Sinetron Inayah Merupakan Sinetron Moral yang negatif

commit to user 142 yang disenangi dalam sinetron merupakan hiburan dan memberi kesenangan tersendiri bagi masyarakat terhadap bintang yang diidolakan. Adapun cerita yang diangkat dalam sinetron dengan mengambil cerita yang ada di kehodupan masyarakat akan membantu masyarakat dalam memahami tema cerita dengan mudah.

b. Sinetron Inayah Merupakan Sinetron Moral yang negatif

Moral erat kaitannya dengan agama dan sosial. Dalam moral terdapat unsur moral agama, moral sosial dan moral-moral lainnya sehingga moral merupakan sesuatu yang sangat kompleks yang selalu dihadapi seseorang. Karya sebagai ciptaan dari seorang pengarang yang tentunya hidup dan bergaul di tengah masyarakat di sekitarnya, tentunya juga mengandung nilai etika atau nilai moral. Suhariyanto 1982: 21 mengatakan bahwa kegunaan karya dalam tayangan televisi haruslah merupakan kegunaan yang mampu mendorong manusia penikmatnya ke arah munculnya pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam atau sublim. Kegunaan karya dalam televisi harus mampu menjadikan para penikmatnya peka terhadap masalah-masalah kemanusiaan dan mendorong lahirnya perilaku-perilaku yang mendatangkan manfaat bagi kehidupan. Pendek kata kegunaan yang menjadikan manusia menjadi lebih arif. Akan tetapi sinetron yang disisarkan oleh Indosiar berjudul Inayah bukanlah contoh moral yang baik. Sebagian besar cerita commit to user 143 diwujudkan oleh perilaku para tokohnya cenderung pada pendidikan moral yang kurang baik seperti tindakan poligami dan kekerasan. Seperti dalam cerita sinetron Inayah dengan tokohnya Romo doso merupakan suami yang banyak melakukan poligami tetapi Romo Doso sendiri tidak mampu bersikap adil ekpada para isterimya. Pendidikan moral yang buruk juga dilakukan oleh ketiga isteri Romo Doso yang suka menghambur-hamburkan uang, hidup boros, dan mengejar duaniawi. Sinetron Inayah sebagai sebagai alat didik kurang bagus untuk memenuhi kelayakan bagi seorang makhluk sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena tuntutan ini pula, seorang pengarang haruslah berhati-hati dalam menciptakan karya yang ditampilkan di televisi. Ia tidak bisa seenaknya saja menciptakan cerita yang menyesatkan, tetapi harus mampu menghadirkan nilai pendidikan etika yang benar sehingga menimbulkan efek yang positif bagi pembacanya. Kinayati 2006: 740 menyatakan bahwa pengarang dapat merefleksikan pandangan hidupnya melalui nilai-nilai kebenaran sehingga karya tersebut dapat menawarkan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat luhur manusia yang digambarkan pengarang melalui sikap dan tingkah laku para tokoh dalam sebuah karya dapat membantu membentuk pribadi pembaca sebagai makhluk tuhan yang commit to user 144 bermartabat dan berakhlak menjadi lebih baik lagi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa inilah pesona karya dalam pendidikan moral. Pendidikan dengan kata lain dapat pula disebut sebagai hidup Redja Mudyahardjo, 2001: 3. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan individu dapat disebut sebagai pendidikan. Dengan demikian, bentuk pendidikan terentang dari bentuk yang misterius secara tidak sengaja sampai terprogram dapat terjadi di sembarang tempat dan tempat yang berbeda di dalam hidup sebab orientasi utama dalam pendidikan adalah peserta didik, bukan hal-hal lain di luar peserta didik. Jadi, tujuan pendidikan terkandung di dalam setiap pengalaman belajar, tidak terbatas karena selalu berkembang mengikuti tujuan hidup seseorang itu sendiri. Nilai moral, yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patutnya manusia bergaul di dalam kehidupan bermasyarakat. Moral erat kaitannya dengan agama dan sosial. Dalam moral terdapat unsur moral agama, moral sosial dan moral-moral lainnya sehingga moral merupakan sesuatu yang sangat kompleks yang selalu dihadapi seseorang. Karya sebagai ciptaan dari seorang pengarang yang tentunya hidup dan bergaul di tengah masyarakat di sekitarnya, tentunya juga mengandung nilai etika atau nilai moral. Suhariyanto 2000: 21 mengatakan bahwa kegunaan karya suatu cerita haruslah commit to user 145 merupakan kegunaan yang mampu mendorong manusia penikmatnya ke arah munculnya pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam atau sublim. Kegunaan cerita harus mampu menjadikan para penikmatnya peka terhadap masalah-masalah kemanusiaan dan mendorong lahirnya perilaku-perilaku yang mendatangkan manfaat bagi kehidupan. Pendek kata kegunaan yang menjadikan manusia menjadi lebih arif. Cerita dalam sinetron dapat dipahami sebagai alat didik yang cukup bagus untuk memenuhi kelayakan bagi seorang makhluk sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena tuntutan ini pula, seorang pengarang haruslah berhati-hati dalam menciptakan cerita. Ia tidak bisa seenaknya saja menciptakan cerita yang menyesatkan, tetapi harus mampu menghadirkan nilai pendidikan etika yang benar sehingga menimbulkan efek yang positif bagi pembacanya. Keberadan nilai etika atau moral di dalam suatu cerita adalah bentuk nasehat yang diberikan pengarangnya secara tidak langsung seperti yang banyak dilakukan oleh para pemuka agama, pengkhotbah, dan rohaniwan lainnya. Pengarang mencoba memberikan bentuk tersendiri untuk membingkai segala sesuatu yang ingin dikemukakannya. Kadang ia memberi nasehat melalui kritikan yang ada di dalam dialog tokoh-tokoh yang hidup di dalam ceritanya, kadang hanya sepintas lalu menyebutkan sepatah dua patah kata di tengah narasinya, dan tidak jarang pula nilai pendidikan etika terselubung di seluruh permukaan cerita. Artinya, pembaca harus commit to user 146 memahami keseluruhan cerita untuk dapat menemukan petuah pengarang tentang nilai moral atau etika.

2. Tema Absorbed