PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
commit to user
i
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
( Studi Persepsi Terhadap Realitas Simbolik Tentang Kekerasan Poligami Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode Oktober 2009)
Disusun Oleh : Rafiska Primas Sekar
NIM : D 0205111
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
PERSETUJUAN
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
( Studi Persepsi Terhadap Realitas Simbolik Tentang Kekerasan Poligami Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode Oktober 2009)
Oleh:
Nama : Rafiska Primas Sekar NIM : D 0205111
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 15 November 2010
Pembimbing Utama,
Dra. Prahastiwi Utari, Ph. D NIP.19600813 198702 2 001
(3)
commit to user
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
( Studi Persepsi Terhadap Realitas Simbolik Tentang Kekerasan Poligami Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode Oktober 2009)
Oleh:
Rafiska Primas Sekar D 0205111
Telah diuji dan disyahkan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari:
Tanggal: 21 November 2010 Panitia Ujian Skripsi:
1 Ketua Panitia Prof. Drs. H. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D NIP. 19490428 197903 1 001
2 Sekretaris Dra. Christina Tri Hendriyani, M.Si NIP. 19620117 198601 2 001
3 Penguji Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph. D NIP. 131 658 541
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Drs. H. Supriyadi, SN, S.U. NIP. 130 936 61
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
( Studi Persepsi Terhadap Realitas Simbolik Tentang Kekerasan Poligami Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode Oktober 2009)
Adalah karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata di kemudian hari terdapat bukti-bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya yang asli atau sebenarnya.
Surakarta, 15 November 2010
Rafiska Primas Sekar D 0205111
(5)
commit to user
v
MOTTO
“Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama dengan kesabaran, keleluasaan itu bersama dengan adanya
kegelisahan dan sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan.” (HR Tirmidzi)
(6)
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk: Allah SWT yang telah memberikan kehidupan, rejeki, dan pengetahuan
Mama Papa tersayang yang selalu memberi doa di sela-sela sholat malamnya
(7)
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga atas kehendak-Nya, skripsi dengan judul REALITAS
MEDIA TENTANG KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM
POLIGAMI ( Studi Persepsi Khalayak Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan
dalam Poligami yang Direpresentasikan dalam Sinetron Inayah di Indosiar ) dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis hendak menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
2. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang sekaligus Dosen Pembimbing skripsi,
Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D yang telah bersedia memberikan banyak ilmu,
arahan, dan masukan. Tidak kalah penting beliau telah mengajarkan tentang
arti sebuah kesabaran.
3. Drs. Kandyawan selaku Pembimbing Akademis yang tidak henti-hentinya
memberikan semangat pada penulis.
4. Semua staf pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS, atas ilmu yang
telah diberikan selama perkuliahan. Semoga semua ilmu yang telah bapak/ibu
(8)
commit to user
viii
5. Semua pihak narasumber yang telah banyak membantu penulis dalam
penelitian ini, baik itu dari SPEKHam, ATMa, LEHHAMAS, MUI, Muslimat
NU, Aisyiah dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
6. Papa dan Mama, yang telah memberikan kasih sayang, motivasi serta
pengorbanan yang tiada akhir.
7. Adik-adik tersayang Ranggi, Faza, Dipta atas segala keceriaannya.
8. Mas Maharsi Sindu Darmoyo, terimakasih telah menjadi bagian terindah
dalam hidup.
9. Teman-teman Himatin, terimakasih atas segala kenangan manis, air mata dan
canda tawa selama ini.
10.Sahabat-sahabatku, Dian, Astri, Ponda, Nuraini, Hana, Pandu, Nova, Novrida
yang sudah menemani dikala senang ataupun sedih.
11.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas
semua bantuannya.
Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis
berharap bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
Surakarta, 15 November 2010
(9)
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR BAGAN... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Kajian Teori 1. Komunikasi ... 12
(10)
commit to user
x
3. Media Massa ... 18
4. Persepsi ... 21
5. Kekerasan ... 23
6. Poligami ... 26
7. Persepsi Kekerasan terhadap Poligami ... 30
F. Definisi Konseptual ... 32
G. Kerangka Berpikir ... 33
H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian ... 33
2. Metode Penelitian ... 35
3. Lokasi Penelitian ... 36
4. Populasi ... 36
5. Sampel ... 37
6. Teknik Pengambilan Data ... 38
7. Validitas Data ... 39
8. Teknik Analisis Data ... 40
BAB II. GAMBARAN INDOSIAR DAN SUBJEK PENELITIAN A. Gambaran Indosiar 1. Deskripsi Singkat Indosiar ... 44
2. Isi Siaran Indosiar ... 47
B. Tayangan Sinetron di Televisi 1. Pengertian Tayangan Sinetron di Televisi ... 49
(11)
commit to user
xi
C. Subjek Penelitian ... 55
BAB III. PENYAJIAN DATA A. Masyarakat umum terhadap Sinetron Inayah di Indosiar 1. Tanggapan Masyarakat umum terhadap Sinetron Inayah di Indosiar 67 2. Persepsi Masyarakat tentang Poligami Sinetron Inayah ... 70
3. Faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasan dalam poligami Sinetron Inayah ... 75
4. Bentuk-bentuk kekerasan poligami ... 80
5. Tanggapan Masyarakat tentang kekerasan dalam poligami Sinetron Inayah ... 85
B. Tanggapan LSM terhadap Sinetron Inayah di Indosiar 1. Tanggapan LSM terhadap Sinetron Inayah di Indosiar ... 87
2. Tanggapan LSM tentang Poligami ... 90
3. Tanggapan LSM tentang Faktor yang mempengaruhi poligami .... 93
4. Tanggapan LSM tentang Kekerasan ... 96
5. Tanggapan LSM tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan ... 99
6. Tanggapan LSM tentang kekerasan terhadap perempuan ... 102
7. Tanggapan LSM tentang kekerasan dalam poligami ... 104
8. Cara LSM dalam Tindak Kekerasan Poligami ... 107
C. Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam 1. Tanggapan Ormas islam terhadap Sinetron Inayah di Indosiar ... 110
(12)
commit to user
xii
3. Tanggapan Ormas Islam tentang Faktor yang mempengaruhi
poligami ... 118
4. Tanggapan Ormas tentang Kekerasan ... 121
5. Tanggapan Ormas tentang faktor yang mempengaruhi kekerasan . 123
6. Tanggapan Ormas tentang Kekerasan Perempuan ... 126
7. Tanggapan Ormas tentang Kekerasan dalam Poligami ... 129
8. Peran Ormas terhadap kekerasan dalam poligami ... 131
9. Tanggapan tentang Kehidupan Keluarga dalam Islam ... 133
BAB IV. ANALISIS DATA A. Sinetron Inayah Menarik 1. Konsep ... 140
2. Tema Absorbed ... 146
3. Tokoh yang banyak dikenal oleh masyarakat ... 149
4. Alur cerita dianggap mewakili audience ... 153
B. Persepsi Masyarakat tentang Poligami Sinetron Inayah 1. Persepsi Terhadap kekerasan ... 155
2. Persepsi kekerasan Terhadap Perempuan ... 158
3. Persepsi tentang Poligami ... 161
4. Persepsi tentang Kekerasan Poligami ... 163
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi poligami ... 166
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan poligami ... 171
(13)
commit to user
xiii BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 176
B. Saran ... 178
(14)
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
BAGAN HALAMAN
Gambar 1. Bagan Proses Komunikasi ... 14
Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir ... 33
Gambar 3. Bagan Siklus Model Analisis ... 41
Gambar 4. Karakteristik Responden ... 56
Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56
Gambar 6. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... 56 Gambar Adegan Kekerasan...Lampiran
(15)
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 1: Frekuensi Bentuk Kekerasan Sinetron 2007-2008 ... 4
Tabel 2: Identitas Narasumber dari Masyarakat Umum ... 59
Tabel 3: Identitas Narasumber dari LSM ... 62
Tabel 4: Identitas Narasumber dari Ormas Islam ... 65
Tabel 5: Masyarakat Umum, LSM, dan Ormas Islam Tentang Kekerasan Poligami dalam Sinetron Inayah………... 136
(16)
commit to user
xvi ABSTRAK
Rafiska Primas Sekar, D 0205111, Realitas Media Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Poligami (Studi Persepsi Khalayak Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Poligami yang Direpresentasikan dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode oktober 2009), 185 halaman.
