DJANGAN TERHENTI TANGAN MENDAJUNG, NANTI ARUS MEMBAWA HANJUT.

1. DJANGAN TERHENTI TANGAN MENDAJUNG, NANTI ARUS MEMBAWA HANJUT.

Dulu:

kehilangan, rasa mendapat, kini : mendapat rasa kehilangan.

Hari ini, kita memperingati hari ulang-tahun Negara kita. Tang- gal 17 Agustus adalah hari jang kita hormati. Pada tanggal itulah, pada 6 tahun jang lalu, terdjadi suatu peristiwa besar di Tanah Air kita. Suatu peristiwa jang mengubah keadaan seluruhnja bagi sedjarah bang- sa kita.

Sebagai bangsa, pada saat itu, kita melepaskan diri dari suasana pendjadjahan berpindah kesuasana Kemerdekaan. Dalam djiwa bangsa kita jang djumlahnja 70 djuta itu, bergemuruh semangat revolusi jang total di-tiap 2 pendjuru Tanah Air. Saat kita mulai meletuskan revolusi itu, merupakan suatu keadaan baru, jang sungguh 2 luar biasa. Luar biasa menurut pandangan kita sendiri, dan lebih luar biasa dalam pandangan luar negeri. Pada saat itu, seluruh kita madju kemuka dengan tidak pernah melengong kekiri dan kekanan, tak pernah mengingat bahaja dan derita jang akan ditanggung, akibat perdjuangan itu. Kita berdjuang melaksanakan revolusi dan bertempur dimedan pertempuran bergelimang darah, dengan djiwa penuh, sema- ngat bulat.

Walaupun kita baru mulai mentjoba hidup baru, dan hidup baru itu belumlah merupakan kepastian, karena hebat dan dahsjatnja reaksi musuh untuk membatalkan Proklamasi kita, namun bangsa kita selu- ruhnja, sudahlah jakin dengan bulatnja, bahwa Indonesia takkan kembali lagi mendjadi negara dan bangsa djadjahan.

Kita memandang Proklamasi itu, adalah buah dari kejakinan jang bulat. Tak dapat diganggu-gugat lagi. Ia akan tumbuh dan berakar dan se-lama 2 -nja akan kita miliki sampai achir zaman. Tak seorangpun dian- tara bangsa kita jang ragu 2 , akan kebenaran Proklamasi itu. Kalaupun ada, maka rasanja dapat dihitung dengan djari, ialah dari pihak orang 2 jang sebenarnja berdjiwa budak.

Karena semangat jang demikian dipunjai dan dimiliki oleh bangsa kita, maka segala kesulitan dapat dihadapi dan diatasi. Semua orang menjediakan dirinja dengan ichlas. Uangnja, harta bendanja, anaknja,

Mereka tak pernah merasa rugi. Tak pernah merasa kehilangan, tetapi sebaliknja mereka merasa mendapat dan beruntung. Rumahnja dibakar musuh, hatinja gembira, ia merasa beruntung. Harta bendanja habis untuk perdjuangan, ia tertawa senjum !

Mereka kehilangan, tetapi rasa mendapat! Suatu hal jang aneh, tetapi benar telah kedjadian dan kita saksikan. Perdjuangan revolusi, menimbulkan d jiwa jang besar. Rugi jang tak ter-kira 2 dirasakan keuntungan dan kehormatan besar. Semua orang meniadakan dirinja untuk kepentingan masjarakat ! Bangsa Indonesia, merupakan suatu beton jang telah berpadu-satu. Batu dan pasir, semen dan kapur sebagai bagian 2 -nja, tak pernah lagi kelihatan. Bersatu-padu dalam satu tekad. Tidak ada perbedaan pendi- rian, perbedaan ideologi, jang kelihatan. Tak ada perselisihan paham antara kaum desa dan kaum kota, antara kaum pergerakan dan kaum pe- gawai, antara golongan kiri dan golongan kanan. Semuanja bersatu-padu dalam satu ideologi negara, ialah merebut Kemerdekaan dari tangan pendjadjah.

