commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Televisi merupakan salah satu sarana hiburan yang dekat dengan masyarakat. Sekarang, hampir setiap rumah memiliki media komunikasi
audiovisual ini. Selain harganya yang murah, siarannya pun kini dapat menjangkau ke seluruh pelosok tanah air. Semua program acara dapat
dinikmati oleh masyarakat tanpa pandang lokasi geogafis, budaya dan sosial ekonomi.
Kemudahan-kemudahan tersebut menjadikan televisi sebagai ‘teman dekat’ masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Nielsen tahun 1993
menunjukkan rata-rata remaja menonton televisi 3-5 jam per hari. Penelitian tersebut juga menemukan fakta anak-anak menghabiskan waktu 28 jam per
minggu di depan layar televisi. Jika dihitung dari 6 hari waktu di sekolah yaitu 42 jam per minggu, waktu untuk menonton televisi hampir dua kali dari
jumlah waktu di sekolah. Maka tidak heran, apabila acara televisi sangat melekat
dibenak pemirsa
yang berpengaruh
perilaku http:www.agbnielsen.netwherewearedynPage.asp?lang=localid=321co
untry=Indonesia, 13 Desember 2009. Tingginya kebutuhan akan hiburan, menginspirasi pengusaha untuk
menjadikan media audio visual ini sebagai lahan bisnis. Saat ini, di Indonesia telah berdiri 11 stasiun televisi baik pemerintah atau swasta, yaitu TVRI,
RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, ANTV, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro 1
commit to user 2
TV dan TV One. Dari ke-11 stasiun televisi tersebut, hanya TVRI saja yang merupakan stasiun televisi milik pemerintah. Sedangkan yang lainnya
merupakan stasiun televisi milik swasta. Program-program dipasang pada jam-jam yang sesuai dengan segmen
pemirsa. Seperti yang diungkapkan oleh Hargrave dalam Patricia Holland 1997: 20, Television Handbook:
Like architecture of a house, the viewer can watch This Morning in the kitchen, Corronation Street with the family in the living room; later the
kids go off to bed and Mum and Dad settle down to strong narrative drama at nine; News at Ten is there for the late working professional
and the set’s still on in the bedroom after 10.30 for the teenage kids.
Program acara yang ringan ditempatkan pada jam-jam pagi, acara drama utamanya disajikan untuk orang tua sehingga mengambil jam malam.
Acara berita ditempatkan pada jam 10 malam dengan segmen para pekerja profesional yang mempunyai waktu kerja hingga malam.
Realitas simbolik pada media merupakan proses pengumpamaan suatu obyek dan subyek dalam masyarakat sehingga muncul persepsi umum yang
mengibaratkan pelaku dan fenomena tersebut ke dalam fenomena yang telah dan pernah terjadi sebelumnya. Realitas simbolik ini terjadi karena adanya
eksploitasi oleh media massa.Kuntowijoyo:1987 Ernest Cassirer dalam Kuntowijoyo 1987 menyebutkan tuturan
simbolik televisi merupakan konversasi dari dunia material, dunia sosial, dan dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia. Televisi mengubah dan
mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas media televisi. Media menentukan bagaimana suatu realitas empirik diformat, dikemas
commit to user 3
dengan trik-trik kamera, editing, yang membuat suatu “materi” tampil menarik, membentuk cerita baru tentang realitas: realitas simbolik di media.
Salah satu program utama yang ditayangkan di televisi adalah sinetron. Pada penelitian ini mengambil Sinetron Inayah yang ditayangkan di Indosiar,
pada jam primetime yaitu pukul 19.30-21.00 WIB. Realitas simbolik di media yang digambarkan adalah, cerita tentang seorang gadis bernama Inayah, yang
berasal dari keluarga miskin, mempunyai banyak anggota keluarga dan dililit banyak hutang. Dan diceritakan juga seorang saudagar kaya yang bernama
Romo Doso, yang tertarik memperisteri Inayah dengan iming-iming semua hutang keluarga Inayah dilunasi oleh Romo Doso, padahal Romo Doso sendiri
sudah mempunyai tiga isteri. Akhirnya keluarga Inayah memaksa Inayah menerima lamaran Romo Doso,hingga terpaksa Inayah tinggal dengan ketiga
isteri Romo Doso dirumahnya. Kehadiran Inayah sebagai anggota keluarga baru di rumah Romo Doso menimbulkan kecemburuan bagi ketiga isteri
Romo Doso yang lain. Mereka berupaya dengan segala cara untuk menyingkirkan Inayah, baik secara langsung ataupun dengan menghasut
suami mereka agar membenci Inayah. Karena keinginan untuk menyingkirkan Inayah inilah yang kemudian memancing kekerasan yang tidak hanya
dilakukan oleh perempuan tetapi juga laki-laki dalam sinetron Inayah. Studi Alan Landsburg salah seorang produser acara televisi paling
sukses di Amerika menyatakan hanya ada tiga tema dalam setiap program drama yang disukai audiens yaitu: seks, uang dan kekuasaan. Tiga tema
tersebut merupakan daya tarik yang dapat mendorong pemirsa mengikuti
commit to user 4
program drama. Erica Panjaitan : 2006 . Tema-tema sinetron yang sukses ditayangkan di televisi Indonesia juga memiliki ketiga tema tersebut. Lebih
lanjut, Alan Landsburg mengatakan bahwa suatu program drama atau komedi yang memiliki salah satu atau gabungan tiga tema tersebut akan mendapatkan
pondasi yang kuat untuk mendapatkan audiens. Pada sinetron bersambung lebih banyak muncul kekerasan psikologis sebanyak 48, sinetron lepas atau
serial sebanyak 43,38 dan sinetron gabungan sebanyak 41,05 Cakram, 2008:14.
