PERDJUANGAN NASIB BURUH.

4. PERDJUANGAN NASIB BURUH.

Sesudahnja revolusi nasional kita sampai pada taraf diakuinja ke- daulatan oleh dunia atas Indonesia, sebagai hasil perdjuangan dalam la- pangan politik, dengan sendirinja pergolakan jang telah bangun itu berpindah lapangan kepada sosial dan ekonomi. Satu perkembangan

jang galib di-tiap 2 negara muda, jang baru lepas dari pendjadjahan ialah masih tinggalnja satu keadaan masjarakat jang pintjang dalam lapangan sosial dan ekonomi. Usaha menghapuskan kepintjangan 2 itu serta mentjari keseimbangan, berkehendak kepada proses jang tidak

sunji dari pergolakan 2 pula.

Dengan mendadak bangsa kita menghadapi soal 2 kehidupan dipel- bagai lapangan, — perdagangan, agraria, perburuhan dan produksi umumnja —, jang berkehendak kepada pemetjahan selekas mungkin.

Pergolakan dalam lapangan ini, chususnja dilapangan perburuhan, dari susunan masjarakat kolonial, sama sekali tidak meninggalkan dasar bagi pemetjahan soalnja. Tidak dalam lapangan organisasi perburuhan-

rija dan tidak dalam lapangan per-undang 2 -annja. Jang ditinggalkannja hanjalah golongan buruh jang tak tersusun dengan upah jang amat murah dan kepintjangan serta ketegangan 2 antara buruh dan madjikan jang lama tertekan dalam masjarakat kolonial. Perdjuangan untuk memperbaiki nasib buruh adalah satu hal jang logis, jang tak dapat dipisahkan dari perdjuangan mentjapai kemerde- kaan umumnja. Perdjuangan itu merupakan satu bagian dari usaha

besar untuk meletakkan sendi 2 baru bagi susunan kehidupan bangsa umumnja. Ini perlu ditegaskan lebih dahulu, sebagai salah satu pangkal pikiran .

Dalam hubungan ini ternjata ada 3 hal jang mempengaruhi djalan- nja perkembangan. Pertama: Lambatnja pikiran madjikan meninggalkan tjara berpi- kirnja jang telah berurat-berakar berpuluh tahun sampai sekarang dan lambatnja mereka menjesuaikan pandangannja kepada situasi jang sudah berubah sama sekali dan tidak ada persiapan dalam tata-tjara perusahaan

(bedrijfsleiding) untuk menghadapi pergolakan 2 jang pasti akan timbul itu. Apalagi pihak perusahaan 2 jang dikendalikan oleh orang 2 „ tempo dulu", jang telah pernah bekerdja disini dari zaman tatkala poenale sanctie masih meradjalela. Mereka ini lekas sekali melihat tiap 2 tun- 314 (bedrijfsleiding) untuk menghadapi pergolakan 2 jang pasti akan timbul itu. Apalagi pihak perusahaan 2 jang dikendalikan oleh orang 2 „ tempo dulu", jang telah pernah bekerdja disini dari zaman tatkala poenale sanctie masih meradjalela. Mereka ini lekas sekali melihat tiap 2 tun- 314

Ketegangan antara buruh dan madjikan jang telah ada dan terda- pat di-mana 2 , dinegeri kita bertjampur dan bertambah tadjam lagi oleh perbedaan bangsa antara buruh dan pengusaha. Djadi ia tidak mempu- njai aspek ekonomis se-mata 2 , tetapi bertjampur dengan konflik ke- bangsaan. Tidak heran, perletusan dari ketegangan demikian, amat mu- dah sekali timbulnja. Menimbulkan dan menstimulir konflik antara bu- ruh dan madjikan setiap saat jang dikehendakinja, adalah sesuatu jang

gampang sekali bagi orang 2 jang mempunjai kepentingan dalam terus- menerusnja ada kekatjauan dalam produksi di Indonesia, dan agar tidak lekas tertjapainja stabilisasi dalam soal perburuhan ini menurut tjara 2 jang teratur. Larangan kepada buruh bekerdja lembur djustru diwaktu tanaman tembakau perlu kepada kontinuitet tembakau; larangan untuk menerima tambahan upah jang sudah dituntut dan sudah disetudjui oleh buruh dan madjikan (B.P.M.), tidak lagi dapat diterima sebagai