Di negeri ini posisi perempuan dalam keluarga secara kultural cukup rentan terhadap kekerasan. Kerentanan ini semakin terlihat saat suami memutuskan untuk berpoligami. Banyak perempuan dan anak yang lantas menjadi korban dalam kehidupan rumah tangga, baik dalam hal pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologis. Tindakan kekerasan dalam poligami dalam kenyataan tersebut digambarkan dalam tayangan sinetron. Akibatnya, tindak kekerasan dalam poligami dipersepsikan secara positif dan negatif oleh pemirsa televisi.
Tujuan penelitian ini untuk melihat persepsi masyarakat secara umum terhadap Sinetron Inayah dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut dan secara khusus dari sudut kelompok masyarakat umum, Lembaga Sosial Masyarakat, dan Ormas Agama Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif kualitatif dengan teknik mengumpulkan data melalui wawancara pada responden masyarakat secara umum, LSM, dan Ormas Islam di Surakartaa. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa interaktif, yaitu tiga komponen analisis data reduction (reduksi data), data display (sajian data) dan data conclusion drawing (penarikan kesimpulan)berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai proses siklus.
Kesimpulan hasil peneltian, yaitu: (1) Secara umum masyarakat mempersepsikan sinetron Inayah, sebagai berikut: Konsepnya rekreatif yang memberi hiburan, menayangkan moral yang negatif tentang peristiwa dalam kehidupan sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Para tokoh dalam sinetron banyak dikenal masyarakat karena memiliki wajah tampan dan cantik. Alur cerita dianggap mewakili audience karena cerita tentang poligami sering ditemui dalam kehidupan. (2) Secara khusus: (a) LSM mempersepsikan kekerasan dalam poligami: Tidak mendukung poligami karena hanya membuat istri menderita, kerasan yang terjadi dalam poligami tidak seharusnya dilakukan, kkerasan tidak akan menyelesaikan masalah, penyelesaian masalah dengan kekerasan hanya akan menyakiti orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam poligami: Suami mempunyai harta berlebih, lingkungan yang mendukung terjadinya poligami, dan ketidakpuasan suami dengan pelayanan istri. (b) Ormas Islam mempersepsikan kekerasan dalam poligami tidak melarang poligami, Agama Islam tidak mengajarkan kekerasan, dan poligami boleh dilakukan apabila suami dapat bertindak adil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam poligami: ketidakpuasan suami dengan pelayanan istri, lingkungan yang mendukung terjadinya poligami, dan tidak memahami makna sebenarnya poligami dalam ajaran Islam.
(17)
commit to user
xvii ABSTRACT
Rafiska Primas Sekar, D 0205111, The Media Reality on the Violence to Women in Polygamy (A Study on the Audience’s Perception on the Violence to Women in Polygamy Represented in Inayah Sinetron in Indonesia Periode 2009 of October ), 185 pages.
In this country the position of women in the family culturally is sufficiently susceptible to the violence. This susceptibility is increasingly visible when the husband decides to make polygamy. Many women and children then become the victim in domestic life, in the term of both physiological and physiological needs fulfillment. Violent action in polygamy in such reality is represented in the sinetron (electronic cinema) show. As a result, the violent action in polygamy is perceived positively and negatively by the television audiences.
The objective of research is to see the society’s perception generally on the Inayah Sinetron and the factors affecting such perception and particularly from the public society group’s perspective, Society Social Institution, and Islamic Society Organization.
The study belongs to an exploratory qualitative research using interview with the society respondent generally, LSM and Islamic Society Organization in Surakarta as the technique of collecting data. Technique of analyzing data used was an interactive one, consisting of three data analysis components: data reduction, display and conclusion drawing in the form of interaction with the several cycle processes of data collection process.
The conclusions of research include: (1) generally the society perceives Inayah Sinetron as follows: Its concept is recreation giving entertainment, showing the negative moral about the event in life so that it is easily understood by the society. The characters of sinetron are known widely by the society because of their handsome and beautiful face. The plot is considered representative for the audience because the story of polygamy is frequently encountered in the life. (2) Particularly: (a) LSM perceives the violence in polygamy. It does not support polygamy because it will make the wife suffering from, the violence occurring in polygamy must not been done, violence will not solve the problem. The problem solving using violence will only hurt others. The factors affecting the violence in polygamy: Husband has surplus wealth, the environment supporting the polygamy occurrence, and husband’s dissatisfaction with wife’s service. (b) Islamic society organization perceives the violence in polygamy not prohibiting polygamy, Islam religion does not teach violence, and polygamy may be done when the husband act justly. The factors affecting the violence in polygamy: husband’s dissatisfaction with wife’s service, the environment supporting the polygamy occurrence, and no knowledge on the actual meaning of polygamy in Islam doctrine.
(18)
commit to user
xviii iii
(19)
commit to user
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP REALITAS SIMBOLIK TENTANG KEKERASAN DI MEDIA
( Studi Persepsi Terhadap Realitas Simbolik Tentang Kekerasan Poligami Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Inayah di Indosiar Periode Oktober 2009)
Disusun Oleh : Rafiska Primas Sekar
NIM : D 0205111
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(20)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Televisi merupakan salah satu sarana hiburan yang dekat dengan
masyarakat. Sekarang, hampir setiap rumah memiliki media komunikasi
audiovisual ini. Selain harganya yang murah, siarannya pun kini dapat
menjangkau ke seluruh pelosok tanah air. Semua program acara dapat
dinikmati oleh masyarakat tanpa pandang lokasi geogafis, budaya dan sosial
ekonomi.
Kemudahan-kemudahan tersebut menjadikan televisi sebagai ‘teman
dekat’ masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Nielsen tahun 1993
menunjukkan rata-rata remaja menonton televisi 3-5 jam per hari. Penelitian
tersebut juga menemukan fakta anak-anak menghabiskan waktu 28 jam per
minggu di depan layar televisi. Jika dihitung dari 6 hari waktu di sekolah yaitu
42 jam per minggu, waktu untuk menonton televisi hampir dua kali dari
jumlah waktu di sekolah. Maka tidak heran, apabila acara televisi sangat
melekat dibenak pemirsa yang berpengaruh perilaku
(http://www.agbnielsen.net/whereweare/dynPage.asp?lang=local&id=321&co
untry=Indonesia, 13 Desember 2009).
Tingginya kebutuhan akan hiburan, menginspirasi pengusaha untuk
menjadikan media audio visual ini sebagai lahan bisnis. Saat ini, di Indonesia
telah berdiri 11 stasiun televisi baik pemerintah atau swasta, yaitu TVRI,
RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, ANTV, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro
(21)
commit to user
TV dan TV One. Dari ke-11 stasiun televisi tersebut, hanya TVRI saja yang
merupakan stasiun televisi milik pemerintah. Sedangkan yang lainnya
merupakan stasiun televisi milik swasta.
Program-program dipasang pada jam-jam yang sesuai dengan segmen
pemirsa. Seperti yang diungkapkan oleh Hargrave dalam Patricia Holland
(1997: 20), Television Handbook:
Like architecture of a house, the viewer can watch This Morning in the kitchen, Corronation Street with the family in the living room; later the kids go off to bed and Mum and Dad settle down to strong narrative drama at nine; News at Ten is there for the late working professional and the set’s still on in the bedroom after 10.30 for the teenage kids.
Program acara yang ringan ditempatkan pada jam-jam pagi, acara
drama utamanya disajikan untuk orang tua sehingga mengambil jam malam.
Acara berita ditempatkan pada jam 10 malam dengan segmen para pekerja
profesional yang mempunyai waktu kerja hingga malam.
Realitas simbolik pada media merupakan proses pengumpamaan suatu
obyek dan subyek dalam masyarakat sehingga muncul persepsi umum yang
mengibaratkan pelaku dan fenomena tersebut ke dalam fenomena yang telah
dan pernah terjadi sebelumnya. Realitas simbolik ini terjadi karena adanya
eksploitasi oleh media massa.(Kuntowijoyo:1987)
Ernest Cassirer dalam Kuntowijoyo (1987) menyebutkan tuturan
simbolik televisi merupakan konversasi dari dunia material, dunia sosial, dan
dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia. Televisi mengubah dan
mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas media (televisi).
(22)
commit to user
dengan trik-trik kamera, editing, yang membuat suatu “materi” tampil
menarik, membentuk cerita baru tentang realitas: realitas simbolik di media.
Salah satu program utama yang ditayangkan di televisi adalah sinetron.