Tabel 1 Frekuensi Bentuk Kekerasan Sinetron 2007-2008
Serial Lepas
Gabungan Kekerasan Fisik
23.53 19.79
25.14 Kekerasan Psikologis
43.85 48.66
41.05 Kekerasan Financial
2.71 1.97
2.87 Kekerasan Relasional
12.00 6.66
10.97 Kekerasan Seksual
2.95 1.70
2.80 Kekerasan Spiritual
0.99 0.08
0.79 Kekerasan Fungsional
7.43 10.29
9.13 Bentuk Kekerasan
Sumber: Cakram, Edisi 289-032008 Data tersebut merupakan contoh yang terjadi pada sinetron saat ini
yang dapat digunakan sebagai perbandingan untuk masalah kekerasan yang terjadi pada sinetron bersambung. Kekerasan telah menjadi porsi utama dalam
plot dan adegan sinetron, bukan lagi semata bumbu untuk memunculkan kontras dan konflik. “Kekerasan adalah inti dari cerita itu sendiri”.
commit to user 5
Bagi semua stasiun televisi, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB dianggap sebagai waktu utama prime time, yakni waktu yang dianggap
paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton
televisi. Karenanya tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan. Tidak semua program primetime layak untuk dinikmati. Penelitian Gerbner
pada 1972 memperlihatkan, program prime time TV mengandung sedikitnya 8 adegan kekerasan. Penelitian Gerbner yang lebih mutakhir 1986
memperlihatkan, adegan kekerasan muncul setiap 4 menit sekali. Kemungkinan, frekuensi dan selang pemunculannya kini lebih sering Effendy
: 17 Sinetron Inayah sendiri menjadi penting diteliti karena banyak
menampilkan adegan-adegan kekerasan didalamnya. Sinetron Inayah yang telah ditayangkan oleh Indosiar banyak menampilkan kehidupan kekerasan
dalam poligami secara bersambung terdapat 229 episode, padahal Indosiar juga merupakan media elektronik yang mempunyai tugas untuk membentuk
masyarakat. Sinetron itu bahkan ditayangkan dalam waktu utama, waktu yang dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan.
Di negeri ini posisi perempuan dan anak dalam keluarga secara kultural cukup rentan terhadap kekerasan. Kerentanan ini semakin terlihat saat
suami memutuskan untuk berpoligami. Banyak perempuan dan anak yang lantas menjadi korban dalam kehidupan rumah tangga, baik dalam hal
pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologis. Data menunjukkan
commit to user 6
bahwa pada tahun 2008 terdapat 102 kasus kekerasan yang diakibatkan oleh poligami. Kekerasan suami terhadap isteri-isteri yang dipoligami http:
www.jurnalperempuan.comindex.phpangka_kekerasan_akibat_poligami_tin ggi : 14 Desember 2009. Meskipun terbukti mengakibatkan banyak
penderitaan bagi perempuan dan anak, masyarakat masih menganggap poligami sebagai sebuah kelaziman. Sri Natin, peneliti di PSW UGM, melihat
bahwa para orang tua yang mempunyai anak pempuan yang dinikahi secara poligami umumnya tidak keberatan, bahkan terkadang justru berharap
mendapatkan “tuah” dari pelaku poligami yang berasal dari kelas sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. “Di masyarakat adat sepertinya ada pandangan
sah-sah saja orang yang melakukan poligami karena ada ukuran kepantasan atau kelayakan jika seseorang itu melakukannya, yaitu jika mereka merupakan
orang terpandang dan mempunyai banyak kelebihan.” Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan Hasan 2009: 402
menyimpulkan bahwa perkawinan di Malaysia adalah: This study demonstrates Malay Muslim women’s understanding of
single hood is very much related to Islamic religious teachings and Malay cultural norms. Both promote marriage and family as the
fundamental unit that makes up a society. Thus, the life of a woman as a member of that society is predetermined by their roles within
marriage and family institution. This leaves single women at a marginal position as they do not fulfil the role of wives and mothers.