langkah memperdjuangkan nasib buruh se-mata 2 . Semua sudah berubah kepada memakai buruh sebagai alat untuk mentjapai satu tudjuan po- litik, dari para pemimpinnja sendiri, jang diarahkan kepada lumpuhnja produksi disini dan terus-menerusnja keadaan katjau dalam negeri. Bagi mereka ini jang perlu, bukan pendidikan para buruh, agar mereka ini insaf akan kedudukannja sebagai faktor produksi, bukan meninggikan deradjat ketjerdasan dan ketjakapan mereka agar bertambah tinggi pres- tasi kerdjanja dan dengan demikian mendapat dasar stabil untuk per- baikan nasib. Tidak, akan tetapi jang penting bagi mereka ialah terus- menerus menjalanja hidup perasaan mendongkol terhadap madjikan

jang membandel, sehingga ketegangan ini dapat se-waktu 2 meletus be- rupa pemogokan dan lock-out atau tertutupnja sumber produksi dan mata pentjaharian bagi ribuan buruh, (di Djawa Timur dan lain 2 ). Ketiga: Masih kekurangannja Negara kita dilapangan per-undang 2 - an untuk mendjadi dasar bagi penjelesaian soal perburuhan dalam hu- 316 jang membandel, sehingga ketegangan ini dapat se-waktu 2 meletus be- rupa pemogokan dan lock-out atau tertutupnja sumber produksi dan mata pentjaharian bagi ribuan buruh, (di Djawa Timur dan lain 2 ). Ketiga: Masih kekurangannja Negara kita dilapangan per-undang 2 - an untuk mendjadi dasar bagi penjelesaian soal perburuhan dalam hu- 316

Mengambil oper schema dari lain 2 negeri setjara dogmatis me- ngandung bahaja. Dengan segala kemiskinan kita dalam lapangan per- undang 2 -an ini, Republik Indonesia mendadak dikonfrontasikan dalam soal perburuhan jang tadjam, jang timbul berupa pemogokan 2 jang di- atur sistematis ber-gelombang 2 . Dalam keadaan demikian Pemerintah terdorong kepada satu kedudukan kemari salah ! Akibat dari aksi 2 itu, jaitu puluhan ribu buruh kehilangan mata pentjaharian dan djatuh morilnja mendjadi pentjuri getah, teh dan lain 2 , lantaran weerstandsfonds tak ada sama sekali, rupanja bagi sebagian dari pemimpin pemogokan itu bukan soal !

Strategi mereka ialah menjuburkan rasa mendongkol dan perasaan ketjil tertindas-terpentjil (minderwaardigheidscomplex) dalam kelas bu- ruh. Dari sini mudah dikobarkan overcompesatienja dengan sembojan buruh tenaga pokok, jang dapat dipergunakan mempertadjam tuntutan, seperti perlop 14 hari setahun buat semua buruh dengan gadji penuh

dan pengangkutan gratis dan lain 2 .

Satu soal raksasa. Ketiganja merupakan soal 2 raksasa jang perlu kepada pemetjahan

dengan tjara sistematis. Tetapi keadaan mendesak ! Dan lantaran itu harus diambil tindakan 2 sementara untuk „ mengatasi kesulitan semen- tara". Undang 2 Darurat Penjelesaian Pertikaian Perburuhan diadakan untuk itu. Akan tetapi mudah dimengerti, bahwa soal perburuhan bu- kanlah se-mata 2 soal bagaimana menjelesaikan konflik atau soal meng- elakkan pemogokan sadja. Apa jang ada sekarang ini bukan permulaan akan tetapi ekor ; udjung dari pada satu rentetan per-undang 2 -an jang meliputi tiap 2 soal jang timbul dalam dunia buruh dan madjikan, jang, dalam kedudukan kedua pihak sama penting dilapangan produksi umumnja.