Pada penelitian ini mengambil Sinetron Inayah yang ditayangkan di Indosiar,
pada jam primetime yaitu pukul 19.30-21.00 WIB. Realitas simbolik di media
yang digambarkan adalah, cerita tentang seorang gadis bernama Inayah, yang
berasal dari keluarga miskin, mempunyai banyak anggota keluarga dan dililit
banyak hutang. Dan diceritakan juga seorang saudagar kaya yang bernama
Romo Doso, yang tertarik memperisteri Inayah dengan iming-iming semua
hutang keluarga Inayah dilunasi oleh Romo Doso, padahal Romo Doso sendiri
sudah mempunyai tiga isteri. Akhirnya keluarga Inayah memaksa Inayah
menerima lamaran Romo Doso,hingga terpaksa Inayah tinggal dengan ketiga
isteri Romo Doso dirumahnya. Kehadiran Inayah sebagai anggota keluarga
baru di rumah Romo Doso menimbulkan kecemburuan bagi ketiga isteri
Romo Doso yang lain. Mereka berupaya dengan segala cara untuk
menyingkirkan Inayah, baik secara langsung ataupun dengan menghasut
suami mereka agar membenci Inayah. Karena keinginan untuk menyingkirkan
Inayah inilah yang kemudian memancing kekerasan yang tidak hanya
dilakukan oleh perempuan tetapi juga laki-laki dalam sinetron Inayah.
Studi Alan Landsburg salah seorang produser acara televisi paling
sukses di Amerika menyatakan hanya ada tiga tema dalam setiap program
drama yang disukai audiens yaitu: seks, uang dan kekuasaan. Tiga tema
(23)
commit to user
program drama. (Erica Panjaitan : 2006 ). Tema-tema sinetron yang sukses
ditayangkan di televisi Indonesia juga memiliki ketiga tema tersebut. Lebih
lanjut, Alan Landsburg mengatakan bahwa suatu program drama atau komedi
yang memiliki salah satu atau gabungan tiga tema tersebut akan mendapatkan
pondasi yang kuat untuk mendapatkan audiens. Pada sinetron bersambung
lebih banyak muncul kekerasan psikologis sebanyak 48%, sinetron lepas atau
serial sebanyak 43,38 % dan sinetron gabungan sebanyak 41,05% (Cakram,
2008:14).
Tabel 1
Frekuensi Bentuk Kekerasan Sinetron 2007-2008
Serial Lepas Gabungan
% % %
Kekerasan Fisik 23.53 19.79 25.14
Kekerasan Psikologis 43.85 48.66 41.05
Kekerasan Financial 2.71 1.97 2.87
Kekerasan Relasional 12.00 6.66 10.97
Kekerasan Seksual 2.95 1.70 2.80 Kekerasan Spiritual 0.99 0.08 0.79
Kekerasan Fungsional 7.43 10.29 9.13 Bentuk Kekerasan
Sumber: Cakram, Edisi 289-03/2008
Data tersebut merupakan contoh yang terjadi pada sinetron saat ini
yang dapat digunakan sebagai perbandingan untuk masalah kekerasan yang
terjadi pada sinetron bersambung. Kekerasan telah menjadi porsi utama dalam
plot dan adegan sinetron, bukan lagi semata bumbu untuk memunculkan
(24)
commit to user
Bagi semua stasiun televisi, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00
WIB dianggap sebagai waktu utama (prime time), yakni waktu yang dianggap
paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah
seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton
televisi. Karenanya tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan.
Tidak semua program primetime layak untuk dinikmati. Penelitian Gerbner
pada 1972 memperlihatkan, program prime time TV mengandung sedikitnya 8
adegan kekerasan. Penelitian Gerbner yang lebih mutakhir (1986)
memperlihatkan, adegan kekerasan muncul setiap 4 menit sekali.
Kemungkinan, frekuensi dan selang pemunculannya kini lebih sering (Effendy
: 17)
Sinetron Inayah sendiri menjadi penting diteliti karena banyak
menampilkan adegan-adegan kekerasan didalamnya. Sinetron Inayah yang
telah ditayangkan oleh Indosiar banyak menampilkan kehidupan kekerasan
dalam poligami secara bersambung terdapat 229 episode, padahal Indosiar
juga merupakan media elektronik yang mempunyai tugas untuk membentuk
masyarakat. Sinetron itu bahkan ditayangkan dalam waktu utama, waktu yang
dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan.
Di negeri ini posisi perempuan dan anak dalam keluarga secara
kultural cukup rentan terhadap kekerasan. Kerentanan ini semakin terlihat saat
suami memutuskan untuk berpoligami. Banyak perempuan dan anak yang
lantas menjadi korban dalam kehidupan rumah tangga, baik dalam hal
(25)
commit to user
bahwa pada tahun 2008 terdapat 102 kasus kekerasan yang diakibatkan oleh
poligami. Kekerasan suami terhadap isteri-isteri yang dipoligami (http://
www.jurnalperempuan.com/index.php/angka_kekerasan_akibat_poligami_tin
ggi/ : 14 Desember 2009). Meskipun terbukti mengakibatkan banyak
penderitaan bagi perempuan dan anak, masyarakat masih menganggap
poligami sebagai sebuah kelaziman. Sri Natin, peneliti di PSW UGM, melihat
bahwa para orang tua yang mempunyai anak pempuan yang dinikahi secara
poligami umumnya tidak keberatan, bahkan terkadang justru berharap
mendapatkan “tuah” dari pelaku poligami yang berasal dari kelas sosial dan
ekonomi yang lebih tinggi. “Di masyarakat adat sepertinya ada pandangan
sah-sah saja orang yang melakukan poligami karena ada ukuran kepantasan
atau kelayakan jika seseorang itu melakukannya, yaitu jika mereka merupakan
orang terpandang dan mempunyai banyak kelebihan.”
Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan Hasan (2009: 402)
menyimpulkan bahwa perkawinan di Malaysia adalah:
This study demonstrates Malay Muslim women’s understanding of single hood is very much related to Islamic religious teachings and Malay cultural norms. Both promote marriage and family as the fundamental unit that makes up a society. Thus, the life of a woman as a member of that society is predetermined by their roles within marriage and family institution. This leaves single women at a marginal position as they do not fulfil the role of wives and mothers. However, single women manage to still define themselves within familial role by being responsible daughters. At the same time they develop their self-concept as respectable individuals by being successful career women.
(26)
commit to user
Artinya kurang lebih yaitu di Malaysia, ada diskriminasi bagi wanita
dalam perkawinan Antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga
mempunyai perbedaan tangggung jawab dan hak. Kewajiban wanita dalam
perkawinan sudah ditentukan oleh masyarakat berdasarkan norma-norma
budaya dan agama. yaitu mengatur rumah tangga.
Diskriminasi dalam perkawinan tetap terjadi meskipun sudah ada
undang-undang, laki-laki lebih menguasai perempuan dan karena diskriminasi
tersebut membuat laki-laki bertindak semena-mena terhadap isteri, termasuk
melakukan pernikahan lebih dari satu perempuan.
Sinetron ini banyak menampilkan adegan kekerasan yang bisa
dipersepsi secara salah, sehingga bisa berakibat kurang baik terhadap
masyarakat. Persepsi yang salah bisa mendorong masyarakat untuk meniru
realitas simbolik pada media, seperti kekerasan atau poligami dianggap
tindakan yang wajar. Padahal dalam realitas sosialnya tidak seperti itu.
Siaran berisi kekerasan yang ditayangkan di televisi menimbulkan
persepsi bagi penonton. Robbins (2002: 460) berpendapat bahwa persepsi
merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan
diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh
individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di
sekitarnya.
Pengertian tersebut searah dengan pendapat Sjoberg dan Engelberg
(2009: 333), dengan kutipannya sebagai berikut:
In this paper we deal with risk perception in a perspective of social conflict over risks and societal activities. The perspective will mainly
(27)
commit to user
be psychological. Some authors have criticized psychological work on risk perception for being too much concerned with individuals. It is claimed that the really important risk perception to study is the one held by managers or administrators and politicians, make the important decisions about risks, see eg. While it is learly true that it is important to study such influential groups we believe that a study of public opinion is also essential. Risk research has one of its early origins in a wish to understand public risk perception. In turn, this goal was seen as important because people did not perceive some socially important technologies as safe, in spite of experts’ assurances that they were. It has even been claimed that the present society is extremely safe, and that public concern about risk.
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa persepsi didefinisikan
sebagai suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera individu agar memberi
makna kepada lingkungan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa apa yang
dipersepsikan seseorang dapat juga berbeda dari kenyataan yang objektif.
Persepsi individu terhadap kenyataan mengandung risiko apabila persepsi
tersebut bersifat positif dan ditindaklanjuti dengan perilaku yang mengandung
risiko.