However, single women manage to still define themselves within familial role by being responsible daughters. At the same time they
develop their self-concept as respectable individuals by being successful career women.
commit to user 7
Artinya kurang lebih yaitu di Malaysia, ada diskriminasi bagi wanita dalam perkawinan Antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga
mempunyai perbedaan tangggung jawab dan hak. Kewajiban wanita dalam perkawinan sudah ditentukan oleh masyarakat berdasarkan norma-norma
budaya dan agama. yaitu mengatur rumah tangga. Diskriminasi dalam perkawinan tetap terjadi meskipun sudah ada
undang-undang, laki-laki lebih menguasai perempuan dan karena diskriminasi tersebut membuat laki-laki bertindak semena-mena terhadap isteri, termasuk
melakukan pernikahan lebih dari satu perempuan. Sinetron ini banyak menampilkan adegan kekerasan yang bisa
dipersepsi secara salah, sehingga bisa berakibat kurang baik terhadap masyarakat. Persepsi yang salah bisa mendorong masyarakat untuk meniru
realitas simbolik pada media, seperti kekerasan atau poligami dianggap tindakan yang wajar. Padahal dalam realitas sosialnya tidak seperti itu.
Siaran berisi kekerasan yang ditayangkan di televisi menimbulkan persepsi bagi penonton. Robbins 2002: 460 berpendapat bahwa persepsi
merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh
individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya.
Pengertian tersebut searah dengan pendapat Sjoberg dan Engelberg 2009: 333, dengan kutipannya sebagai berikut:
In this paper we deal with risk perception in a perspective of social conflict over risks and societal activities. The perspective will mainly
commit to user 8
be psychological. Some authors have criticized psychological work on risk perception for being too much concerned with individuals. It is
claimed that the really important risk perception to study is the one held by managers or administrators and politicians, make the
important decisions about risks, see eg. While it is learly true that it is important to study such influential groups we believe that a study of
public opinion is also essential. Risk research has one of its early origins in a wish to understand public risk perception. In turn, this
goal was seen as important because people did not perceive some socially important technologies as safe, in spite of experts’ assurances
that they were. It has even been claimed that the present society is extremely safe, and that public concern about risk.
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa persepsi didefinisikan
sebagai suatu
proses yang
ditempuh individu-individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera individu agar memberi
makna kepada lingkungan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa apa yang dipersepsikan seseorang dapat juga berbeda dari kenyataan yang objektif.
Persepsi individu terhadap kenyataan mengandung risiko apabila persepsi tersebut bersifat positif dan ditindaklanjuti dengan perilaku yang mengandung
risiko. Sebagai tontonan pada waktu primetime, maka pengaruh realitas
simbolik di media pada Sinetron Inayah itu pasti ada. Menurut Walgito 2000 efek yang ditimbulkan dari persepsi ada 3 macam:
1. Menambah ilmu pengetahuan. Dengan adanya tayangan Sinetron Inayah di Indosiar, mampu menambah pengetahuan masyarakat tentang kehidupan
rumah tangga, khususnya poligami. 2. Meniru. Audience cenderung meniru realitas simbolik di media, dalam hal
ini banyaknya adegan kekerasan yang terdapat pada Sinetron Inayah dan
commit to user 9
cerita tentang poligami yang dibesar-besarkan, memancing audience untuk ingin meniru apa yang ada dalam tayangan tersebut.
3. Mengubah sikap dan perilaku. Setelah ingin meniru apa yang ada dalam tayangan itu, tidak menutup audience untuk merubah sikap dan perilaku
mereka, sehingga menganggap kekerasan itu wajar dalam kehidupan berumah tangga, dan poligami menjadi hal yang mudah dilakukan.
Maka audience mempersepsikan secara positif dan negatif. Persepsi penonton yang positif yaitu audience meminta agar tayangan Sinetron Inayah
diteruskan penayangannya karena jalan ceritanya yang mudah dipahami dan banyak menampilkan artis idola masyarakat, sedangkan bagi yang merespon
negatif akan protes dan meminta agar tayangan sinetron itu dihentikan karena terlalu banyak menampilkan adegan kekerasan yang tidak layak ditayangkan.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pemirsa lebih selektif dalam menonton program acara televisi terutama sinetron. Dan memiliki pedoman
yang kuat dan ilmu pengetahuan yang memadai agar mereka dapat membedakan mana yang layak untuk ditonton dan mana yang harus diabaikan.
Demikian juga untuk para pengelola stasiun televisi, agar lebih teliti dan cermat dalam menentukan acara yang layak untuk ditonton. Sehingga acara
yang disiarkan bukan saja menghibur tapi juga menambah wawasan. Penelitian ini akan difokuskan pada tahap persepsi khalayak,
mengambil dari tiga sisi responden yaitu dari sisi Masyarakat umum, Lembaga Sosial Masyarakat, dan dari sisi Ormas Agama Islam, menerima dan
commit to user 10
mengolah stimuli dari Sinetron Inayah melalui proses komunikasi intrapersonal.
B. Rumusan Masalah