Dalam keadaan demikian, amat mudah pula terdjadi hal 2 jang gandjil dalam melaksanakan peraturan 2 darurat itu. Ada jang disebab- kan oleh karena kurang mampunja alat 2 Pemerintah untuk mengatasi keadaan. Dibalik itu kepintaran beberapa pemimpin buruh mempergu- nakan peraturan dari instansi 2 Pemerintah itu, djustru sebagai sendjata jang baik sekali untuk mempertadjam perdjuangan mereka. Dalam hal ini turut-tjampurnja tangan Pemerintah dengan berupa kata keputusan un- tuk mengachiri konflik, seringkah merupakan tendens mentjari djalan

dengan ter-gopoh 2 kearah rintangan jang paling lemah (de weg van

de minste weerstand) se-mata 2 .

Sikap P4 di Surabaja umpamanja, jang memutuskan supaja pihak madjikan menerima satu peraturan upah, jang pada hakikatnja lebih

wenang 2 . Dan lekasnja P 4 di Pusat memperkuat keputusan panitia lokal itu dengan antjaman, kalau tidak dipenuhi, akan „ diambil tin- dakan 2 dalam lapangan ini", memperkuat pendapat kita diatas. Perasaan tjemas, rasa kehilangan dasar dan besarnja kemungkinan timbulnja ketjele jang „ setimpal", membuktikan bahwa hukum tempat berdiri dikalangan pengusaha 2 , diperbesar kegontjangannja dengan dja- lan perkembangan seperti ini. Bagi pengusaha soalnja bukan lagi se- mata 2 apakah upah dapat dinaikkan sekian pitjis, akan tetapi apakah setelah upah dinaikkan itu ada djaminan bagi kepastian produksi dalam djangka jang agak pandjang, apa tidak !

Dan apalagi pengusaha terutama jang besar 2 , lambat laun ingin mentjari lapangan untuk modalnja diluar Indonesia, didaerah Afrika dan lain 2 -nja, dapatlah dimengerti ! Ini tentu soal mereka ! Modal djuga mengenal kebangsaan. Akan tetapi dibalik itu harus dipikirkan pula bahwa soalnja bagi mereka, rentabiliteit ini tidak didjamin dan tidak ada ketentuan akan adanja ketenteraman dalam produksi buat waktu jang agak lama.

Kenjataan pahit.

Bukan soal pemogokan se-mata 2 .

Soal perburuhan bukan soal pemogokan se-mata 2 . Bukan soal pemogokan jang harus diredakan dengan terus menambah upah sekali tiga bulan, jang terlepas dari hubungan struktur ekonomi kita keselu- ruhannja.

Selama soal ini tidak dipetjahkan setjara integral, selama itu di- negeri kita akan terdjadi pertentangan mati 2 -an antara kerdja dan modal asing, jang melumpuhkan segala usaha pembangunan dan mem- bahwa kedjurang inflasi dan kemelaratan. Penjelesaiannja hanja dapat ditjapai dengan usaha jang serentak dari pelbagai golongan.

Golongan pertama pihak madjikan. Dikalangan ini perlu ada per- ubahan sikap. Sjarat 2 untuk mendjadi pemimpin perusahaan disini, ada lebih dari pada se-mata 2 ketjakapan tehnis, dan ketjakapan mendjual hasil produksi dengan harga se-baik 2 nja. Ia harus dapat memahamkan djiwa masjarakat disini jang sudah berubah. Tjara 2 jang lama dalam perusahaan, dimana buruh hanja dilihat sebagai alat produksi, tak dapat dipertahankan lagi.

Disini perlu ada orang jang mempunjai fantasi jang dapat melihat, manusia dalam buruh sebagai partner jang penting dalam produksi.

Menjusun satu blok madjikan seperti jang pernah ditjoba beberapa wak- tu jang lalu untuk menghadapi blok buruh, bukan satu langkah jang mendekatkan kepada perbaikan, akan tetapi sebaliknja, dan menun-

djukkan satu sikap jang asing dari pengertian akan keadaan 2 jang se- sungguhnja. Soal nasib buruh bukanlah soal buruh se-mata 2 , akan te- tapi berdjalin dengan kepentingan madjikan sendiri. Sewadjarnja me- reka aktif dan mengambil inisiatif untuk mentjari djalan 2 memperbaiki kedudukan buruh.