Sebagai tontonan pada waktu primetime, maka pengaruh realitas
simbolik di media pada Sinetron Inayah itu pasti ada. Menurut Walgito (2000)
efek yang ditimbulkan dari persepsi ada 3 macam:
1. Menambah ilmu pengetahuan. Dengan adanya tayangan Sinetron Inayah di
Indosiar, mampu menambah pengetahuan masyarakat tentang kehidupan
rumah tangga, khususnya poligami.
2. Meniru. Audience cenderung meniru realitas simbolik di media, dalam hal
(28)
commit to user
cerita tentang poligami yang dibesar-besarkan, memancing audience untuk
ingin meniru apa yang ada dalam tayangan tersebut.
3. Mengubah sikap dan perilaku. Setelah ingin meniru apa yang ada dalam
tayangan itu, tidak menutup audience untuk merubah sikap dan perilaku
mereka, sehingga menganggap kekerasan itu wajar dalam kehidupan
berumah tangga, dan poligami menjadi hal yang mudah dilakukan.
Maka audience mempersepsikan secara positif dan negatif. Persepsi
penonton yang positif yaitu audience meminta agar tayangan Sinetron Inayah
diteruskan penayangannya karena jalan ceritanya yang mudah dipahami dan
banyak menampilkan artis idola masyarakat, sedangkan bagi yang merespon
negatif akan protes dan meminta agar tayangan sinetron itu dihentikan karena
terlalu banyak menampilkan adegan kekerasan yang tidak layak ditayangkan.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pemirsa lebih selektif dalam
menonton program acara televisi terutama sinetron. Dan memiliki pedoman
yang kuat dan ilmu pengetahuan yang memadai agar mereka dapat
membedakan mana yang layak untuk ditonton dan mana yang harus diabaikan.
Demikian juga untuk para pengelola stasiun televisi, agar lebih teliti dan
cermat dalam menentukan acara yang layak untuk ditonton. Sehingga acara
yang disiarkan bukan saja menghibur tapi juga menambah wawasan.
Penelitian ini akan difokuskan pada tahap persepsi khalayak,
mengambil dari tiga sisi responden yaitu dari sisi Masyarakat umum, Lembaga
(29)
commit to user
mengolah stimuli dari Sinetron Inayah melalui proses komunikasi
intrapersonal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang
masalah di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat khususnya Lembaga Sosial Masyarakat dan
Ormas Agama Islam tentang kekerasan dalam Poligami dalam Sinetron
Inayah.
Alasan dipilihnya Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) karena LSM
merupakan salah satu lembaga masyarakat beranggotakan orang-orang yang
mempunyai kepedulian sosial, termasuk tentang masalah Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) dan Poligami sehingga data yang diperoleh
diharapkan dapat mendukung permasalahan penelitian tentang persepsi
kekerasan, Sedangkan alasan dipilih Ormas Agama Islam karena sinetron
Inayah mengandung nilai moral agama Islam dan poligami dalam ajaran
agama Islam diperbolehkan. Adanya data dari Ormas Islam diharapkan dapat
mendukung perolehan data tentang poligami yang benar sesuai ajaran ajaran
agama Islam.
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana diungkapkan dalam latar belakang dan rumusan
(30)
commit to user
1. Peneliti ingin melihat persepsi masyarakat secara umum terhadap Sinetron
Inayah dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut.
2. Peneliti ingin melihat persepsi terhadap kekerasan dalam poligami pada
Sinetron Inayah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dari sudut
pandang kelompok:
a. Masyarakat umum
b. Lembaga Sosial Masyarakat
c. Ormas Agama Islam
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, bagi:
1. Penonton Sinetron Secara umum
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui dan
didapatkan pembelajaran mengenai teknik pada sinetron Inayah yang
berpengaruh bagi masyarakat khususnya ibu rumah tangga sebagai suatu
strategi media dalam menarik perhatian khalayak.
2. Perempuan
Bagi perempuan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan informasi dan tambahan wawasan pengetahuan kehidupan poligami
yang ditayangkan di sinetron televisi sehingga perempuan dapat
mengambil hikmah dari sinetron dan dapat bersikap hati-hati dalam rumah
tangga agar kekerasan tidak terjadi dalam rumah tangga dan memberikan
(31)
commit to user 3. Industri Perfilman
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi industri
perfilman di Indonesia tentang menyajikan tayangan sinetron semaksimal
mungkin dibuat sesuai dengan kenyataan sehingga industri perfilman tidak
menyajikan adegan-adegan yang berlebihan dan membuat tayangan
sinetron yang lebih bermanfaat bagi penonton.
4. LSM
Penelitian ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai pendidikan
untuk mengetahui sudut pandang dan cara penanganan dari Lembaga
Sosial Masyarakat tentang kekerasan dalam berpoligami pada wanita.
5. Ormas Islam
Dari sisi Lembaga keagamaan, penelitian ini diharapkan akan
menjadi masukan mengenai etika berumah tangga secara islam.
E. Kajian Teori
1. Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication
berasal dari kata Latin communicatio dan berasal dari kata communis yang
berarti sama yang maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2005: 9).
Carl I. Hovland mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan
(biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(32)
commit to user
informasi antara pengirim dan penerima pesan sehingga diharapkan
penerima pesan ini mengerti isi pesan yang disampaikan kepadanya dan
memberikan respon, maka proses komunikasi dapat dikatakan berlangsung
(Siti Amanah, 2005: 45).
Harold D. Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society, menambahkan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut:
who says what in which channel to whom with what effect? Pandangan
Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: komunikator
(communicator, source, sender), pesan (message), media (channel),
komunikan (communicant, comunicatee, receiver, recipient), efek (effect,
impact, influence) (Effendy, 2005: 10).
Purwanto (2003: 2) menyatakan bahwa komunikasi mempunyai
hubungan yang erat dengan emosi, sebab dalam emosi sebagai
penggerak energi, emosi memuat informasi, dan emosi membangun
interpersonal. Maksudnya, seseorang yang dapat mengontrol emosi saat
melakukan komunikasi dapat menyampaikan inti informasi dengan tepat
sesuai tujuan. Hal ini dapat terjadi sebab emosi sendiri merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi seseorang dapat memberi tanggapan atas
persepsi dalam dirinya saat terjadi proses komunikasi.
Proses komunikasi dimulai dari berjalannya komunikator dalam
(33)
commit to user
ditangkap oleh penerima dan bila memungkinkan terjadi umpan balik
(Wiryanto, 2000). Proses komunikasi dimulai dari berjalannya
komunikator dalam menyampaikan pesan (message) melalui jalur tertentu
kemudian pesan tersebut ditangkap oleh penerima (receiver
=
audience) dan bila memungkinkan terjadi umpan balik (feed back) (Panuju, 2001:26). Lebih jelasnya proses komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar: 1
Bagan Proses Komunikasi
Sumber: Panuju (2001)
Komunikator adalah individu (seseorang) atau sekelompok orang
yang mempunyai inisiatif atau prakarsa untuk mengadakan komunikasi
dengan individu (seseorang) atau sekelompok orang. Pesan atau informasi
adalah hal yang ingin disampaikan oleh komunikator. Media adalah sarana
atau alat untuk menyampaikan pesan. Sedangkan penerima yang disebut
juga dengan komunikan adalah objek dari kegiatan komunikasi bahwa
hasil dari kegiatan yang berupa ide, anjuran, pesan yang ingin disampaikan
komunikator juga diterima oleh komunikan.
Komunikator Pesan Media Penerima
(34)
commit to user
Informasi atau pesan yang disampaikan harus sesuai dengan
tingkat kemampuan, pemahaman, kepentingan, dan kebutuhan penerima
informasi agar komunikasi dapat berlangsung efektif. Ketidakmengertian
merupakan sumber disintegrasi dan konflik, karena ketidakmengertian
merupakan rangsangan (stimulus) yang membangkitkan prasangka
(prejudice) yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai aksi (Panuju,
2001: 27).
Media merupakan alat yang digunakan untuk melangsungkan
proses komunikasi. Media adalah suatu alat penyampaian berita yang
aktif, media dapat mempengaruhi efektivitas beritanya (Panuju, 2001).
Jadi, media adalah suatu alat yang ada dalam proses komunikasi dan
dipergunakan oleh komunikator untuk dapat berhubungan dengan
komunikan. Berkembangnya suatu teknologi mempengaruhi
perkembangan bidang-bidang lain, demikian juga dalam media. Ada
berbagai macam media yang digunakan dalam proses komunikasi, yaitu:
a. Media auditif yang disalurkan melalui pendengaran yang berbentuk
komunikasi lisan.
b. Media visual yakni informasi yang disalurkan melalui penglihatan
yang salah satunya berbentuk komunikasi tertulis.
c. Media audio visual yakni penyampaian informasi melalui saluran
pendengaran dan penglihatan sehingga berbentuk komunikasi tertulis
(35)
commit to user
John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno
dan Edward M. Bodagen dalam Mulyana (2004: 61) mengemukakan
setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni
komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan
komunikasi sebagai transaksi.
