commit to user 123
sesama manusia, termasuk dalam menyelesaikan maslah dengan musyawarah.
“Islam adalah rahmatan lil `alamin itu, teduh, ramah, santun indah, penuh cinta serta menghimpun atau mengayomi dari
semua paham-paham di dalam internal Islam itu sendiri. Solidaritas antar-umat Islam harus ditumbuhkan. Sekarang kita
mesti berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, sehingga orang lain merasakan dan menemukan Islam sebagai agama
perdamaian, agama persaudaraan, agama saling menjamin, dan menghargai kehidupan sesama manusia. Oleh sebab itu, dalam
menyelesaikan masalah tidak perlu dilakukan dengan kekerasan, tetapi dilaksanakan secara musyawarah sehingga tidak
merugikan orang lain” Sumber: Rodhiyah Hadirin, Amd. Wawancara13 Februari 2010.
Ajaran agama Islam yang dapat membawa perdamaian kadang
kurang dipahami oleh sebagian pemeluknya sehingga timbul persepsi dan sikap yang salah mengartikan ajaran agama, seperti pendapat
Solichan padakutyipan berikut: “Sekarang ini banyak orang salah mengartikan istilah “jihad”,
kebanyakan orang masih berasumsi pada kekerasan dan pertumpahan darah. Kalangan “muslim radikal” lebih banyak
memaknai jihad dengan perang dan segala bentuk kekerasan. Padahal, jihad memiliki makna yang luas, mencakup seluruh
aktivitas yang membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Jihad yang kontekstual, di samping meningkatkan solidaritas
sesama umat Islam, kerjasama internal perlu digalakkan, terutama kerjasama” Sumber Ibu Hj. Solichan wawancara
tanggal 15 Februari 2010
5. Tanggapan Ormas tentang faktor yang mempengaruhi kekerasan
Ormas Islam tentu saja menentang adanya kekerasan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kekerasan, diantaranya tidak memahami ajaran agama, kurangnya komunikasi dan budaya patriarki yang berkembang di masyarakat.
commit to user 124
a. Tidak memahami ajaran agama Hj. Rodhiyah hadirin, seorang responden dari Aisyiah Solo
berpendapat bahwa kekerasan yang terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama. Karena menurutnya
didalam islam tidak ada penyelesaian masalah dengan cara kekerasan. “dalam islam tidak ada yang namanya kekerasan. Orang yang
melakukan kekerasan dalam bentuk apapun, mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang agama. Semua bisa
diselesaikan secara baik-baik, tidak perlu dengan emosi.” Sumber: Rodhiyah Hadirin, Amd. Wawancara13 Februari
2010. Hj. Nur Hidayah, ketua Muslimat NU Solo juga berpendapat
sama, jika ajaran agama tidak diterapkan dalam keseharian, maka seseorang akan gampang menjadi goyah dan tidak ada pegangan
hidup. “ketika seseorang kurang memahami ajaran agama, dia jadi
tidak ada pegangan hidup,sesuatu yang ditakuti. Dia akan jadi gampang goyah, seperti kekerasan juga begitu. Dipengaruhi oleh
pemahaman agama yang kurang, sehingga pelaku merasa ringan saja untuk melakukannya.”. Sumber Ibu Hj. Nur Hidayah
wawancara tanggal 14 Februari 2010
b. Kurangnya Komunikasi Menurut beberapa responden yang telah diwawancarai, Dalam
kehidupan, komunikasi merupakan faktor penting dalam membina hubungan antar sesama. Seorang satu harus mengerti cara
berkomunikasi dengan seseorang lainnya, dan masyarakat. begitu pun sebaliknya. Ketika komunikasi kurang, maka juga akan memicu
commit to user 125
timbulnya kekerasan. Seperti dikatakan Hj. Solichan, salah satu responden.
“kekerasan itu terjadi karena komunikasi yang kurang. Kalau antara mereka sudah kurang komunikasinya, tidak bisa bicar
yang enak, ya jadi bentak-bentakan, marah marah dan buntutnya melakukan kekerasan.” Sumber Ibu Hj. Solichan wawancara
tanggal 15 Februari 2010 Hj. Rodhiyah hadirin juga mendukung pendapat diatas tentang
kurangnya komunikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kekerasan. “hubungan komunikasi yang buruk tentu saja akan sangat
mengganggu kelancaran ya. Menjadi saling tidak memahami satu sama lain, saling menyalahkan tanpa tau apa mau masing-
masing pasangan, tapi tidak mau dibicarakan. Ini akan memicu kekerasan.” Sumber: Rodhiyah Hadirin, Amd. Wawancara13
Februari 2010.
c. Budaya patriarki yang berkembang di masyarakat. Patriarki adalah budaya yang dibangun di atas dasar struktur
dominasi dan sub ordinasi yang mengharuskan suatu hirarki di mana laki-laki dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma. Hj. Nurhidayah
berpendapat, sosok laki-laki yang dianggap sosok prima, maskulinitas, yang mengcitrakan keberanian, tegas dalam bertin-dak, sosok yang
harus dipatuhi, dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan, akan menyebabkan laki-laki
menyepelekan perempuan dan berpotensi melakukan kekerasan. “ selama ini budaya yang sudah terlanjur terbentuk adalah sosok
pria sebagai sosok prima, maskulinitas, yang mengcitrakan keberanian, tegas dalam bertin-dak, sosok yang harus dipatuhi,
dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan. Kalau seperti ini akan merendahkan
perempuan dan memicu laki-laki untuk melakukan kekerasan.”.
commit to user 126
Sumber Ibu Hj. Nur Hidayah wawancara tanggal 14 Februari 2010
Hj. Rodhiyah Hadirin, salah seorang responden lain juga
berpendapat faktor penyebab terjadinya kekerasan adalah budaya patriarki yang masih kuat sehingga laki-laki dianggap paling dominan,
baik di dalam keluarga maupun lingkungan sekitar, sehingga mendorong tingginya temperamental laki-laki dan bisa melakukan
kekerasan. “budaya patriarki ini yang mendorong terjadinya kekerasan.
Bagaimana tidak?
Laki-laki selalu
ditempatkan diatas
perempuan, bukannya menyalahi kodrat sebagai wanita. Tapi seringkali laki-laki jadi tidak menghargai wanita, seenaknya
sendiri dan melakukan kekerasan.” Sumber: Rodhiyah Hadirin, Amd. Wawancara13 Februari 2010.
6. Tanggapan Ormas tentang Kekerasan Perempuan