Funksi sosial dalam masjarakat. Soal fonds sakit, soal djaminan hari tua, soal latihan bagi buruh supaja mereka dapat meningkat kederadjat jang lebih tinggi, soal ke- mungkinan memberi kesempatan kepada Pemerintah, jang harus mem-

pergunakan peraturan 2 tersebut, adalah soal 2 untuk mengatasi keadaan. Dibalik itu kepintaran Pemerintah duduk dalam management, semua ini mereka kaum madjikan tahu, bukanlah soal 2 jang asing di-negeri 2 lain. Soal jang sematjam itu, djuga disini harus mentjapai pemetjahan- nja, lekas atau lambat! Dan pemetjahan jang sebaiknja, bukanlah ber- tanding kekuasaan atau paksaan pemogokan, akan tetapi pemetjahan jang didasarkan kepada penjangkutan akan realitet, keinginan dari pi- hak madjikan untuk aktif menjumbangkan pikiran dan tenaga mentja- pai satu suasana kerdja jang tenteram dan „ social-security-nja". Itulah „ funksi sosial" madjikan dalam masjarakat Indonesia ini.

Ada barangkali orang jang tertawa dan mengatakan bahwa itu semua tidak dapat diharapkan dari „ kaum kapitalis". Dan ada djuga jang dalam hati ketjilnja, malah mengharapkan supaja djangan ada per- ubahan sikap jang demikian. Akan tetapi soal ini tidak dapat di- selesaikan dengan cinisme sematjam itu. Ia harus dihadapi dengan hati jang sungguh dan kemauan jang tak boleh padam untuk kepentingan buruh sendiri.

Pengusaha 2 jang tidak mampu melihat bahwa jang demikian ini adalah satu kepastian jang tak dapat dielakkan, dan tidak dapat melihat bahwa kepentingannja sendiri berdjalan dengan funksi sosialnja itu, pengusaha seperti itu, tak akan ada lapangan baginja lagi.

Perlu ada kesedaran baru. Dikalangan serikat buruh dan buruhnja sendiri perlu pula ada ke- sadaran baru. Mereka tak rela diper-kuda 2 oleh kapitalis 2 . Disamping itu mereka djangan rela pula diper-kuda 2 oleh sentimen 2 jang mengge-

geri. Tidak ada keuntungan apa 2 jang didapat oleh buruh dalam ke- adaan jang sematjam itu. Tidak buat pembangunan kemakmuran rakjat dalam djangka pendek, tidak untuk pembangunan ekonomi nasional dalam djangka pandjang.

Adalah kewadjiban dari pemimpin buruh mendidik buruh supaja sadar akan harga dirinja sebagai manusia, disamping sadar pula akan tanggung-djawabnja kepada masjarakat.

Hak dan tanggung-djawab tak dapat ditjeraikan satu sama lain. Kerdja bukanlah se-mata 2 satu barang dagangan jang harus didjual de- ngan harga sekian pitjis satu djam. Tetapi ia mempunjai nilai sendiri bagi tiap 2 orang, satu kebutuhan sendiri bagi kehidupan pribadi seorang sebagai manusia.

Tugas serikat 2 buruh. Adalah tugas bagi serikat 2 buruh menumbuhkan kegiatan sendiri, oto-aktivitet dikalangan buruh, menjusun organisasi 2 buruh berupa koperasi 2 dan jajasan 2 dengan tjara jang rapi. Dengan demikian mem- pertinggi kepertjajaan buruh akan tenaga sendiri dan melepaskan me- reka dari perasaan ketjil, jang se-mata 2 mendjadi alat mati, jang bisa hanja menadahkan tangan menuntut hadiah ini dan hadiah itu. Sendjata mogok sekalipun, kalau akan dipakai, hanja akan berha- sil baik, bila tjukup sjarat 2 untuk bertahan lama. Sendjata pemogokan jang diandjurkan serampangan, hanja merupakan boemerang jang melan- tur kembali pada buruh sendiri.