Littlejohn dalam Mulyana (2004: 57) menyebutkan setidaknya
terdapat tiga pandangan yang dapat dipertahankan mengenai komunikasi.
Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang secara sengaja
diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh mereka. Kedua, komunikasi
harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, apakah
sengaja ataupun tidak. Ketiga, komunikasi harus mencakup pesan-pesan
yang dikirim secara sengaja, namun sengaja ini sulit ditentukan.
2. Komunikasi Massa
Komunikasi adalah ilmu, dan ilmu komunikasi ini termasuk ke
dalam ilmu sosial yang meliputi intrapersonal communication,
interpersonal communication, group communication, mass
communication, intercultural communication, dan sebagainya (Effendy,
2005: 6). Oleh karena itu, mass communication merupakan satu bidang
saja dari sekian banyak bidang yang dipelajari ilmu komunikasi.
Dalam Encyclopedia International yang dikutip oleh Effendy
(2005: 6), mass communication is a process by which a message is
transmitted though one more of the mass media (newspapers, radio,
(36)
commit to user
large and anonymous. Sebagaimana definisi tersebut, para ahli komunikasi
membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan
menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi,
atau film (Effendy, 2005: 20).
Adapun komunikasi massa juga didefinisikan Bittner dengan
“Mass Communication is message communicated through a mass medium
to a large number of people” (komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Komunikasi massa juga diartikan sebagai jenis komunikasi yang diajukan
kepada khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui medai
cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat.” (Rakhmat, 2002: 188-189).
Menurut Wright (dalam Severin dan Tankard, 2005: 4),
komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri:
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar,
heterogen dan anonim.
2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk
bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak
dan sifatnya sementara.
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah
organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang
(37)
commit to user
Berbagai definisi mengenai komunikasi massa tersebut
memunculkan suatu karakteristik dari komunikasi massa yang menurut
Ardianto dan Erdinaya (2007: 7) terdiri dari:
a. Komunikator terlembagakan
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya
yang melibatkan lembaga dan bergerak dalam organisasi yang kompleks.
b. Pesan bersifat umum
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok
orang tertentu. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk
apapun harus memenuhi kriteria penting atau menarik bagi sebagian
besar komunikannya.
c. Komunikannya anonim dan heterogen
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal
komunikasn (anonim), karena komunikasi berlangsung dengan media
dan tidak tatap muka. Selain itu, komunikan komunikasi massa adalah
heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.
3. Media Massa
Media adalah suatu alat penyampaian berita yang aktif, media dapat
mempengaruhi efektivitas beritanya (Kertopati, 1988: 385), sedangkan
massa (mas) pengertian mas media adalah alat atau sarana untuk
menghubungkan dengan masyarakat (Wiryanto, 2000, 86). Jadi, media
(38)
commit to user
dipergunakan untuk menghubungkan masyarakat dengan suatu hal (dapat
barang atau jasa, dan lain-lan).
Setiap media yang ada memiliki kesan dan kepribadian sendiri-sendiri.
Ada yang lebih menonjol sebagai “prestise” seperti majalah Tempo dan
Eksklusif. Ada pula yang lebih menonjol dalam “keahlian” seperti majalah
Management dan Bisnis (Panuju, 2001: 153).
Sebagai salah satu media televisi dalam menyampaikan informasi
kepada masyarakat mempunyai ciri-ciri, yaitu:
1) Komunikator: orang yang menyampaikan informasi.
2) Pesan: pesan yang akan disampaikan kepada pemirsa.
3) Kornunikan: sasaran masyarakat sebagai penerima pesan.
4) Efek: merupakan perubahan yang terjadi pada audience atai pemirsa
setelah menerima informasi (Panuju, 2001: 158).
Secara ringkas Gerbner memberikan proposisi-proposisi tentang
teori kultivasi sebagai berikut (Kriyantono, 2007: 283-284):
1. Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan
pendekatan khusus untuk diteliti.
2. Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren,
mainstream dari budaya.
3. Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk
kultivasi.
4. Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap
(39)
commit to user besar dan heterogen.
5. Teknologi baru (seperti VCR) memperluas daripada mengelakkan
jangkauan pesan televisi.
6. Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan yang meluas dan
penyamaan akibat-akibat.
Dijelaskan oleh Suyanto (2005: 4) bahwa guna mencapai proposisi-
kultivasi diperlukan strategi merancang tayangan televisi, yaitu mencakup:
1. Strategi menetapkan audien sasaran.
2. Strategi menetapkan sasaran dan anggaran program televisi.
3. Strategi mencari keunggulan program yang ditayangkan.
4. Merancang tema program televisi.
5. Strategi merancang daya tarik program televisi.
Menurut teori ini, televisi mampu menciptakan ”sindrom dunia
makna”, artinya bagaimana seseorang memaknai dunia dipengaruhi oleh
pemaknaan televisi. Sindrom tersebut dapat dilihat dari hasil riset kultivasi
yang dilakukan Gerbner. (Severin dan Tankard, 2005: 321).
Pesan melalui media massa mungkin akan menghasilkan efek-efek.
Rakhmat (2001: 219) menyebutkan efek-efek yang mungkin ditimbulkan
oleh pesan media massa yaitu efek kognitif, afektif dan behavioral. Efek
kognitif berupa perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau
dipersepsi khalayak. Efek afektif adalah efek yang timbul bila ada
perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak.
(40)
commit to user
meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Khusus
mengenai tayangan televisi, McQuail (1996: 264) mengemukakan bahwa
efeknya tergantung pada tingkat kekerapan dan keunggulan nisbi dari
penyajian pesan, serta perhatian yang kadang kala merupakan prasyarat
dasar atau suatu kebutuhan efek.
4. Persepsi
Persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran
(interpretasi) adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian-balik
(decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi terdiri dari tiga aktivitas
yaitu: seleksi, organisasi dan interpretasi (Mulyana, 2007: 180-181).
Selanjutnya Deddy Mulyana (2007: 179) mendefinisikan persepsi
sebagai proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.
Kartono (2003: 47) menyatakan bahwa persepsi merupakan
pengamatan secara global dan belum disertai kesadaran sehingga subjek dan
objeknya belum terbedakan dari satu ke yang lainnya atau masih dalam
proses memiliki tanggapan.
Persepsi dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses yang ditempuh
individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera
mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Akan tetapi perlu
dicatat bahwa apa yang dipersepsikan seseorang dapat juga berbeda dari
(41)
commit to user
Walgito (2000) mengemukakan ada beberapa tahapan proses
terjadinya persepsi, yaitu sebagai berikut:
a. Proses kealaman atau proses fisik, yaitu proses ditangkapnya stimulus
untuk alat indera manusia.
b. Proses fisiologis, yaitu proses yang diteruskan stimulus yang diterima
oleh alat indera ke otak oleh saraf sensoris.
c. Proses psikologis, yaitu proses timbulnya kesadaran individu tentang
stimulus yang diterima oleh reseptornya.
d. Hasil dan proses persepsi, yaitu berupa tanggapan atau perilaku.
Jalaludin Rakhmat (2001: 51) juga menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi persepsi, yaitu perhatian, faktor fungsional dan struktural.
Kenneth A. Andersen dalam Rakhmat (2001: 52) menyebut perhatian
sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli yang lainnya melemah.
Perhatian ditentukan oleh dua faktor: faktor eksternal dan internal. Faktor
eksternal meliputi gerak, intensitas stimuli, kebaruan dan perulangan.
Sedangkan faktor internal meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis.
Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi misalnya: kebutuhan,
pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.
Faktor struktural berasal dari sifat-sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang
ditimbulkannya pada sistem saraf individu.
Stephen P. Robbins (2002: 160-163) menyebut faktor lain yang
(42)
commit to user
1. Pelaku persepsi: bila seorang individu memandang objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.
2. Target: karakteristik-karateristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan.
3. Situasi: penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa, unsur-unsur
lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi individu.
Davidoff yang dikutip dalam Walgito (1994 :54) menyebut bahwa
meskipun stimulus yang diberikan sama, namun ada kemungkinan hasil
persepsi antara individu yang satu berbeda dengan individu lainnya. Hal ini
dikarenakan pengalaman, kemampuan berpikir dan kerangka acuan yang
berbeda. Dengan demikian persepsi bersifat individual.
