commit to user 104
,tapi justru dibelokkan jauh di luar akal sehat dan kemanusiaan. Kita bisa melihat tokoh-tokoh seperti Inayah
sebagai sosok perempuan muslimah, penyabar, pemaaf, justru selalu dalam tumpuan kesalahan, terpojok, teraniaya” Sumber:
Dra. Natalia Maharani, SH wawancara 29 Jnuari 2010
c. Kekerasan disebabkan karena perempuan tidak dapat mandiri Seorang isteri perlu memiliki sifat mandiri yang nantinya dapat
bermanfaat bagi isteri tersebut. Isteri yang mandiri akan siap menghadapi kenyataan apabila suami tidak melaksanakan kewajiban
dalam memenuhi kebutuhan materi. Hal tersebut tidak terjadi pada isteri-isteri Romo Doso, seperti dalam kutipan berikut:
”Di sinetron itu kan istri-istrinya doso itu bergantung sekali pada suaminya, tidak ada salah satu istrinya doso yang
mempunyai penghasilan sendiri, semuanya kan bergantung ama Doso. Jadi ya dosonya itu semena-mena” Sumber: Dra. Natalia
Maharani, SH wawancara 29 Jnuari 2010 Telah diketahui wanita yang mau dijadikan isteri-isteri Romo
Doso karena harta benda, di sisi lainnya karena para isteri Romo Doso tidak bekerja. Akibatnya, saat Romo Doso mengambil isteri lagi, ada
perasaan kuatir pada isteri-isteri sebelumnya akan mengurangi bagian mereka.
“Mereka seperti berusaha merebut hati si suami dengan cara yang salah. Sehingga yang ada malah kekerasan yang terjadi
untuk merebutkan hak mereka dalam kekayaan” Sumber : Dra. Hj. Siti Kasiyati, wawancara tanggal 3 Februari 2010.
7. Tanggapan LSM tentang kekerasan dalam poligami
Poligami menurut LSM sudah menyebabkan para isteri yang dipoligami menderita, apalagi kekerasan dalam poligami. Oleh sebab itu,
kekerasan dalam poligami ditentang oleh LSM. Tanggapan LSM tentang
commit to user 105
kekerasan dalam poligami dapat terjadi karena adanya sikap masyarakat
yang lebih mendahulukan laki-laki daripada perempuan, faktor hukum di Indonesia yang patriarki yaitu hukum yang menurunkan garis keturunan
mengikuti ayah dan mendahulukan laki-laki daripada perempuan, serta Polisi bersikap pasif terhadap keluhan kekerasan di dalam rumah tangga
a. Masyarakat lebih mendahulukan laki-laki daripada perempuan Kekerasan
perempuan sering
terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Kenyataan ini, menurut Vera Kartika Giyanti dipengaruhi
sikap masyarakat yang lebih mendahulukan laki-laki daripada perempuan.
“Seringkali masyarakat melihat bahwa hak seorang laki-laki harus didahulukan. Kemudian soal lain adalah soal budaya
ya,soal kebiasaan turun menurun yang menempatkan laki-laki lebih tinggi dari perempuan.” Sumber Vera Kartika Giyanti,SH.
wawancara tanggal 25 Januari 2010. Sikap masyarakat yang lebih mendahulukan laki-laki daripada
perempuan membuat laki-laki besar kepala dan dapat berbuat semena- mena terhadap perempuan, apabila perempuan tidak mampu melayani
laki-laki. Pernyataan ini diutarakan oleh Siti Kasiyati, dengan kutipannya sebagai berikut:
”Budaya yang sudah berkembang di masyarakat, wanita itu diam dan lelaki yang agresif. Perempuan itu melayani dan laki-
laki minta untuk dilayani, apabila perempuan tidak mampu, lalu laki-laku berbuat seenaknya sendiri”Sumber : Dra. Hj. Siti
Kasiyati, wawancara tanggal 3 Februari 2010.
commit to user 106
b. Faktor hukum di Indonesia yang patriarki Menurut UUD, wanita mempunyai hak, kewajiban dan
kesempatan yang sama dengan pria, namun dalam prakteknya wanita menghadapi
sejumlah diskriminasi
hukum. Undang-undang
perkawinan menyatakan bahwa pria adalah kepala keluarga dan memposisikan perempuan di bawah laki-laki.
”Hukum di Indonesia juga sangat patriarki,karena kebanyakan kan yang emngeluarkan adalah laki-laki. Hukum perkawinan
misalnya. Itu memposisikan perempuan dibawah laki-laki.” Sumber Vera Kartika Giyanti,SH. wawancara tanggal 25 Januari
2010. Sisi hukum lainnya dalam Undang-undang Perkawinan
membolehkan seorang suami mempunyai isteri lagi apabila siteri sudah tidak mampu melayani suami atau sakit. Sebaliknya, undang-
undang tidak mencantumkan pasal-pasal yang menyatakan isteri boleh menikah lagi apabila suami sakit atau tidak mampu berperan sebagai
suami. “Ketika seseorang mempunyai wanita lain apakah ada ijin dari
istri untuk menikah lagi,ini secara hukum. Boleh ada prasyaratnya,seperti istri sakit, tidak bisa melayani. Tapi hukum
itupun tidak adil bagi perempuan, bagaimana jika suami sakit apakah perempuan boleh menikah lagi itu tidak ditulis dalam
hukum di Indonesia.” Sumber: Dra. Natalia Maharani, SH wawancara 29 Jnuari 2010
c. Polisi bersikap pasif terhadap keluhan kekerasan di dalam rumah tangga
Banyak diberitakan di media cetak dan elektronik tentang sikap polisi yang kurang simpatik terhadap laporan korban kekerasan dalam
commit to user 107
rumah tangga. Awalnya polisi menerima laporan tersebut, akan tetapi juga banyak laporan kekerasan suami terhadap isteri dalam poligami
tidak ditindaklanjuti oleh polisi sehingga permasalahan tidak terselesaikan.
“Menurut saya, kinerja polisi sebagai penganyom dan melindungi masyarakat belum berjlan maksimal. Sepertinya
polisi beranggapan laporan isteri sebagai korban kekerasan suami
merupakan masalah
keluarga yang
seharusnya diselesaikan sendiri oleh suami isteri secara keluargaaan.
Padahal, laporan polisi ini nanti dapat dijadikan bukti kalau suami melakukan tindak pidanadan mendapat hukuman sehingga
suami jera tidak melakukan kekerasan lagi” Sumber: Dra. Natalia Maharani, SH wawancara 29 Jnuari 2010.
Vera Kartika Giyanti menambahkan bahwa sikap pasif polisi
terhadap laporan isteri korban kekerasan akan membuat suami semakin meningkatkan kekerasan yang telah dilakukan karena tidak
adanya pencegahan polisi dengan cara memberi peringatan kepada suami untuk tidak melakukan kekerasan lagi.
“Polisi seharusnya bersikap tanggap terhadap laporan isteri yang menerima kekerasan dari suami. Sebab apabila kekerasan
ini didiamkan dapat mengancam jiwa isteri. Polisi sebagai pihak ketiga secara hukum berwenang memberikan peringatan kepada
suami yang melakukan kekerasan untuk tidak melakukan kekerasan lagi kepada isteri. Apabila suami tetap melakukan,
polisi dapat menangkap suami dengan tuduhan telah melakukan penganiayaan dan diproses secara hukum” Sumber Vera
Kartika Giyanti,SH. wawancara tanggal 25 Januari 2010
8. Cara LSM dalam Tindak Kekerasan Poligami