Kita melihat bermatjam barisan jang didirikan oleh rakjat jang anggotanja mati dimedan pertempuran untuk mentjapai Kemerdekaan. Kita melihat ulama 2 Islam mengeluarkan fatwa perang sabilnja, dan ikut berkuah darah dalam medan pertempuran bersama barisan Hizbullah dan Sabilillah.

Dengan sendjata bambu runtjing atau golok belaka, mereka madju kemuka. Tak banjak perundingan, tak banjak perhitungan. Mereka jakin menang. "Walaupun sebenarnja keadaan mereka di- dalam kelemahan, dipandang dari sudut materiil, tetapi dari sudut djiwa dan moril, tjukup kuat dan perkasa.

Perdjuangan jang dilakukan, tidak punja perhitungan, menurut ke- mestian strategi jang biasa dipakai, akan tetapi djustru karena itulah, orang tidak mempedulikan bahaja, dan achirnja sebagai kita lihat, perdjuangan kita mendapat hasil jang sangat memuaskan.

Walaupun kesulitan selama pertempuran itu, dirasakan begitu be- sarnja, dan kurban begitu banjaknja jang kita berikan, baik harta mau- pun djiwa, tetapi semua itu se-akan 2 tidak dirasakan sama sekali. Semua itu didukung oleh satu hasrat, satu Idee-besar, jakni: me- lepaskan diri dari pendjadjahan untuk mentjapai kemakmuran

Kini ! Telah 6 tahun masa berlalu. Telah hampir 2 tahun Negara kita

memiliki kedaulatan jang tak terganggu-gugat. Musuh jang merupakan kolonialisme, sudah berlalu dari alam kita. Kedudukan bangsa kita telah merupakan kedudukan bangsa jang merdeka. Telah sedjadjar de-

ngan bangsa 2 lain didunia. Telah mendjadi anggota Keluarga Bangsa 2 . Penarikan tentara Belanda, sudah selesai dari Tanah Air kita. Rasanja sudahlah boleh bangsa kita lebih bergembira dari masa 2 jang lalu. Dan memang begitulah semestinja ! Akan tetapi apakah jang kita lihat sebenarnja ? Masjarakat, apabila dilihat wadjah mukanja, tidaklah terlalu ber-

seri 2 . Seolah 2 ni'mat Kemerdekaan jang telah dimiliknja ini, sedikit sekali paedahnja. Tidak seimbang tampaknja laba jang diperoleh dengan sambutan jang memperoleh !

„ M endapat seperti kehilangan" . Kebalikan dari saat permulaan revolusi. Bermatjam keluhan ter-

dengar waktu ini. Orang ketjewa dan kehilangan pegangan. Perasaan tidak puas, perasaan djengkel dan perasaan putus asa, menampakkan diri.

Inilah jang tampak pada saat achir 2 ini, djusteru sesudah hampir 2 ta- hun mempunjai Negara merdeka dan berdaulat. Dahulu mereka girang gembira, sekalipun hartanja habis, rumahnja terbakar atau anaknya tewas dimedan pertempuran, kini mereka muram dan ketjewa sekalipun telah hidup dalam satu Negara jang merdeka,

jang mereka inginkan dan tjita 2 -kan sedjak berpuluh dan beratus tahun jang lampau. Mengapa keadaan berubah demikian ? Kita takkan dapat memberikan djawab atas pertanjaan itu dengan

satu atau dua perkataan sadja. Semuanja harus ditindjau kepada per- kembangan dalam masjarakat itu sendiri. Jang dapat kita saksikan ialah beberapa anasir dalam masjarakat sekarang ini, diantaranja :

Semua orang menghitung pengurbanannja, dan minta dihargai. Sengadja di-tondjol 2 -kan kemuka apa jang telah dikurbankannja itu, dan menuntut supaja dihargai oleh masjarakat. Dahulu, mereka berikan pengurbanan untuk masjarakat dan sekarang dari masjarakat itu pula mereka mengharapkan pembalasannja jang setimpal. Memang tiap 2 orang tentu ada andilnja dalam perdjuangan revolusi ini, dalam artian pengurbanan. Harta, tenaga dan keluarga, seperti diterangkan diatas !