5. Kekerasan
Istilah kekerasan atau kekerasan pada saat ini telah menjadi bahan
pembicaraan yang hangat di kalangan masyarakat. Ada banyak definisi
mengenai kekerasan, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja,
masyarakat, komunitas virtual). Riauskina, dkk (2005) mendefinisikan
kekerasan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/sekelompok yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain yang
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Riauskina, dkk (2005) mengelompokkan perilaku kekerasan ke
(43)
commit to user
a. Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit,
mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang
dimiliki orang lain).
b. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan,
mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme,
merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki,
menyebarkan gosip).
c. Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah,
menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau
mengancam; biasanya diertai oleh kekerasan fisik atau verbal).
d. Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja
mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
e. Pelecehan seksual,kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Ada beberapa bentuk kekerasan yang dilakukan dalam Sinetron
Inayah:
a. Kekerasan fisik : kekerasan fisik merupakan suatu bentuk kekerasan
yang dapat mengakibatkan luka atau cedera seperti memukul,
menganiaya, menyekap, menjambak, dll.
b. Kekerasan psikis : kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara
(44)
commit to user
menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri,
membuat orang merasa hina, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
c. Kekerasan ekonomi: kekerasan dengan cara penelantaran ekonomi,
seperti tidak adil dalam memberikan materi, hanya memberikan materi
kepada isteri yang dapat menarik perhatian Romo Doso.
d. Kekerasan seksual: kekerasan dengan cara memaksa berhubungan intim
padahal Inayah tidak siap melakukan, dan mengancam akan disetrum
jika Inayah tidak mau berhubungan intim dengan Romo Doso.
Menurut Riauskina, dkk (2005) salah satu dampak dari kekerasan
yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik
yang biasanya ditimbulkan kekerasan adalah sakit kepala, sakit tenggorokan,
flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dampak fisik ini bisa
mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek
jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological
well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang
dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami kekerasan, korban merasakan
banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih,
tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam
jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan
rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Syarif (2009) berpendapat bahwa dampak-dampak kekerasan
(45)
commit to user
a. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang menghabiskan (mengakibatkan)
rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat;
b. Ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang;
c. Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh
mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
d. Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman,
dendam.
menurunnya daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya
tahan (mental), menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi
dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan
prestasi, perubahan perilaku yang menetap.
e. Dampak sosial : korban yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada
penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan,
Mereka juga jadi pendiam dan sulit berkomunikasi. Bisa jadi mereka jadi
sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri.
6. Poligami
Collins (dalam Munandar, 2001) menyatakan Poligami yang berasal
dari kata poly-gamos berarti banyak perkawinan. Mengenai kata poligami
menurut Black (dalam Munandar, 2001) Perkawinan dengan banyak suami
(46)
commit to user
Menurut Atthar (1976) Poligami adalah salah satu usaha untuk
membimbing wanita, untuk meningkat dari suasana kehidupan yang diliputi
oleh kegelisahan, kehinaan dan terlantar menuju kehidupan berkeluarga
yang mulia dan keibuan yang mulai dimana wanita merasakan kebahagiaan,
kesucian dan kemuliaan di bawah naungannya. Poligami juga merupakan
salah satu penerapan dari kebebasan wanita dan terlaksananya apa yang
dikehendakinya karena sebenarnya laki-laki itu tidak berpoligami tanpa
kemauan wanita.
Hassouneh-Phillip (2008) berpendapat bahwa poligami dan
batasan-batasannya sebagai berikut: Poligami ialah perkawinan antara seorang
laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam kurun waktu yang sama.
Mengawini wanita lebih dari seorang ini menurut hukum Islam
diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak empat orang. Pembolehan
kawin lebih dari satu orang ini diberikan dengan pembatasan-pembatasan
yang berat, berupa syarat-syarat dan tujuan yang mendesak.
Pembatasan-pembatasan itu ialah:
a. Jumlah wanita yang boleh dikawini tidak boleh lebih dari empat orang,
seperti tersebut dalam Al quran Surat An Nisa’ ayat 3 : “…..maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau
empat….”
b. Akan sanggup berlaku adil terhadap semua istri-istrinya. Kalau
sekiranya sudah merasa tidak dapat berlaku adil terhadap semua istrinya,
(47)
commit to user
c. Wanita yang akan dikawini seyogyanya adalah wanita yang mempunyai
anak yatim, dengan maksud supaya anak yatim itu berada di bawah
pengawasan laki-laki yang akan berpoligami tersebut dan supaya ia
dapat berlaku adil terhadap anak yatim dan harta anak yatim tersebut.
d. Wanita-wanita yang hendak dikawini ini tidak boleh ada hubungan
saudara, baik sedarah maupun sesusuan.
Menurut Atthar (1976) pengaruh yang terpenting dari poligami,
antara lain:
a. Kelemahan istri
Kadang-kadang wanita tidak sanggup memenuhi kebutuhan
hidup suami istri, karena dia mandul, jadi tidak berketurunan, padahal
keturunan itulah tujuan yang utama dari perkawinan. Selain itu karena
wanita mempunyai cacat jasmaniyah dan dalam keadaan ini bencananya
lebih berat. Kadang-kadang kelemahannya timbul sebagai akibat dari
suatu penyakit kronis yang menimpa wanita itu, sehingga menyebabkan
ia tidak dapat memikul bebannya sebagai istri.
b. Suami jatuh cinta kepada wanita lain
Pergaulan pada zaman modern ini memberi kesempatan yang
banyak untuk timbulnya perasaan cinta antara pria dan wanita, walaupun
pria itu sudah berkeluarga, karena pergaulan seorang pria dengan wanita
lain justru lebih dekat dan lebih akrab daripada pergaulannya dengan
istri sendiri. Hal itu terjadi karena kadang-kadang pria bersama-sama
(48)
terus-commit to user
menerus padahal kalau bersama istri hanya pada waktu-waktu tertentu
bersama. Dari semua itu seorang pria bisa terpesona karena kecantikan
wanita itu atau karena kebaikan hati wanita tersebut.
c. Suami benci kepada istrinya
Kehidupan suami istri tidak pernah sepi dari masalah perasaan,
kadang rumah tangganya diselubungi oleh cinta kasih tetapi
kadang-kadang juga diliputi oleh suasana mengandung kebencian. Kebencian
laki-laki kepada istrinya mungkin timbul karena tindak tanduk yang
tidak baik dari istrinya dan justru tindak-tanduknya itulah yang
menyebabkan suaminya menikah lagi, bukan karena semata-mata benci.
d. Istri yang telah diceraikan ingin kembali
Kadang-kadang suami istri berpisah karena thalaq atau karena
dipisahkan oleh hakim. Kemudian suami menikah lagi dengan wanita
lain. Tetapi setelah pernikahannya berlangsung beberapa lama maka
suami ingin mengembalikan istrinya yang dulu, dan istrinya itupun
menyetujuinya. Mungkin semua itu karena faktor anak-anak mereka
yang perlu dipelihara, atau karena sebab-sebab lain yang mengakibatkan
lenyapnya perselisihan mereka itu dengan berlalunya waktu. Maka
dalam hal ini poligami adalah satu-satunya penyelesaian sosial yang
dapat menetapkan istri yang baru tanpa perceraian dapat mengembalikan
istri yang lama serta menjamin kesejahteraan anak-anak untuk kembali
(49)
commit to user
hal ini poligami wajib dilaksanakan, tanpa adanya ikatan-ikatan dan
syarat-syarat.
e. Hubungan kekeluargaan
Kadang-kadang wilayah poligami itu lebih luas lagi, suami ingin
menikah lagi dengan istri yang baru, dengan maksud untuk memperkuat
hubungan kekeluargaan. Suami menikah dengan seorang wanita yang
masih familinya, dalam suasana yang menampakkan kebutuhan
familinya itu untuk menikah dengan laki-laki yang masih famili.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa poligami adalah
perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam
kurun waktu yang sama sebagai satu usaha untuk membimbing wanita,
meningkatkan dari suasana kehidupan yang terlantar menuju kehidupan
yang mulia dimana wanita mengalami kebahagiaan di bawah naungan-Nya.
7. Persepsi Kekerasan terhadap Poligami
Kartono (2003: 47) menyatakan bahwa persepsi merupakan
pengamatan secara global dan belum disertai kesadaran sehingga subjek dan
objeknya belum terbedakan dari satu ke yang lainnya atau masih dalam
proses memiliki tanggapan. Riauskina, dkk (2005) mendefinisikan
kekerasan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/sekelompok yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain yang
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Selanjutnya Soemiyati (1986) mengemukakan definisi poligami dan
(50)
commit to user
seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam kurun waktu yang
sama. Mengawini wanita lebih dari seorang ini menurut hukum Islam
diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak empat orang. Pembolehan
kawin lebih dari satu orang ini diberikan dengan pembatasan-pembatasan
yang berat, berupa syarat-syarat dan tujuan yang mendesak.