Kedudukan Pemerintah nasional dalam hubungan ini sudah terang. Undang 2 jang diperlukan, ialah jang akan mendjadi dasar bagi tertja- painja pertemuan jang sehat dari kedua golongan diatas. Tjampur ta- ngannja bukanlah untuk mentjari arah dimana jang paling lemah rin-

tangannja. Dia harus mentjari antara kepentingan 2 kedua belah pihak dan semuanja dilihat dari apa jang dinamakan : kepentingan negara, jakni memperkokoh sendi 2 sosial ekonomi bangsa seluruhnja. Tenaga 2 lain dalam masjarakat dan diluar golongan buruh dan madjikan, tidak dapat melepaskan dirinja dari soal perburuhan ini. Mereka akan terse-

ret kedalamnja, mau tak mau oleh akibat 2 bentrokan buruh dan madjik- an jang terus-menerus. Soal perburuhan bukan satu dunia sendiri jang terpisah. Pemimpin 2 partai perlu mengubah pandangannja terhadap kaum

Jang diperlukan untuk memperbaiki nasib buruh ialah sumbangan

saluran 2 jang lebih solider. Harus memilih satu dari dua alternatif, satu dari dua lingkaran jang tak berudjung-pangkal. Jang satu merosotnja produksi dan ter- sangkutnja pengangkutan barang 2 — bertambah tegangnja perbandingan harga keperluan hidup dan upah — ketegangan antara buruh dan ma- djikan, jang beralasan atau jang sengadja dikobarkan — kelesuan dan pesimisme dikalangan pengusaha, asing atau Indonesia, beralasan atau

tidak — tertutupnja sumber 2 produksi — timbulnja pengangguran besar 2 -an — inflasi terus-menerus — kemiskinan di-tengah 2 kekajaan

alam, dengan segala akibat 2 nja.

Jang satu lagi berupa: Kesadaran dipihak pengusaha akan peru- bahan dan perkisaran jang tak dapat dielakkan dalam perkembangan sosial dan ekonomi dinegeri ini — kesadaran dipihak buruh akan ke- wadjiban dan tanggung-djawabnja disamping hak dan tuntutan — suasa- na saling-mengerti antara kedua pihak sebagai partners — timbulnja ketenteraman bekerdja dan harapan baru dilapangan produksi dan apa- rat ekonomi umumnja — bertambah tingginja tingkat kehidupan buruh sedjalan dengan meningkatnja kemampuan masjarakat umum, — dan bertambahnja sumber produksi dan kekajaan nasional.

Apakah alternatif jang kedua ini dapat ditjiptakan ? Tidak bisa, bila soal memperbaiki nasib buruh ini dilihat terlepas

dari perdjuangan menjusun sendi 2 perbaikan ekonomi dan sosial selu- ruhnja. Tidak bisa, bila memperdjuangkan nasib buruh dianggap mono- poli bagi buruh dan pemimpinnja se-mata 2 sedang Pemerintah mem- batasi dirinja dengan tjampur tangan menjudahi tiap 2 pemogokan dengan kata keputusannja. Tidak bisa, bila perdjuangan nasib buruh ini dikendalikan oleh mereka jang bertaklid buta kepada dogma 2 jang tua dan lapuk — dogma, „ Verelendung" dari kelas buruh, jang diimpor dari negeri asing — dan jang sudah lama tak laku lagi. Ditangan me- rekalah hakikatnja tidak menjukai lekas tertjapainja suatu penjele-

saian sosial dilapangan buruh ini, lantaran tiap 2 perbaikan jang mem- beri kepuasan bagi buruh, mereka lihat sebagai ratjun melumpuhkan semangat buruh.

Djustru terus-menerusnja ketidak-puasan, kedjengkelan, dan min- derwaardigheidscomplex dikalangan buruh itulah bagi mereka merupa-

jang tidak disadari oleh buruh 2 jang dikerahkannja.

Bisa, bila perdjuangan memperbaiki nasib buruh ini sudah dilihat dalam rangkaiannja dengan perdjuangan sosial dan ekonomi jang lebih luas. Bisa, dengan kerdjasama jang aktif antara buruh, pengusaha,

Pemerintah dan tenaga 2 ahli dalam masjarakat, dengan mendekati soal ini dari pelbagai aspek. Dengan ni pasti akan dapat ditempuh tjara penjelesaian jang lebih menumbuhkan harapan dan plan nasional, dari- pada dengan tjara tekan-menekan dan hantjur-menghantjurkan kekajaan materil dan moril dari bangsa kita.

Susunan jang sebenarnja, bakat dan djiwa dari masjarakat dan bangsa kita tjukup mengandung dasar 2 dan kemungkinan untuk me- rintiskan djalan sendiri jang lebih segar dan menarik itu.

27 Oktober 1951