sekarang mulai mengajunkan langkah untuk memimpin Negara kita, pihak oposisi telah memperingat- kan supaja djangan sembrono mengeluarkan uang Negara. Sebab sekali waktu nanti, Pemerintah tidak dapat bekerdja, jakni tidak dapat mem- bajar gadji pegawai kalau tidak mentjetak uang lebih banjak. Karena kalau Pemerintah sekarang ini, — jang djuga Pemerintah dari kaum oposisi —, tenggelam, maka kita semua akan turut serta tenggelam !

Tetapi semua andjuran 2 tsb., ketika itu disambut dengan tertawa oleh golongan Pemerintah di Parlemen. Sekarang apa jang dikatakan oleh pihak oposisi dua tahun jang lalu itu telah mendjadi kenjataan satu demi satu. Ekonomi nasional jang didjalankan sekarang adalah ekonomi serampangan dan tidak berentjana. Ia bukan mendatangkan kemakmuran nasional, tetapi „ tragedi nasional" .

Dalam keadaan seperti sekarang ini, Pemerintah masih lagi memin- ta izin untuk mentjetak uang 7 miljard rupiah. Dan melihat gelagatnja mungkin sekali Parlemen akan menerimanja. Karena dalam Parlemen kita sekarang orang hanja menghitung djumlah kepala sadja, bukan isi kepala, kata Natsir.

Kalau dua tahun jang lalu golongan Pemerintah menertawakan pihak oposisi mengenai andjuran 2 soal keuangan dan ekonomi ini, maka se- karang, baik Pemerintah maupun pihak oposisi tidak lagi dapat tertawa, melihat keadaan. Dalam hubungan ini Natsir menjebut tentang resolusi

P.N.I. baru 2 ini jang dikatakannja suatu „ kesadaran jang sudah kasip", tetapi walaupun demikian kami masih menjatakan sjukur.

Sari pidato dalam rapat umum di M akassar, 23 Djuni 1953

KEMAKMURAN MENURUT ISLAM. Bukan hidup jang diratjuni oleh dmdam-kesumat antara satu

golongan dengan golongan jang lain.

Menurut Natsir, pembangunan Negara dan perekonomian Negara harus dikoordinir dan disesuaikan dengan pendidikan. Pendidikan jang berdasarkan intelektualisme se-mata 2 seperti jang pernah didjalankan dizaman pendjadjahan, hanja akan menghasilkan tenaga 2 buruh, bukan menghasilkan orang 2 jang sanggup bekerdja dan berinisiatif sendiri.

Dari desa lari kekota. Keadaan jang berlaku sekarang, tidak berapa berbeda dengan masa

pendjadjahan, orang masih lebih memilih sekolah 2 umum dari pada sekolah 2 kedjuruan. Kalau ada djuga jang beladjar di-sekolah 2 kedjuruan seperti pada S.T.M. maka tenaga 2 tsb. telah diidjonkan kepada perusa- haan 2 asing, persis seperti petani 2 jang mengidjonkan padinja sebelum padi itu dapat dipanen. Idjon dalam pendidikan ini terkenal sekarang dengan nama „ beasiswa" atau ikatan dinas.

Tenaga 2 jang seperti ini tentu sadja tidak dapat diharapkan untuk turut langsung terdjun dalam lapangan pembangunan Negara dalam arti kata jang luas.

Jang lebih mengchawatirkan lagi, adalah terlalu banjaknja pemuda 2 desa lari kekota untuk memburuh, sedangkan desa jang mendjadi dasar pembangunan Negara ditinggalkan sepi.

Ber-dujun 2 orang 2 tua, pak tani didesa menjekolahkan anak 2 -nja dikota, dengan harapan setelah mereka tamat anak 2 itu akan kembali kedesa. Tetapi anak 2 itu setelah menamatkan peladjarannja tidak sudi lagi kembali kedesanja untuk menjerahkan kepandaian dan ketjakapan- nja kepada masjarakat didesa, melainkan mereka lebih senang memburuh

di-kota 2 dengan penghasilan jang tidak seberapa. Kemakmuran menurut Islam.

Selandjutnja atas pertanjaan mengenai kemakmuran menurut Islam, oleh Natsir dikatakan, bahwa Islam mendasarkan susunan masjarakatnja kepada keseragaman, jang di Indonesia terkenal dengan istilah gotong- rojong.

Pokok pikiran Islam dalam hal ini ialah „ hidup dan memberi hidup" . Orang harus memasukkan modal guna produksi proses, jang memberi

Djuga Islam tidak mendasarkan kemakmuran itu kepada hidup jang diratjuni oleh dendam-kesumat, dengki dan bentji antara suatu golongan dengan golongan jang lain.

Islam berdasarkan kepada adjaran, mengangkat si lemah dari kele- mahannja dan menimbulkan tanggung-djawab individu terhadap masja- rakat dan tanggung-djawab masjarakat terhadap anggotanja.

Ringkasan t)eramah didepan mahasiswa Fa- kultas Ekonomi di Palembang, 18 Djuli 1953.

Harian Pedoman, Djakarta

BUKAN

A RA K2 -AN, SLOGAN 2 DANGKAL DAN BUKAN PULA