Setiap wanita dewasa pasti menginginkan suatu saat dapat melalui
pernikahan yang sah dengan seorang pria. Pernikahan yang sah secara
materiil dan imateriil akan melindungi hak-hak wanita sebagai isteri. Secara
materiil sebagai seorang isteri dapat diterima di lingkungan masyarakat,
kedudukan diakui oleh keluarga sebagai seorang wanita yang bersuami, dan
juga terpenuhi kebutuhan hidup.
Antara laki-laki dan perempuan yang tinggal serumah diikat dalam
pertalian pernikahan merupakan kehidupan rumah tangga sesuai dengan
peraturan Negara.
Tujuan dari perkawinan menurut Amini (1997) adalah :
a. Menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai satu tujuan
sebagai keluarga yang bahagia.
b. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan
menyambung cita-cita.
c. Menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Tuhan.
d. Menimbulkan rasa cinta antara suami dan isteri. Maksudnya keduanya
(51)
commit to user
telah melanggar undang-undang tetapi dalam ajaran agama Islam
diperbolehkan
F. Definisi Konseptual
Dari uraian diatas, peneliti mengambil asumsi dasar sebagai berikut:
1. Persepsi
Persepsi merupakan sebagai proses internal yang memungkinkan
individu memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari
lingkungan individu, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku individu.
2. Kekerasan
Kekerasan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang
oleh seorang/sekelompok yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain
yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
3. Poligami
Poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih
dari seorang wanita dalam kurun waktu yang sama sebagai satu usaha
untuk membimbing wanita, meningkatkan dari suasana kehidupan yang
terlantar menuju kehidupan yang mulia dimana wanita mengalami
kebahagiaan di bawah naungan-Nya.
4. Persepsi terhadap Kekerasan dalam Poligami
Persepsi terhadap Kekerasan dalam Poligami merupakan
pengamatan secara global dan belum disertai kesadaran sehingga subjek
(52)
commit to user
dalam proses memiliki tanggapan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok dalam satu keluarga yang isterinya lebih dari
satu.
G. Kerangka Berpikir
Adapun konsepsi kerangka berpikir penulis rangkum dalam skema
berikut ini:
Gambar 2
Bagan Kerangka Berpikir
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian eksploratif
kualitatif. Penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik (Moleong,
2000: 3-8). Berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif tersebut, maka
penelitian ini dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh,
dengan fokus penelitian pada ’proses’ dan bukan pada ’hasil’. Penelitian
ini juga merupakan bentuk penelitian yang bertitik tolak dari paradigma Isi Media
Sinetron Inayah
Khalayak: · Masyarakat · LSM.
· Ormas Islam.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
(53)
commit to user
fenomenologis yang objektivitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi
tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial
tertentu dan relevan dengan tujuan penelitian itu karena tujuan penelitian
kualitatif ini adalah bukan untuk selalu mencari sebab akibat sesuatu,
tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu.. Menurut Pawito (2007:
35), penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk
memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol
gejala-gejala komunikasi atau mengemukakan prediksi-prediksi tetapi lebih
dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman
(understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau
realitas komunikasi terjadi.
Selain itu, penelitian ini juga bersifat eksploratif sehingga
bertujuan untuk menjajaki suatu permasalahan secara mendalam (Nawawi,
1995: 21). Penelitian ini masih bersifat terbuka sehingga memungkinkan
peneliti untuk mengalami perubahan orientasi di lapangan. Seperti halnya
penelitian eksploratif maka penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang
khas, yaitu:
1. Untuk memuaskan keingintahuan peneliti dalam memperoleh
pemahaman dan pengertian yang lebih mendetail mengenai suatu
permasalahan, yang dalam hal ini adalah pengaruh latar belakang dan
(54)
commit to user
2. Untuk menguji kelayakan suatu teori dalam memperoleh hasil
penelitian yang lebih cermat, dalam hal ini mengacu pada teori media
televisi.
3. Menyempurnakan metode-metode penelitian.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif kualitatif. Metode
yang diambil peneliti adalah dengan menggunakan metode “indepth
interview”. Yaitu wawancara secara mendalam dengan sumber atau
responden.
Sebagai suatu metode ilmiah, metode wawancara mendalam atau
yang disebut juga dengan wawancara tak terstruktur mirip dengan
percakapan informal (Mulyana, 2006:181). Wawancara dalam panelitian
ini bersifat luwes, susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam
pertanyaan dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat
wawancara termasuk karakteristik responden. Oleh karena itu, peneliti
hanya membuat interview guide dengan pertanyaan secara garis besar dan
selebihnya menjajaki sesuai jawaban responden. Wawancara dengan cara
mendalam ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan persoalan yang
menjadi pokok dari minat penelitian (Pawito, 2007: 133).
Berdasar HB Sutopo dalam Metodologi Penelitian Kualitatif
(2002: 78) penelitian ini cenderung bersifat kontekstual, yang hasilnya
(55)
commit to user
sesuatu yang bersifat khusus. Dengan kata lain Sutopo mengatakan bahwa
penelitian kualitatif ini menggunakan cara berpikir induktif .
Hasil yang diperoleh dalam penelitian deskriptif selanjutnya lebih
ditekankan pada memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan
sebenarnya dari obyek yang diteliti (Nawawi, 1995:31). Penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data kualitatif.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah lingkup Kotamadya
Surakarta. Terdapat beraneka ragam suku, ras, dan agama yang hidup
berdampingan dikota ini. Masyarakat Surakarta yang dimaksud dibagi
menjadi tiga kategori masyarakat berdasarkan data yang akan diteliti
dalam penelitian ini, yaitu masyarakat secara umum, LSM, dan Ormas
Islam di Surakartaa.
4. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2001: 72). Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat
Surakarta yang terbagi menjadi tiga kategori masyarakat, yaitu masyarakat
secara umum LSM, dan Ormas Islam Kota Surakarta. Dipilihnya populasi
tersebut dengan alasan sebagai berikut:
a. Alasan memilih masyarakat sebagai populasi penelitian karena
(56)
commit to user
secara langsung tayangan sinetron di televisi sehingga diharapkan data
yang diperoleh dapat mendukung pembahasan penelitian.
b. Alasan memilih LSM karena LSM merupakan salah satu lembaga
masyarakat beranggotakan orang-orang yang mempunyai kepedulian
sosial, termasuk tentang masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) sehingga data yang diperoleh diharapkan dapat mendukung
permasalahan penelitian tentang persepsi kekerasan.
c. Alasan dipilihnya Ormas Islam karena sinetron Inayah mengandung
nilai moral agama Islam dan poligami dalam ajaran agama Islam
diperbolehkan. Adanya data dari Ormas Islam diharapkan dapat
mendukung perolehan data tentang poligami yang benar sesuai ajaran
ajaran agama Islam.
5. Sampel
Sampel yang akan diambil sebagai calon responden dari jumlah
populasi keseluruhan, menggunakan metode purposive sampling. Hal ini
karena penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan juga karena
peneliti mempunyai tujuan khusus dalam mengambil sampel untuk
kemudian dilakukan penelitian. Untuk memilih sampel lebih tepat
dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Dengan demikian
responden ditentukan berdasar standar yang telah ditetapkan peneliti, yaitu
tentang persepsi masuarakat terjadap kekerasan dalam poligami.
Selanjutnya bilamana dalam proses pengumpulan data tidak lagi
(57)
commit to user
tidak perlu lagi mencari informan baru, proses pengumpulan informasi
sudah dianggap selesai (Mulyana, 2006: 182). Dengan demikian,
penelitian kualitatif tidak dipengaruhi oleh jumlah sampel. Dalam hal ini,
jumlah sampel (informan) bisa sedikit dan bisa juga banyak tergantung
dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci dan kompleksitas dan
keragaman (Bungin, 2006: 54).
Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini, sebagai berikut:
a. Masyarakat umum berjumlah 7 orang
b. LSM berjumlah 3 orang dari LSM SPEKHAM, LSM LEHHAMAS,
dan LSM ATMa
c. Ormas Islam 3 orang dari Aisyiah, Fathayat nahdlatul ulama, dan
Majelis Ulama Indonesia.
