PELIHARALAH KEDJERNIHAN BERPIKIR.

25. PELIHARALAH KEDJERNIHAN BERPIKIR.

Presiden Sukarno mensinjalir, bahwa menurut keterangan jang di- perolehnja sebagai Presiden, ada beberapa pemimpin jang „ men- djual negara". Pekerdjaan „ mendjual negara" ini dihubungkannja dengan usaha membubarkan Kabinet. Dengan demikian Presiden menuduh, bahwa usaha dari oposisi untuk mengganti Kabinet ini adalah atas suapan dari luar negeri.

Pada mulanja orang tentu menjangka, bahwa tidaklah mungkin Presiden mengadakan satu tuduhan jang begitu berat, kalau belum ada bukti 2 pada Kedjaksaan Agung jang tjukup, sehingga orang 2 terse- but dapat dimadjukan kedepan pengadilan. Dan rakjat seluruhnja, sesudahnja sinjalemen itu berhak untuk mengetahui setjepat mungkin, siapa jang dimaksud oleh Presiden, sebab tuduhan itu bukanlah tuduhan serampangan jang dilemparkan oleh orang sembarangan. Sedangkan bentuk dan tjara melemparkan tuduhan itu mau-tak-mau dirasakan

se-akan 2 ditudjukan kepada orang jang tidak menjetudjui Kabinet se- karang. Akan tetapi keterangan susulan jang kita dengar dari Presiden atas pertanjaan dari PIA menundjukkan, bahwa jang dimaksud oleh Presiden itu hanjalah untuk menghukum moril dimuka ramai, oleh karena, kata beliau, orangnja tidak dapat dihukum setjara biasa.

Djadi soalnja mendjadi terbalik ! Orang mendapat kesimpulan, bahwa duduk perkara ialah begini: bahwa ada beberapa orang jang ditjurigai (entah siapa ?), tetapi Kedjaksaan Agung tidak bisa men-

dapat bukti 2 , hingga orang itu tidak dapat dimadjukan kemuka penga- dilan. Maka oleh karena itulah, Presiden ingin menghukum moril dimuka ramai !

Andai kata benar demikian, maka timbul pertanjaan: Kalau me- mang Presiden sudah tahu, dan orang itu tidak dapat dimadjukan kedepan pengadilan, kenapa kalau mereka hendak dihukum moril,

lalu dilemparkan tuduhan dengan setjara umum, sehingga orang 2 jang sama sekali tidak apa 2 , merasa turut terfitnah ?

Sesudah soal ini mendjadi omongan ramai, maka pihak Kedjaksaan Agung memberikan keterangan, bahwa kedjahatan jang disinjalir oleh Presiden itu adalah masuk perhatian Kedjaksaan Agung dan penjeli- dikan belum selesai. Kalau memang demikian maka sinjalemen jang

Pendeknja, djikalau kita menurutkan logika jang biasa, maka kita akan bertemu dengan ber-matjam 2 paradox jang sama sekali tidak bisa dimengerti. Sehingga satu 2 -nja kesimpulan, jang umum dapat mene- rimanja, ialah, bahwa pidato Presiden itu adalah masuk dalam rang- kaian sematjam psychological warfare, perang urat sjaraf, jang memang semendjak berapa waktu jang lalu sudah mulai dinegeri kita ini !

Salah satu dari pada simptom psychological warfare itu ialah, bahwa semendjak beberapa waktu di Djakarta ada sematjam kampanje bisik 2 , jang membisikkan se-olah 2 djuga sdr. Mr. Jusuf Wibisono telah menerima sebahagian dari wang sogok itu jang menurut bisik 2 itu djuga diterima oleh Mr. Tadjuddin Noor untuk sama 2 mendjatuhkan Kabinet. Bisik 2 ini, di-bisik 2 -kan pula, dan „ dapat dibuktikan" oleh satu taperecorder jang diputar oleh Mr. Djody Gondokusumo, dalam mana seorang Tionghoa menuduhkan jang demikian itu. Ini rupanja jang

diperedarkan kepada orang 2 jang mau mendengarnja dan menerus- kan bisik 2 itu kepada kawan 2 -nja. Fitnah bisik 2 dengan setjara litjin ini, hanja dapat diberantas de- ngan satu djalan, jaitu menantang dengan tjara terang dengan tidak ber-bisik 2 . Oleh karena itu sdr. Mr. Jusuf Wibisono telah melakukan tantangan itu dimuka umum, supaja kalau memang taperecorder jang dimaksud itu ada dan authentiek, supaja alat 2 Negara djangan me- nunggu satu menitpun, tetapi hendaklah segera mengambil tindakan terhadap dirinja. Dan apabila nanti ternjata tidak benar, maka ia akan minta pertanggungan-djawab dari jang berkuasa.

Sesudah itu sekarang dengan perantaraan bisik 2 pula, dibisikkan bahwa orang jang mendengarkan sendiri taperecorder itu tidak men- dengar nama sdr. Mr. Jusuf Wibisono itu di-sebut 2 oleh taperecorder jang katanja ada itu ! Oleh rangkaian semua kedjadian ini, suasana dengan sendiri- nja bertambah runtjing, sedangkan belum dapat ditaksir sampai kemana akibatnja keruntjingan ini nanti. Sebab keruntjingan jang ada

sekarang bukanlah keruntjingan politis menurut dasar 2 jang sehat dan spelregels (tata-tjara permainan) jang fair dan djudjur, akan tetapi

sudah merosot kepada tjara 2 jang tjurang dan serong.

Persimpang-siuran didalam paham 2 politik adalah satu hal jang biasa dalam Negara demokrasi dan tidak usah mengchawatirkan. Dan djikalaupun tempo 2 pertentangan itu merosot kepada tjara 2 jang

partai, maka pertentangan 2 itu dapat dikendalikan dan disalurkan, se- hingga tidak membahajakan Negara. Kedudukan jang sematjam itu sampai sekarang adalah kedudukan Presiden jang seringkah disebutkan oleh chalajak ramai „ Bapak Negara" . Istilah „ Bapak Negara" bukan satu istilah juridis, akan tetapi satu istilah jang menggambarkan rasa batin jang hidup didalam kalbu rakjat.

Adapun jang tragis dalam hubungan ini ialah, bahwa dengan pida- tonja di Palembang itu, Presiden Sukarno sudah jactis melepaskan ke- dudukannya jang demikian itu, jakni sebagai „ Bapak Negara" tempat memulangkan soal, dan memilih tempat pada salah satu dari pada

partai 2 jang bertentangan itu sendiri. Kesuburannja provokasi dan tuduh-menuduh jang diperingatkan oleh Pimpinan Partai setahun jang lalu kepada seluruh keluarga Ma- sjumi, rupanja sekarang sudah hampir kepada puntjaknja. Oleh karena

itu seluruh keluarga Masjumi, haruslah lebih 2 merapatkan barisan dan bersipat waspada. Peliharalah kedjernihan berpikir ! Inna 'llaha mdana.