Tiap orang merasakan punggung jang tak bertutup, periuk jang tak berisi.

Sekarang telah timbul penjakit bachil. Bachil keringat, bachil waktu

Hanja musuh saudara bertukar rupa dan bertukar tempat. Dahulu musuh diluar menghadapi saudara dengan terang 2 -an, sekarang musuh jang didalam diri jang meremukkan kekuatan bangsa mendjadi bubuk. Sudahkah turut pula saudara dihinggapi penjakit lesu hingga mu- lai bersikap masa bodoh terhadap apa jang terdjadi disekeliling sau- dara ?

Sudahkah saudara turut pula kena penjakit bachil menjingsingkan lengan badju dan bachil mentjutjurkan keringat ? Sudahkah turut tumpul pula perasaan saudara membedakan hak dengan batil ? Sudahkah turut pula saudara „ mentjari diri" , memperhitungkan djasa dan laba ? Sudahkah turut pula saudara merasa djiwa jang kosong, sunji dari tjita 2 , jang pada satu saat pernah tjita 2 itu mendjadi penggerak bagi segenap pikiran dan anggota badan saudara, mendjadikan saudara dina- mis, penuh inisiatif ?

Sudahkah saudara beranggapan, tugasku telah selesai dan sekarang ialah zamannja mem-bagi 2 laba dari hasil perdjuangan jang telah lalu?

Saudara !

Kalau demikian, saudara telah mulai termasuk pada golongan orang jang mendapat, akan tetapi kehilangan. Saudara baru berada ditengah arus, tetapi sudah berasa sampai ditepi pantai. Dan lantaran itu tangan saudara berhenti berkajuh, arus

Bagi saudara akan berlaku firman Ilahi dalam surat An-Nur, ajat 39 : „Amal mereka ibarat fatamorgana dipadang pasir; disangka oleh

musafir jang kehausan sumber air jang sedjuk, tapi demi ia sampai ketempat itu ia tak menemui air setetes djuapun" .

Saudara akan ibarat musafir dipadang pasir jang terik itu dan tak akan menemui idam 2 -an, akan tetapi jang akan ditemui ialah hukum Allah sebagai akibat dari pada usaha jang salah-dasar dan tidak mem- punjai rentjana.

Maukah saudara terlepas dari pada genggaman arus itu ? Untuk ini perlu saudara berdajung. Untuk ini saudara harus bera- ni mentjutjurkan keringat. Untuk ini saudara harus berani menghada- pi lapangan perdjuangan jang terbentang dihadapan saudara, jang ma- sih terbengkalai.

Kemiskinan masjarakat di-tengah 2 kekajaan alam kurnia Ilahi, kelesuan batin dan kekosongan djiwa dari budi pekerti dan tjita 2 jang tinggi, di-tengah 2 ketjemerlangan palsu jang menjilaukan mata, bahaja desintegrasi dan kekatjauan jang sedang mengantjam, jang digerakkan oleh tangan jang bersembunji, semua ini merupakan suatu lapangan perdjuangan jang berkehendak kepada ketabahan hati dan keberanian !

Perdjuangan ini hanja dapat dilakukan dengan enthousiasme jang ber-kobar 2 dan dengan keberanian meniadakan diri serta kemampuan untuk merintiskan djalan dengan tjara jang berentjana. Usaha besar jang kita hadapi pada waktu ini, telah pernah kita hadapi dengan kerelaan menerima segenap konsekwensinja. Dan per- djuangan jang terbentang dihadapan kita ini, tidak kurang berkehendak kepada keberanian untuk menegakkan kedudukan bangsa dan falsafah hidupnja, djuga dengan segenap konsekwensinja dengan berupa „ke-

ringat, air mata dan darah" .

Dan djikalau pada saat ini kita bergembira dan kegembiraan itu bersumber kepada rasa bahagia dan kehormatan karena ikut memikul konsekwensi dari perdjuangan, dengan elan dan enthousiasme jang meng- hiasi djiwa kita bersama, maka perajaan 17 Agustus ini adalah mem- punjai arti jang sebenarnja.