6. Teknik Pengambilan Data
Data yang akan digunakan terdiri dari dua jenis data, yaitu:
a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
responden melalui indepth interview atau wawancara secara mendalam
terhadap responden-responden dari Masyarakat umum, LSM, dan
Ormas agama islam.
b. Data Sekunder, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan penelitian. Study dokumen yaitu peneliti
menggunakan bahan-bahan tertulis ataupun tidak tertulis yang
mendukung penelitian, seperti komentar penayangan sinetron Inayah
(58)
commit to user
7. Validitas Data
Dalam rangka untuk menjamin keabsahan dan validitasdata maka
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, dimana data yang satu akan
dikontrol oleh data yang sama dari sumber data yang berbeda. Data atau
informasi yang diperoleh selalu dikomparasikan dan selalu diuji dengan
data atau informasi yang lain, baik dari koherensi sumber yang sama
maupun yang berbeda. Sehingga data yang satu dengan data yang lain
akan saling melengkapi dan saling menguji, serta dapat diperoleh data
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi
peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Dalam kaitan ini, Patton
(1984) dalam Sutopo (2002: 78) menyatakan bahwa ada empat teknik
triangulasi, yaitu, triangulasi sumber, metodologi, penyidik, dan teori.
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber. Maksudnya dalam mengecek kebenaran data tersebut penulis
menggunakan beberapa sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan
data yang sama. Dengan demikian data yang diperoleh dari suatu sumber
akan dikontrol oleh data yang sama dari sumber yang berbeda.
Dengan cara menggali data dari sumber yang berbeda-beda dan
juga teknik pengumpulan data yang berbeda, data sejenis bisa teruji
kemantapan dan kebenarannya (Sutopo, 2002: 80). Artinya data yang sama
atau sejenis akan lebih mantap keberadaannya bila digali dari sumber yang
(59)
commit to user
adalah teknik triangulasi data/ sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar
di dalam mengumpulkan data menggunakan beragam sumber data yang
tersedia. Sumber yang menjadi acuan triangulasi data ini adalah sumber
masyarakat umum, LSM, dan Ormas Islam.
Pelaksanaan validitas ini dilakukan oleh peneliti dengan cara
cross check kebenaran hasil wawancara dengan masyarakat, LSM, dan
ormas Islam sengan pertanyaan yang sama. Dari jawaban sampel
penelitian pada masyarakat, LSM, dan ormas Islam dapat disimpulkan satu
pemahaman sesuai dengan permasalahan penelitian.
8. Teknik Analisis Data
Analisa dilakukan sejak data awal penelusuran dan dilakukan
secara terus menerus sampai menemukan data yang sesuai dengan batasan
penelitian (Pawito, 2007: 64). Teknik analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa interaktif, yaitu bahwa ketiga komponen
aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai
proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak di antara tiga
komponen analisis, yaitu data reduction (reduksi data), data display (sajian
data) dan data conclusion drawing (penarikan kesimpulan).
Ketiga komponen di atas akan berinteraksi dengan proses
pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam penelitian ini, penulis
tetap berada dalam lingkungan interaksi tersebut sampai pengumpulan
(1)
commit to user
kemampuan manusia. Ke-adilan yang dikehendaki adalah hendaknya
seseorang yang berpoligami tidak terlampau cenderung kepada salah
seorang saja di antara isteri-isterinya sedang yang lainnya terabai kan
dalam keadaan terkatung-katung. (Syaltut, 1966: 190).
Syariat Islam membolehkan poligami selama tidak dikhawatirkan
terjadinya penganiyaan terhadap para isteri. Maka jika terdapat
kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya penganiyaan itu dan untuk
melepaskan diri dari kemungkinan dosa yang dikha watirkan terjadi karena
mengabaikan kesejahteraan para isteri dianjurkan agar mencukup-kan
beristeri satu orang saja. Di sini diperlukan komitmen seorang laki-laki
yang berpoli-gami untuk memenuhi perintah Allah dalam ayat tersebut,
penekanan (
stressing
) keadilan seorang laki-laki seperti yang dimaksud
dalam Al-Qur’an harus menjadi perhatian utama suami. Karena itu
perkawinan dalam Islam sebenarnya adalah satu isteri untuk satu suami.
Kalaupun Islam membolehkan poligami tentunya ada hikmah tertentu di
dalamnya, karena Allah tidak membuat atau menentukan sesuatu dengan
sia-sia.
Sikap keadilan yang harus dimiliki oleh laki-laki dalam melakukan
poligami dalam sinetron Inayah tidak dimiliki oleh tokoh Doso. Tokoh
Doso melakukan poligami hanya berdasarkan kekayaan. Adanya sikap
Doso tersebut menimbulkan persepsi negatif bagi penonton bahwa setiap
laki-laki
dapat
melakukan
poligami
karena
kekayaan
dan
(2)
commit to user
mengesampingkan keadilan yang harus dimiliki oleh laki-laki dalam
berpoligami.
Dampak lain dari sinetron Inayah yang menimbulkan persepsi
bersifat positif mempengaruhi perilaku penonton sinetron Inayah untuk
melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Tokoh Doso yang mempunyai
sikap sewenang-wenang dan melakukan kekerasan terhadap para isteri
karena faktor kekayaan berlimpah yang dimilikinya mempengaruhi sikap
penonton. Ada kemungkinan penonton juga melakukan kekerasan seperti
yang dilakukan oleh tokoh Doso.
(3)
commit to user
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab III, maka dapat diambil
kesimpulan hasil penelitian ini sebagai berikut:
1.
Secara umum masyarakat mempersepsikan sinetron Inayah, sebagai berikut:
a.
Konsepnya rekreatif
yang memberi hiburan, suatu sinetron semata-mata
menyampaikan cerita agar memuaskan pemirsa dan memberikan hiburan.
b.
Sinetron yang menayangkan moral yang negatif karena sebagian besar
cerita menampilkan para tokohnya cenderung berperilaku kurang baik
seperti tindakan poligami dan kekerasan
c.
Termasuk tema absorbed karena sinetron Inayah menceriterakan tentang
peristiwa dalam kehidupan sehingga mudah dipahami oleh masyarakat
d.
Para tokoh dalam sinetron banyak dikenal masyarakat karena memiliki
wajah tampan dan cantik.
e.
Alur cerita dianggap mewakili audience karena cerita tentang poligami
sering ditemui dalam kehidupan.
2.
Secara khusus.
a.
LSM
1)
LSM mempersepsikan kekerasan dalam poligami
a)
Tidak mendukung poligami karena hanya membuat istri menderita
176
(4)
177
b)
Kekerasan yang terjadi dalam poligami tidak seharusnya dilakukan
c)
Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah
d)
Penyelesaian masalah dengan kekerasan hanya akan menyakiti
orang lain
2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi poligami
a)
Suami mempunyai harta berlebih
b)
Lingkungan yang mendukung terjadinya poligami
c)
Ketidakpuasan suami dengan pelayanan isteri
3)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam poligami
a)
Masyarakat lebih mendahulukan laki-laki daripada perempuan
b)
Faktor hukum di Indonesia yang patriarki
c)
Polisi bersikap pasif terhadap keluhan kekerasan di dalam rumah
tangga
b. Agama Islam
1)
Agama Islam mempersepsikan kekerasan dalam poligami
a)
Tidak melarang poligami
b)
Agama Islam tidak mengajarkan kekerasan
c)
Poligami boleh dilakukan apabila suami dapat bertindak adil
2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi poligami
a)
Ketidakpuasan suami dengan pelayanan istri
b)
Lingkungan yang mendukung terjadinya poligami
(5)
commit to user
178
3)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam poligami
a)
Pelaku kekerasan tidak mengenal ajaran agama
b)
Pelaku kekerasan mempunyai temperamen yang buruk
c)
Korban kekerasan hanya diam
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah didapat, terlihat bahwa terdapat beberapa
kesimpulan sehingga ini menjadi saran untuk Lembaga Sosial Masyarakat, Ormas
Agama Islam dan Industri Perfilman.
1. Bagi LSM
a.
Membela korban melalui jalur hukum, seperti melaporkan dengan
bukti-bukti lengkap pelaku kekerasan
b.
Mendampingi korban dalam pelaporan atau persidangan.
c.
Memberikan bantuan moril melalui masukan dan saran sehingga korban
kekerasan dapat memiliki mental yang kuat.
2. Bagi Ormas Islam
a.
Para pemuka agama saat melakukan dakwah mengajak masyarakat untuk
tidak melakukan kekerasan.
b.
Apabila ada masyarakat yang melakukan kekerasan Ormas Islam dapat
memberikan nasehat.
c.
Memberi masukan kepada para suami agar bersikap adil apabila
melakukan poligami.
(6)